Tuesday, December 24, 2019

Merayakan Kedekatan Allah sebagai Sahabat bagi Umat Manusia (Matius 1:18-23)


Bahan Khotbah Natal, 25 Desember 2019
Ditulis kembali dengan beberapa tambahan oleh Pdt. Alokasih Gulo

Tema         :  Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang (bnd. Yoh. 15:14-15)


Dilema Yusuf dan Kebaikan Hatinya (1:18-19)
Matius memulai bagian ini dengan memberitahukan pembacanya tentang relasi antara Yusuf dan Maria sebagai satu pasangan. Maria diberitakan sudah mengandung seorang anak laki-laki, padahal status hubungan mereka masih “tunangan”, belum melakukan hubungan layaknya suami-istri. Hal inilah yang membuat Yusuf berada dalam situasi sulit, mau meninggalkan Maria pada satu sisi, tetapi dia juga tidak mau mempermalukan Maria. Itulah maksud dari tindakan Yusuf, mau meninggalkan Maria secara diam-diam tanpaharus mengeksposnya ke publik (seperti yang biasa dilakukan oleh para selebritas dewasa ini dan banyak orang yang gemar mendengar berita kawin-cerai tersebut).

Mimpi dan Amanat Malaikat kepada Yusuf (1:20-21)
Tuhan tahu posisi Yusuf yang sangat dilematis, Tuhan juga tahu rencana Yusuf yang meninggalkan tunangannya Maria walaupun secara diam-diam. Tadinya Yusuf bingung bagaimana mungkin Maria hamil sedangkan mereka belum melakukan hubungan suami-istri, dan hal inilah yang diklarifikasi oleh malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi. Malaikat Tuhan mendatangi Yusuf dalam mimpi karena dilema yang sedang dihadapinya itu. Melalui mimpi tersebut, Tuhan mengirim pesan kepadanya untuk tidak takut mengambil Maria sebagai istrinya, dan bahwa anak yang ada dalam kandungan Maria berasal dari Roh Kudus. Oleh sebab itu, Yusuf tidak perlu ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Maria, hubungan sebagai suami-istri, walaupun mereka berdua tetap menjadi kekudusan hubungan mereka sampai Yesus lahir.

Penggenapan Nubuatan PL (1:22-23)
Dalam mimpi itu juga, malaikat menjelaskan kepada Yusuf bahwa peristiwa kehamilan Maria yang nantinya akan melahirkan Yesus, merupakan penggenapan dari nubuatan nabi Yesaya (lih. 7:14-17). Malikat Tuhan juga memberitahukan nama Ibrani dari anak yang akan lahir itu yakni Immanuel yang berarti “Allah beserta kita”. Nama ini merupakan tanda akan kehadiran dan kedekatan Allah kepada umat-Nya yang pada waktu itu sedang hidup dalam ketidakpastian, keterasingan, keterpisahan, ketakutan, dan kekuatiran.

Kesimpulan
Kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius merupakan cerita kedekatan (intim). Pembacanya mendapatkan informasi seputar pertunangan Maria dan anak yang dikandungnya “dari Roh Kudus”. Digambarkan juga bagaimana keputusan awal Yusuf, dan disusul kemudian dengan mimpinya, dan pada akhirnya tercipta suatu relasi yang sangat simpatik dengan Yusuf. Penulisnya memberikan informasi kepada pembacanya bahwa semuanya ini terjadi untuk menggenapi apa yang telah dinubuatkan oleh nabi.

Episode final dari apa yang dilakukan Yusuf sebagaimana perintah yang diterimanya, bagaimana dia mengambil Maria sebagai isterinya, mencapai puncaknya dengan pernyataan klimaks, “dan dia menamainya Yesus”. Melalui kalimat singkat ini, Matius hendak mengatakan kepada seluruh pembacanya bahwa kini, Yesus ada dalam pangkuanmu sekarang, Allah ada di tengah-tengahmu, apa lagi yang ditakutkan? Apa lagi yang dirisaukan? Bukankah Yesus, Allah, telah hadir beserta dengan kita?

Ini juga merupakan kesempatan menciptakan suasana akrab/dekat, yang merupakan dimensi sentral dari cerita kelahiran Yesus, yaitu bagaimana Allah menjadi akrab/dekat dengan kita dalam kelahiran Yesus, dan bagaimana Dia beserta dengan umat-Nya. Ada banyak tingkatan keintiman dalam cerita ini, termasuk keintiman seksual, walaupun terjemahannya menghindari kata-kata yang dapat memiliki konotasi seksual. Walaupun demikian, cerita ini menyinggung hubungan seksual, pernikahan, dan perceraian.

Cerita ini menekankan relasi Allah dengan Yusuf yang begitu dekat, antara Maria dan Yusuf, antara Yusuf dan Yesus. Juga tentang relasi yang intim dengan nabi Yesaya yang telah menubuatkan kelahiran Yesus jauh sebelumnya. Maka, merayakan Natal berarti merayakan kedekatan dan penyertaan Allah terhadap umat yang dikasihi-Nya.

Omuso dödö niha, ba omuso göi dödö Lowalangi na tobali sifahuwu ita ba niha fefu, fahuwu sökhi, fahuwu moadu, tenga fahuwu börö me so ni’akali, tenga fahuwu börö me so geluaha tanö bö’ö si tobini khö nawöda. Fahuwu ita ba niha fefu gofu haniha ia, fahuwu ita ba niha fefu hewa’ae no fabö’öbö’ö mbosi wa’auri. Hana? Börö me Lowalangi samösa, Salawa yawa zalawa, no ibali’ö sifahuwu khö-Nia ita ba khö Yesu Keriso. Na Lowalangi samösa, fahuwu Ia ba niha fefu, ba hadia dania ita wa abua khöda fahuwu ba niha fefu?

Bagaimana menjadi sahabat bagi semua orang seperti diungkapkan oleh tema Natal tahun ini? Orangtua bersahabat dengan anak-anaknya, tanpa kehilangan identitas masing-masing (orangtua tetap orangtua, anak tetap anak, tetapi relasi dan perlakuan satu terhadap yang lain adalah sahabat). Satu keluarga menjadi sahabat bagi keluarga lainnya, tobali sifahuwu ita ba dalifusöda (ato niha si fatalifusö, ba so ösa zi lö fahuwu khö nawönia). Para pelayan gereja menjadi sahabat kepada warga jemaat walaupun status sosial berbeda-beda. Para pejabat, para aparat desa, menjadi sahabat bagi seluruh warganya, bukan hanya kepada sebagian orang saja, bukan hanya kepada para pendukungnya saja.

Kita menjadi sahabat kepada siapa pun, sahabat yang baik, sahabat yang saling mendukung, sahabat yang saling menyapa, sahabat yang saling memaafkan, sahabat yang merasa senang ketika sesamanya senang, sahabat yang merasa sedih ketika sesamanya sedih. Kita menjadi sahabat yang ramah kepada siapa pun, bukan hanya kepada orang-orang tertentu saja, sahabat yang dengan rendah hati membalas sms/w.a atau menjawab telepon orang yang statusnya lebih rendah dari kita, bukan sahabat yang pura-pura lupa menanggapi pertanyaan atau permintaan seseorang yang statusnya dianggap lebih rendah dari kita. Menjadi sahabat bagi semua orang berarti menunjukkan sikap yang “bersahabat” (ramah, hormat, dll) kepada siapa pun, bahkan kepada orang yang mungkin saja dianggap paling kecil di antara kita, bukan hanya bersikap “bersahabat” (ramah, hormat, dll) kepada orang-orang tertentu saja, terutama para pejabat, tokoh masyarakat/gereja yang dianggap berpengaruh, dll. Esensi Natal adalah merayakan kedekatan Allah dengan kita, dan kemudian mengaplikasikan perayaan tersebut kepada semua orang tanpa membeda-bedakan status sosial masing-masing.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...