Saturday, January 29, 2022

Dipanggil untuk Mengasihi - Tekaoni ba Wangomasi’ö (Yeremia 1:4-10)

Khotbah Minggu, 30 Januari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1:4

Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya:

1:5

“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”

1:6

Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.”

1:7

Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.

1:8

Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”

1:9

Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.

1:10

Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.”

1Kor. 13:4

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong! - Fa’omasi andrӧ, ba no sebolo tӧdӧ, no sebua tӧdӧ; fa’omasi andrӧ ba lӧ i’afӧkhӧi tӧdӧ nawӧnia, lӧ isuno ia, lӧ mohokha.


Kita sudah tahu bersama bahwa Allah begitu mengasihi umat Israel, bangsa pilihan-Nya itu. Berbagai cara dilakukan oleh Allah untuk menunjukkan betapa Dia mengasihi umat-Nya. Sepanjang sejarah bangsa Israel, Allah selalu mencari jalan terbaik untuk menolong dan menyertai mereka, sebab Dia mengasihi mereka. Sayang sekali, bangsa Israel seringkali menyalahartikan dan menyalahgunakan kasih Allah atas mereka. Bangsa itu berulangkali mengkhianati Allah dengan menyembah allah lain, dan melakukan berbagai tindakan ketidakadilan. Hal itu juga yang dapat kita baca dalam kitab Yeremia.

Situasi kehidupan orang Israel pada zaman nabi Yeremia ini memang sangat menyedihkan; mereka yang tadinya dijadikan sebagai umat pilihan Allah, sekarang justru menjadi sumber masalah yang menyedihkan hati Tuhan dan mendatangkan murka-Nya atas mereka sendiri. Tuhan telah menguduskan mereka sebagai umat kesayangan-Nya, tetapi mereka justru menyembah allah lain, menaruh pengharapannya pada kekuatan manusia dan bangsa-bangsa lain, melakukan berbagai tindakan kecurangan, ketidakadilan dan ketidakbenaran. Hal ini dapat kita baca misalnya dalam pasal 2 ayat 13, yaitu bahwa mereka meninggalkan Allah yang adalah sumber air yang hidup, dan mereka menuju pada kolam yang bocor, yaitu pada landasan kehidupan yang tidak memberikan pengharapan yang benar. Mereka juga tidak suka ditegur, tidak mau dinasihati, dan tentunya tidak suka dengan kritikan. Itulah sebabnya mereka selalu mengancam setiap orang yang mencoba menasihati mereka supaya bertobat, termasuk Yeremia sendiri di kemudian hari. Bahkan Yeremia sendiri pernah dipukul dan dipenjarakan oleh para penguasa (pemerintah dan agama) pada waktu itu, dan juga diancam dengan hukuman mati, karena dia terus memberitakan firman Tuhan yang menubuatkan kehancuran Israel karena ketidaktaatan mereka pada Allah sumber air hidup itu (Yeremia 20:1-2; 26:7-11). Dan, sebagai orang Israel yang lahir, tumbuh, dan tinggal di tengah-tengah bangsanya itu, Yeremia tentunya tahu persis apa dan bagaimana situasi ini, terutama kekerasan kepala para penguasa pemerintahan dan agama pada waktu itu, serta ketidaksukaan mereka kalau mereka ditegur, dinasihati, dan diancam oleh hukuman Tuhan. Yeremia sadar bahwa bangsa Israel yang adalah bangsanya sendiri sudah menjadi bangsa yang berbalik melawan Tuhan, tidak mau mendengarkan firman-Nya, dan tidak mau diarahkan ke jalan-jalan Tuhan.

Adalah hal yang wajar kalau Yeremia merasa “tidak siap” dan “tidak mampu” menjalankan tugas sebagai nabi di tengah-tengah bangsa yang tegar tengkuk itu. Itulah sebabnya pada awalnya dia berusaha menghindar dari tugas kenabian yang diamanatkan Tuhan kepadanya. Dia merasa sedang berada di tengah-tengah gerombolan singa yang siap memangsanya, sehingga dia merasa takut atau enggan bergerak. Dia beralasan bahwa dia masih muda, dan karenanya tidak pandai berbicara. Apa artinya?

Pertama, Yeremia merasa tidak mampu berhadapan dengan para tua-tua Israel yang umurnya jauh di atas umur Yeremia. Secara psikologis hal ini sangat berpengaruh dalam diri Yeremia, dia merasa tidak “pantas” menasihati orang yang lebih tua darinya; dia merasa tidak “cocok” menasihati orang-orang yang memiliki jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi darinya. Mengapa muncul perasaan-perasaan yang seperti itu? Karena Yeremia sudah tahu bagaimana karakter bangsanya itu, merasa hebat dengan umur mereka yang sudah tua, apalagi dengan jabatan yang mereka miliki. Jadi, sulit rasanya menembus tembok kehidupan orang-orang yang seperti itu.

Kedua, Yeremia merasa bahwa dia tidak bisa “menyenangkan” hati bangsanya, apalagi para pemimpin pemerintahan dan agama di Israel; dia merasa tidak dapat “memoles” kata-kata untuk menyenangkan mereka; dia tidak bisa menyampaikan kata-kata yang memuji-muji para pemimpin sekalipun kehidupan mereka bobrok. Yeremia tidak bisa mengatur kata-katanya sedemikian rupa untuk memuaskan hati dan keinginan bangsa Israel yang bobrok itu. Yeremia sadar sepenuhnya bahwa dia pasti mengkritik mereka, dia pasti mengecam gaya hidup mereka, dia pasti mengeluarkan kata-kata yang pedas yang tentunya tidak menyenangkan hati para pemimpin bangsa itu. Hal ini merupakan masalah serius bagi Yeremia, karena pada satu sisi dia tidak bisa dan tidak mau berpura-pura hanya untuk mencari selamat atau menyenangkan hati bangsa yang jahat itu, dan pada sisi yang lain dia harus mengatakan kata-kata pedas kepada mereka. Nah, sangat dilematis memang! Itulah sebabnya Yeremia mengatakan bahwa dia tidak pandai berbicara, dia tidak pandai merayu orang-orang Israel yang jahat itu dengan kata-kata yang manis, dia tidak bisa bermuka manis kepada bangsa yang keras kepala itu.

Dengan alasan-alasan ini Yeremia berharap bahwa Tuhan tidak lagi menyuruhnya menjadi nabi di Israel. Tapi, ternyata Tuhan tetap “memaksanya” untuk bernubuat bagi bangsa Israel. Tuhan meneguhkan Yeremia untuk tetap maju sebagai nabi Allah apa pun risikonya. Tuhan pertama-tama menegaskan bahwa Dia telah mengenal Yeremia bahkan lebih dari pengenalan Yeremia sendiri akan dirinya. Itulah makna kata-kata Tuhan di ayat 5, yaitu bahwa apa pun alasan Yeremia untuk mengelak dari tugas itu, termasuk alasan ketidakmampuan, namun Tuhan sudah tahu bahwa Yeremia memiliki potensi untuk itu, bahkan secara radikal Tuhan menegaskan bahwa Dialah yang merancang kehidupan Yeremia untuk menjadi nabinya. Jadi, siapa yang dapat menolak, mengelak, dan menghindar dari rancangan dan keputusan Tuhan itu? Sebagai buktinya, di ayat 9 disebutkan bahwa Tuhan menjamah mulut (dan kehidupan) Yeremia untuk menjawab alasannya tadi bahwa dia tidak pandai berbicara.

Selanjutnya, Tuhan menegaskan kepada Yeremia bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dalam tugas itu. Kalau Tuhan sendiri yang mengutus, tentu dia juga menyertai; jadi, si-apa lagi yang harus ditakuti. Rasul Paulus di surat Roma 8:31 berkata “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Ba hadia niwa’öda ba da’ö? Na i’o’awögö ita Lowalangi, ba ha niha zi fa’udu khöda?).

Di ayat 8 Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa Yeremia tidak perlu takut kepada si-apa pun, karena ada Tuhan yang kuasa dan kekuatan-Nya jauh melebihi kuasa dan kekuatan para pemimpin yang keras kepala itu. Dan di ayat 10 Tuhan bahkan menegaskan bahwa melalui nabi Yeremialah terletak masa depan bangsa itu, yaitu bahwa kuasa Tuhan akan bertindak melalui pemberitaan atau nubuatan Yeremia. Ini adalah peneguhan dan pemberian harapan yang nyata dan pasti dipenuhi oleh Tuhan. Jadi, kunci keberhasilan, atau kegagalan/kehancuran, ada dalam kuasa Tuhan; bukan pada umur, bukan pada kepandaian/kebodohan, dan bukan juga pada tinggi-rendahnya jabatan/kedudukan yang dimiliki. Maka, Tuhan mendorong Yeremia untuk tidak takut, karena Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang yang diutus-Nya, dan Tuhan tidak pernah membiarkan orang yang diutus atau diberi-Nya kepercayaan terpisah dari kasih kuasa-Nya. Rasul Paulus pun pernah berkata bahwa tidak ada si-apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (baca: Roma 8:35, 38-39). Oleh sebab itu, karena Tuhan sudah merancang kehidupan kita sedemikian rupa, menempatkan kita dalam kasih kuasa-Nya, dan pasti menyertai kita dalam tugas pelayanan/pengabdian di tengah-tengah dunia yang semakin kacau ini.

Kecaman-kecaman yang disampaikan oleh nabi Yeremia sesungguhnya merupakan ekspresi keprihatinan Allah atas umat yang dikasihi-Nya itu. Allah telah mengasihi mereka, tetapi bangsa itu malah berjalan dalam jalan mereka sendiri yang sesat. Tidak ada jalan lain bagi Tuhan untuk menyelamatkan mereka karena kasih-Nya itu, selain menyampaikan teguran keras dan bahkan menghukum mereka. Teguran dan hukuman itu sebenarnya lebih sebagai wujud kasih Allah supaya bangsa itu tidak terus menerus masuk ke dalam jalan kesesatan. Dalam rangka itulah umat Tuhan dipanggil: DIPANGGIL UNTUK MENGASIHI. Tentu saja, cara Allah menyatakan kasih-Nya tidak hanya satu: kadang cara yang lembut, kadang juga cara yang agak keras, bahkan amat keras. Intinya, Allah mengasihi kita, dan kita pun mesti meneruskan kasih itu dalam kehidupan sehari-hari.


Saturday, January 22, 2022

Yesus Penggenapan Firman Allah – Ba khö Yesu no Tefaulugö Daromali Lowalangi (Lukas 4:14-21)

Khotbah Minggu, 23 Januari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

4:14 Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu.
4:15 Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia.
4:16 Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.
4:17 Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis:
4:18 “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
4:20 Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.
4:21 Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”

Setelah berhasil melewati pencobaan (Luk. 4:1-13), Yesus kembali ke Galilea (Luk. 4:14-15), dan kini Dia tiba di kota asalnya, Nazaret (Luk. 4:16). Kota ini digambarkan sebagai “tempat Ia dibesarkan”, tempat dia bertumbuh dan berkembang. Ketika hari Sabat, Yesus melakukan apa yang biasa Ia lakukan, yaitu pergi ke rumah ibadat. Ketika Dia ada di sana, Dia berdiri untuk membaca Alkitab, suatu kegiatan yang sudah menjadi tradisi di Israel sejak dulu, dan kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya. Dia membukanya dan memilih teks yang ingin Dia baca, dan Dia menemukan teks Yesaya 61:1-2, dan itulah yang Dia baca di ayat 18-19 tadi.

Yesus membaca kutipan teks Yesaya yang merujuk pada Roh Allah, Roh yang sama yang membawa-Nya ke Nazaret. Kita tahu bahwa Roh Kudus dalam Lukas membimbing dan memberdayakan orang-orang untuk pelayanan kenabian. Dalam kutipan ini, Roh Tuhan mendiami pembicara dengan maksud memberitakan kabar baik kepada orang miskin - kepada mereka yang secara ekonomi kurang beruntung dan terpinggirkan. Bersama dengan orang miskin sebagai kelompok besar, kabar baik juga diberitakan kepada kelompok tertentu: para tawanan/tahanan, orang-orang buta, dan orang-orang yang tertindas. Apa maksudnya kabar baik di sini? Bagian akhir dari ayat 19 menyatakan bahwa kabar itu merupakan “tahun rahmat Tuhan”. Tahun rahmat Tuhan di sini menggambarkan tahun Yobel, yaitu tahun ketika Tuhan akan memulihkan Israel, memulihkan umat yang dikasihi-Nya.

Orang-orang miskin dalam Lukas merupakan orang-orang yang secara ekonomi kurang/tidak beruntung, mereka terpinggirkan, umumnya disebabkan oleh karena sistem yang tidak adil, sistem yang lebih banyak menguntungkan orang-orang kaya serta para pejabat pemerintah dan agama pada waktu itu. Mereka adalah orang-orang yang berada di lapisan bawah masyarakat, orang-orang yang tidak diperhitungkan sama sekali. Banyak dari antara orang miskin ini menjadi tawanan/tahanan, ada yang menjadi tawanan perang, tawanan karena utang, juga karena masalah “kriminal” demi memperjuangkan kelangsungan kehidupan, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya. Banyak dari mereka yang sakit secara fisik, antara lain buta, dan mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menyembuhkan penyakitnya. Dalam arti tertentu, orang-orang buta ini juga dapat berarti mereka yang secara fisik sehat tetapi tidak dapat melihat dengan jernih dunia sekitarnya karena terlalu mementingkan diri sendiri. Banyak dari orang miskin ini yang tertindas karena kesulitan ekonomi yang tidak dapat mereka atasi, tertindas karena orang-orang kaya dan para pejabat berlaku tidak adil atas mereka, tertindas karena tidak mampu membebaskan diri dari situasi yang amat sulit itu.

Namun demikian, mereka inilah yang justru dipilih oleh Roh Allah sebagai penerima kabar baik. Kabar baik yang diberitakan oleh Yesus, dan dengan demikian kabar baik yang diproklamasikan oleh orang Kristen, adalah kabar baik bagi orang miskin, bagi mereka yang kurang beruntung secara ekonomi, bagi mereka yang “buta” dan tertindas, dan bagi mereka yang terpinggirkan dalam masyarakat kita. Itulah tugas gereja, tugas kita, memberitakan tahun yobel, tahun rahmat Tuhan. Jadi, gereja bukan sekadar persekutuan ibadah, gereja hadir untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dalam kehidupan nyata.

Secara tradisional, tahun yobel sendiri dirayakan setiap tahun ke-50. Tahun yobel ini merupakan tahun untuk pembebasan dan pemulihan, orang-orang miskin harus dibebaskan dari utang-utang mereka, supaya mereka bisa menikmati hidup sebagai manusia; para tawanan yang menjadi budak harus dibebaskan, dan inilah tahun yang dinanti-nantikan oleh banyak orang, sebab Allah memulihkan umat-Nya.

Ketika Yesus selesai membaca, Dia duduk, dan mata semua orang tertuju kepada-Nya, dan mereka mulai mendengarkan pengajaran-Nya. Yesus mulai menjelaskan Alkitab, secara khusus teks yang tadi Dia baca, dengan memberi tahu mereka bahwa teks tersebut tergenapi melalui kehadiran-Nya. Jadi, Yesus sendiri adalah penggenapan dari nubuatan Yesaya tersebut, walaupun nanti kita lihat di ayat-ayat berikutnya, orang-orang di kampung-Nya itu tidak menerima pengajaran-Nya tersebut (lih. ay. 22-30). Dalam kuasa Roh Tuhan, Yesus adalah orang yang telah dipilih (diurapi) untuk memberitakan kabar baik dari Allah. Yesus adalah penggenapan Firman Allah. Dalam pasal-pasal berikutnya, Yesus melakukan perjalanan dari kota ke kota, dan ke mana pun Ia pergi, Ia mengajar dan menyembuhkan, sehingga banyak orang dapat melihat keselamatan dan pemulihan yang ditawarkan Allah.

Apakah Yesus datang memberitakan kabar baik hanya kepada orang-orang miskin dan sejenisnya? Apakah orang-orang kaya, para pejabat, atau orang-orang yang hidupnya secara ekonomi lebih baik, tidak mendapat bagian dari kabar baik itu? Kalau melihat konteks Injil Lukas sendiri, Yesus tampaknya lebih banyak memberi perhatian kepada orang-orang miskin dan sejenisnya, karena pada waktu itu kemiskinan menjadi persoalan serius, sayang sekali hampir tidak ada upaya dari para pemimpin untuk mengatasi persoalan tersebut. Jadi, Yesus datang untuk menghadirkan pengharapan yang pasti bagi mereka, bukan memberi harapan palsu seperti yang biasa dan sedang dilakukan oleh banyak para politisi kita dewasa ini. Ini bukan berarti bahwa orang-orang kaya, para pemimpin, atau orang-orang yang hidupnya lebih baik secara ekonomi dan sosial, tidak mendapatkan kabar baik sama sekali. Injil Lukas ini sendiri dialamatkan kepada seorang pejabat Romawi, yang tentunya memiliki kehidupan ekonomi yang baik, yaitu kepada Teofilus (1:1). Tidak ada persoalan sebenarnya dengan menjadi pejabat atau menjadi kaya, masalahnya adalah kalau jabatan dan kekayaan itu didapatkan dengan cara yang tidak benar, bahkan dengan mengorbankan masyarakat biasa. Masalahnya adalah semakin menipiskan kepekaan sosial manusia terhadap orang-orang di sekitarnya yang lebih membutuhkan. Itulah sebenarnya makna kedatangan Yesus ke dunia, menyatakan solidaritas ilahi atas manusia yang miskin, buta, ditawan/dipenjara, dan tertindas. Di dalam Yesus, rencana Allah untuk memulihkan umat-Nya tergenapi (ay. 21).

Apa artinya? Firman Tuhan ini pada satu sisi menjadi sumber pengharapan kita, bahwa Tuhan pasti memulihkan keadaan kita dengan segala cara yang seringkali sulit dipahami oleh manusia. Dengan pengharapan itu, muncul semangat baru bagi kita untuk bangkit dari keterpurukan, untuk semakin maju, untuk move-on bagi mereka yang sulit melangkah karena kegagalan yang dialami selama ini, dan untuk melihat bahwa kehidupan belum berakhir, masih ada kesempatan untuk bangkit dan memperbaiki diri.

Pada sisi lain, firman Tuhan ini menjadi semacam “cambuk” bagi gereja, bagi orang Kristen, untuk hadir dan memberitakan tahun rahmat Tuhan bagi dunia di mana kita berada. Memberitakan tahun rahmat Tuhan berarti membebaskan orang-orang yang selama ini mungkin terlilit utang dan tidak terus melilit mereka dengan utang-utang baru. Memberitakan tahun rahmat Tuhan berarti menolong mereka yang membutuhkan, menolong dalam pengertian yang sesungguhnya, yaitu membebaskan bukan membebani. Memberitakan tahun rahmat Tuhan berarti membimbing dan menunjukkan jalan keluar terbaik bagi mereka yang hampir kehilangan pegangan dan pengharapan, bukan sebaliknya memanfaatkan kekurangan, kelemahan, dan ketidakberdayaan mereka untuk kepentingan diri sendiri. Memberitakan tahun rahmat Tuhan berarti meringankan beban mereka yang tertindas, bukan sebaliknya menimpa mereka dengan beban baru seperti sebuah ungkapan: “sudah jatuh ketimpa tangga”.

Ini tidak mudah, tetapi orang-orang yang telah didiami oleh Roh Tuhan pasti mampu melakukannya.

Saturday, January 15, 2022

TUHAN adalah Kasih dan Setia – Yehowa Sebua Fa’omasi ba si lö Faröi (Mazmur 36:6-11)

Khotbah Minggu, 16 Januari 2022
Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo

6 Ya TUHAN, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan.
7 Keadilan-Mu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukum-Mu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.
8 Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu.
9 Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu.
10 Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang.
11 Lanjutkanlah kasih setia-Mu bagi orang yang mengenal Engkau, dan keadilan-Mu bagi orang yang tulus hati!

Untuk memahami dengan baik teks khotbah hari ini, penting untuk membaca seluruh pasal 36. Pada ayat 1-5, pemazmur (Daud) memperjelas situasi mereka yang menaikkan doa permohonan di tengah-tengah orang yang tak bertuhan, yang dia sebut sebagai orang fasik. Dalam diri orang fasik hanya ada dosa dan mereka tidak mengakui keberadaan Tuhan (ay. 1). Orang-orang fasik ini hanya berpusat pada diri mereka sendiri dan dikuasai oleh penipuan dan ketidakjujuran. Mereka bahkan merencanakan kejahatan sambil berbaring di tempat tidur mereka, ketika mereka harus tidur (ay. 2-4). Dengan demikian, pemazmur menyadari bahwa masih banyak orang yang melawan Allah dengan berbagai cara, dan umat TUHAN hidup di tengah-tengah orang fasik itu.

Ayat 6-10 mengungkapkan inti dari Mazmur ini, bahwa kasih setia TUHAN jauh melampaui kejahatan orang-orang fasik tersebut. Di dunia ini masih banyak orang yang hidup dalam kefasikan, tetapi umat TUHAN tetap dipelihara oleh cinta kasih TUHAN yang tak berkesudahan. Berbeda dengan penipuan dan kejahatan manusia, kasih setia Allah tinggi sampai ke awan, keadilan-Nya seperti gunung-gunung yang tinggi dan kokoh, hukum-Nya amat luas dan dalam seperti samudera raya. Dengan demikian, kefasikan manusia tidak ada apa-apanya di hadapan kasih setia, keadilan, dan hukum Allah. Rahmat Allah sungguh luar biasa, mengalahkan segala kejahatan, manusia bahkan hewan pun diselamatkan-Nya (ay. 7).

Kata-kata pemazmur yang terekspresikan pada ayat 6-10 ini merupakan kata-kata pujian dan kepercayaan pada kebijaksanaan dan kasih setia Allah yang begitu tinggi, luas, dan dalam, tidak hanya untuk manusia tetapi juga untuk hewan (ay. 7). Kata-kata ini menggambarkan TUHAN yang menakjubkan dan penuh dengan cinta yang teguh. TUHAN itu seperti burung yang menyediakan tempat berlindung untuk anak-anaknya (berlindung dalam naungan sayap TUHAN, ay. 7b), atau seperti tuan rumah yang menyediakan makanan dan minuman yang mengenyangkan (ay. 8). TUHAN adalah air yang memberikan kehidupan (ay. 10a), atau cahaya dalam dunia kegelapan (ay. 9), kontras dengan dunia yang sebelumnya dideskripsikan suram atau penuh kejahatan (ay. 1-4).

Pemazmur tidak berhenti pada keyakinan akan kasih setia TUHAN yang begitu menakjubkan, tetapi dia pun melanjutkan mazmurnya dengan doa memohon pertolongan TUHAN di ayat 10-12. Untuk dapat bertahan hidup di tengah-tengah generasi fasik dibutuhkan pertolongan TUHAN. kita yakin bahwa TUHAN tetap menyediakan pertolongan-Nya, tetapi penting juga untuk selalu menyampaikan doa mohon pertolongan TUHAN tersebut. TUHANlah yang melindungi orang yang percaya kepada-Nya, dan TUHAN juga yang akan “menghancurkan” orang-orang fasik.

Kita memiliki Tuhan yang luar biasa yang mengasihi semua makhluk di bumi, manusia dan non-manusia (ayat 6-10). Ini menjadi pegangan kita dalam menjalani hari-hari kita ke depan yang mungkin saja banyak diwarnai oleh tantangan dan masalah. Rasul Paulus menyatakan kayakinannya bahwa tidak ada satu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih Rm. 35, 38-39). Tuhan memiliki banyak keberanian dan belas kasihan yang meluas ke bangsa-bangsa di dunia dan bahkan untuk makhluk non-manusia (ay. 7-8). Jadi, kalau Tuhan di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Rm. 8:31).

Ada renungan khusus pada Mazmur ini, yaitu tentang kepedulian Allah kepada makhluk non-manusia. Pemeliharaan Tuhan terhadap hewan seharusnya mendorong kita untuk merawat bumi yang menopang kita. Kita dipanggil untuk menjaganya (Kej. 2:15), untuk menguasainya secara bertanggung jawab. Memelihara bumi adalah tugas ilahi yang harus dilaksanakan oleh manusia (Kej. 1:24-31; Mzm 8). Memelihara bumi berarti memelihara kelangsungan hidup manusia juga. Merefleksikan cinta Tuhan untuk makhluk non-manusia dapat mengingatkan kita bahwa manusia seringkali menipu dan mengabaikan sesama makhluk yang juga diciptakan oleh Allah. Kalau Allah sendiri begitu pedulu dan berkenan merawat kehidupan makhluk non-manusia, mengapa kita tidak?

Kita masih mengingat tema natal tahun 2021, dan bahkan masih ada yang merayakan natal tersebut sampai hari ini. Cinta kasih Kristus yang menggerakkan persaudaraan. Allah menciptakan langit dan bumi karena cinta kasih; Allah memelihara seluruh ciptaan-Nya karena cinta kasih; Allah menghukum manusia pun karena cinta kasih, sebab Dia tidak mau kalau manusia semakin terjerumus dalam dosa; Allah menyelamatkan manusia dengan mengutus anak-Nya yang tunggal ke dunia karena cinta kasih (Yoh. 3:16). Begitu tinggi, luas, dan dalam cinta kasih Tuhan bagi kita; cinta kasih itu pula yang membuat hidup kita terpelihara sampai hari ini. Maka, sudah sepatutnya kita pun mengasihi Allah dengan segenap hati, dan meneruskan cinta kasih itu kepada sesama dan seluruh makhluk.

Saturday, January 8, 2022

Yesus adalah Anak Allah – Yesu Ono Lowalangi: Apa Respons kita? (Lukas 3:15-17 + 21-22)

Khotbah Minggu, 09 Januari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias,
16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
17 Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.”
21 Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit
22 dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”


Setelah sekian lama umat Tuhan (Israel) menantikan kedatangan Mesias, muncullah Yohanes pembaptis. Dia adalah sosok yang sangat berani dan tegas, menyerukan pertobatan orang banyak. Ketika beberapa pihak bertanya kepadanya: “Apa yang harus kami perbuat?” (lih. Luk. 3:10, 12, 14a), dengan sangat tegas Yohanes meminta mereka untuk menghasilkan buah-buah pertobatan yang diwujudkan melalui keadilan dan kebenaran (lih. Luk. 3:11, 13, 14b). Dia tidak takut menegur raja wilayah Herodes karena berbagai kejahatannya (ay. 19), walaupun berakibat pada pemenjaraan (dan mungkin pembunuhan) dirinya. Tentu saja, seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes ini cukup mengejutkan banyak orang, sekaligus memunculkan harapan baru bagi mereka yang sedang mengharapkan kedatangan Mesias pada waktu itu (lih. Luk. 3:3-9). Secara eksplisit Lukas mencatat anggapan orang banyak itu terhadap Yohanes, “jangan-jangan orang ini adalah Mesias yang kita nantikan itu” (ay. 15).

Pada waktu itu, Mesias yang dinantikan adalah tokoh yang dipercaya dapat membebaskan mereka (secara politik) dari penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu, dan orang banyak tersebut mencoba mengaitkan tokoh Mesias dengan Yohanes pembaptis. Yohanes pembaptis mengetahui suasana hati orang banyak itu, dan dia pun segera memberikan klarifikasi. Dirinya bukanlah Mesias seperti yang mereka harapkan. Dengan penuh kerendahan hati, Yohanes pembaptis ini menegaskan bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibanding dengan Mesias yang sesungguhnya itu (ay. 16, 17). Mesias yang akan datang tersebut lebih berkuasa, membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api, di tangan-Nya sudah ada alat penampi (alat untuk membersihkan, sejenis nyiru) untuk memisahkan gandum dan jerami (ay. 16-17). Terakhir dan yang paling penting, Mesias yang diberitakan Yohanes itu adalah Yesus, yang ditandai dengan tahbisan atau pengurapan ilahi ketika Dia dibaptis: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (3:21-22). Kata-kata seperti dirumuskan pada ayat 22 ini biasanya hanya disampaikan pada waktu dan kepada orang yang diurapi oleh Allah menjadi tokoh penting sekelas raja atau imam besar. Sekarang, kalimat itu dialamatkan kepada Yesus, yang artinya sebuah penegasan ilahi bahwa Yesus adalah Mesias yang sesungguhnya, yaitu Mesias yang berasal dan mendapat legitimasi dari Allah sendiri. Oleh karena itu, orang banyak yang sudah cukup lama menanti dan berharap akan kedatangan Mesias, kini boleh bersukacita kembali, sebab Mesias itu telah datang. Berita tentang Mesias ini tentu sangat penting bagi pembaca awal Injil Lukas, memberi pengharapan dan kepastian tentang berita kerajaan Allah yang diberitakan oleh Yohanes pembaptis dan terutama dinyatakan oleh Yesus sendiri.

Pemberitaan tentang Mesias oleh Yohanes pembaptis seperti terungkap pada ay. 16-17, dan pengukuhan Yesus sebagai Mesias sebagaimana disebutkan pada ay. 21-22, memberi kepastian bagi kita bahwa Tuhan akan selalu datang tepat pada waktunya, dan penantian kita tidak pernah sia-sia. Berita ini seharusnya semakin mengokohkan harapan dan semangat kita untuk menjalani kehidupan yang sangat dinamis ini, termasuk dalam situasi kehidupan yang sepertinya sangat memprihatinkan. Tuhan selalu menyatakan diri-Nya bagi setiap orang yang berharap kepada-Nya, selalu menyatakan kuasa-Nya dengan berbagai cara yang seringkali jauh melebihi apa yang kita doakan dan pikirkan (bnd. Ef. 3:20). Tuhan selalu menyatakan diri-Nya dalam berbagai cara bahkan ketika kita sedang berada dalam situasi yang menyedihkan; Dia dapat menyatakan diri dalam berbagai cara bahkan ketika kita hampir tidak bisa bangkit dari keterpurukan.

Namun, pemberitaan tentang Mesias dan pengukuhan-Nya tersebut tidak sekadar memberikan pengharapan, semangat, dan kepastian bagi kita. Kedatangan-Nya juga sekaligus menegaskan bahwa kita harus rela dan siap untuk dibersihkan, tentu dengan berbagai konsekuensi. Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis, dan alat penampi di tangan Mesias, seharusnya mendorong kita untuk mengoreksi diri, memperbaiki tingkah laku, dan bertobat. Kita baru saja merayakan Natal, atau mungkin masih ada yang sedang merayakannya. Tema perayaan Natal kita sangat menarik: “Cinta kasih Kristus yang menggerakkan persaudaraan – Fa’omasi Keriso danedane wamalua fa’omasi ba dalifusö” (1 Ptr. 1:22). Tema ini memberi penekanan bahwa dalam menghadapi berbagai tekanan, cobaan, dan penderitaan, penting sekali untuk memelihara semangat persaudaraan dalam arti yang seluas-luasnya. Natal 2021 mengingatkan kita untuk saling mengasihi dengan segenap hati dalam kasih persaudaraan yang tulus dan ikhlas melalui tindakan belarasa. Tema ini masih relevan untuk dijalankan pada tahun 2022 ini. Tantangan global sehubungan dengan covid19 belum selesai, belum lagi berbagai persoalan yang kita alami masing-masing. Setiap keluarga, setiap komunitas, setiap jemaat, akan dapat menghadapi berbagai tantangan dan persoalan hidup tersebut dengan tetap memelihara semangat kasih persaudaraan. Artinya, kesulitan (seharusnya) mendorong kita untuk semakin saling mengasihi, sebab hanya dengan cinta kasih itu kita dapat menghadapi kesulitan. Itulah yang mestinya kita pelihara dan kembangkan pada tahun 2022 ini, dengan segenap hati hidup dalam kasih persaudaraan yang tulus satu terhadap yang lain. Demikianlah seharusnya kita merespons kedatangan Mesias, Anak Allah yang sesungguhnya.

Dalam menjalani tahun 2022, kita harus selalu berjalan dalam kebenaran dan keadilan sebagai buah-buah dari pertobatan yang diserukan dalam teks renungan kita pada hari ini. Berita tentang penyataan dan pengukuhan diri Mesias ini harus mendorong kita untuk mengoreksi diri, memperbaiki tingkah laku, dan bertobat. Kedatangan Mesias hanya akan bermakna apabila kita meresponsnya dengan buah-buah pertobatan, menjalankan kebenaran dan keadilan, hidup dalam kasih persaudaraan yang tulus, dan siap sedia untuk berbela-rasa dengan mereka yang berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Kalau cinta kasih Kristus telah mengakar dalam diri kita, maka: afökhö khöda zafökhö khö nawöda, omuso dödöda ba zomuso dödö nawöda.

1Yoh. 4:15
Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah - Na so zanehe, Ono Lowalangi Yesu, ba ba dödönia lö tebulö Lowalangi, ba ya’ia, ba lö tebulö ba khö Lowalangi.

Pengakuan yang paling hakiki bahwa Yesus adalah Anak Allah, tercermin dalam semangat dan hidup persaudaraan yang didorong dan berlandaskan ada cinta kasih Kristus.

Sunday, January 2, 2022

Megahkanlah TUHAN – Folakhömi Yehowa (Mazmur 147:12-20)

Khotbah Minggu, 2 Januari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

12 Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion!
13 Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu.
14 Ia memberikan kesejahteraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum yang terbaik.
15 Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari.
16 Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu.
17 Ia melemparkan air batu seperti pecahan-pecahan. Siapakah yang tahan berdiri menghadapi dingin-Nya?
18 Ia menyampaikan firman-Nya, lalu mencairkan semuanya, Ia meniupkan angin-Nya, maka air mengalir.
19 Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub, ketetapan-ketetapan-Nya dan hukum-hukum-Nya kepada Israel.
20 Ia tidak berbuat demikian kepada segala bangsa, dan hukum-hukum-Nya tidak mereka kenal. Haleluya!

Sejak kemarin, tanggal 1 Januari 2022, kita memasuki tahun yang baru, tahun 2022. Secara umum, kita bersukacita ketika memasuki tahun yang baru, ada perayaan-perayaan di berbagai tempat dalam berbagai cara. Sampai hari ini, kita masih bersukacita karena telah memasuki tahun baru, mungkin saja ada yang telah, sedang, dan akan mengunjungi sesamanya dalam rangka “perayaan tahun baru”, tentu saja dengan “berbagai menu”, mulai dari “menu ringan” hingga “menu berat”. Apa pun caranya, apa pun menunya, bahkan tanpa menu apa pun, kita bersukacita karena telah memasuki tahun yang baru 2022. Kita menyadari bahwa perjalanan waktu begitu cepat, tidak terasa hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun (bahkan generasi berganti generasi). Begitulah perjalanan kehidupan kita di dunia ini, seringkali tidak disadari bahwa semuanya berlalu begitu cepat.

Hal yang semestinya membuat kita tercengang adalah bahwa ternyata tahun 2022 ini merupakan tahun ketiga bagi kita menjalani masa-masa sulit karena pandemi covid19. Awal tahun 2020 yang lalu, ketika virus corona mulai melanda seluruh dunia, kita berpikir bahwa semuanya akan selesai dalam beberapa minggu saja, atau mungkin 3 bulan saja. Tetapi, waktu berjalan terus, dan ternyata sampai hari ini, virus corona belum teratasi, malah bermunculan varian-varian baru. Tahun 2000 merupakan tahun pertama dunia dilanda pandemi covid19, tahun 2021 merupakan tahun keduanya, dan tahun 2022 ini merupakan tahun ketiga. Dulu kita begitu kuatir ketika virus corona melanda dunia, bahkan kita sempat menghentikan kebaktian di gedung-gedung gereja dan tidak boleh bersalaman. Tetapi, tahun 2022 ini, kita memasuki tahun ketiga masa-masa sulit tersebut, dan kita masih hidup, dan sekarang sudah dapat beribadah di gedung gereja, sudah cukup bebas bertemu dan berkumpul, dan malah sudah mulai mengabaikan prokes (padahal itu tidak dianjurkan).

Agak sulit dipahami memang, sebab bagaimana mungkin kita bisa bertahan sampai tahun 2022 ini sementara dulu kita begitu kuatir dengan virus corona kalau tidak selesai dalam waktu cepat? Bagaimana mungkin kita masih hidup dan kembali menikmati kebebasan dalam keterbatasan hingga sekarang, padahal virus corona masih menghantui dunia? Selain itu, virus corona belum selesai, bencana lain muncul, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan secara khusus kemarin di Kota Gunungsitoli terjadi kebakaran hebat di pusat kota. Benar bahwa korban berjatuhan, banyak orang yang kehilangan tempat tinggal dan harta milik. Tetapi, bagaimana mungkin kehidupan kita di dunia ini masih terus berjalan sementara berbagai bencana terus menggempur kita? Bagaimana kita memahami semuanya ini?

Pemazmur menolong kita pada hari ini untuk memahami bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup ini, apa pun yang terjadi di dunia ini, apa pun peristiwa yang terjadi di alam semesta ini, tidak ada satu pun yang terlewatkan dalam pengamatan dan kedaulatan Allah. Benar bahwa kesulitan demi kesulitan terus melanda kehidupan kita, tetapi pada saat yang sama Allah tetap memelihara kita. Benar bahwa masa-masa sulit ini belum berakhir, tetapi melalui mazmur hari ini, kita semakin percaya bahwa Allah tetap memiliki berbagai cara untuk merawat umat-Nya, baik umat Israel dulu maupun kita pada saat ini. Itulah yang dilantunkan oleh pemazmur hari ini, bahwa berkat-berkat Allah tetap mengalir sekalipun umat-Nya berada dalam kesulitan, bahwa kasih setia Allah tetap melimpah atas umat-Nya sekalipun mereka mengalami masa sulit di negeri orang bahkan di negeri mereka sendiri. Itu juga yang kita alami saat ini, bahwa Allah selalu menolong sekalipun masa pagebluk ini belum berakhir.

Dengan kata lain, pemazmur hendak memunculkan optimisme baru di tengah-tengah situasi yang tidak menyenangkan, bahwa sebenarnya Tuhan begitu memperhatikan bumi ini, apalagi umat yang dikasihi-Nya. Pemazmur hendak mengajak kita untuk menyadari bahwa Tuhan begitu perhatian kepada kita apa pun situasi yang sedang kita alami saat ini. Itulah yang dituturkan oleh pemazmur hari ini, mengajak umat Tuhan melihat situasi yang sedang terjadi dari perspektif yang berbeda, perspektif yang lebih positif dan jernih. Secara tersirat dinyatakan bahwa Allah sesungguhnya telah dan terus memperkuat Yerusalem, memberikan perdamaian di perbatasan Israel, dan secara umum menyediakan lingkungan yang hangat dan aman bagi umat-Nya. Allah mencukupi segala kebutuhan umat-Nya dan menyatakan kuasa-Nya dalam berbagai cara. Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa Allah menyatakan ketetapan dan hukum-hukum-Nya kepada umat-Nya, dan itu merupakan suatu keberuntungan. Mengapa? Karena melalui ketetapan dan hukum-hukum tersebut, umat Tuhan mengetahui bahwa sesungguhnya Allah memperlakukan mereka dengan sangat baik.

Oleh sebab itu, pemazmur mengajak kita pada hari ini untuk memuji TUHAN, memegahkan TUHAN, oleh karena kasih penyertaan dan kemuliaan-Nya yang tak terselami oleh pikiran manusia. Allah dimegahkan karena Dia mendatangkan rasa damai, tenteram, dan aman pada saat dunia sedang tidak baik-baik. Allah dimegahkan karena Dia mencukupkan segala kebutuhan kita justru pada saat dunia sedang berada dalam masa krisis yang hebat. Allah dimegahkan karena Dia memelihara umat-Nya ketika kesulitan demi kesulitan terus melanda kehidupan kita. Allah dimegahkan karena Dia tetap menyatakan kasih dan hukum-Nya kepada kita justru pada saat dunia ini semakin menjauh dari kehendak Tuhan. Perkerjaan Tuhan sungguh mengagumkan, oleh sebab itu “megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion!” (ay. 12). Ekspresi pujian dan kekaguman ini dapat dikembangkan lebih lanjut, misalnya: “megahkan TUHAN, hai jemaat Alo’oa, pujilah Allahmu, hai umat TUHAN”.

Ajakan pemazmur untuk memuji dan memegahkan TUHAN sekaligus ajakan bagi kita untuk tetap optimis menghadapi berbagai situasi yang akan kita jalani pada tahun 2022 ini ke depan. Hal ini tidak berarti bahwa masalah sudah selesai, atau bahwa pandemi covid19 dan berbagai bencana lainnya tidak akan ada lagi pada tahun 2022 ini, atau bahwa masa-masa sulit sudah berakhir. Yesus sendiri tidak pernah menjanjikan hal yang seperti itu, Yesus tidak pernah berjanji bahwa dengan mengikut Dia masalah otomatis berakhir. Tuhan berjanji bahwa Dia akan selalu menyediakan pertolongan pada waktunya. Janji itulah yang kita pegang dan kita yakini pasti digenapi oleh Tuhan. Oleh sebab itu, “Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion!”

Mazmur 147:1
Haleluya! Misuno Yehowa, me si sökhi wanunö andrö khö Lowalangida, me omasiö; sinangea wanunö andrö!
Haleluya! Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...