Sunday, March 27, 2016

Dia Mati, Dikuburkan, dan Bangkit (Yohanes 19:38-42)



 Komentar atas Yohanes 19:38-42
Oleh. Pdt. Alokasih Gulo, M.Si

Ay. 38-40

19:38 Sesudah itu Yusuf dari Arimatea--ia murid Yesus, tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi--meminta kepada Pilatus, supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu.
19:39 Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya.
19:40 Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat.

Pada ayat-ayat ini diungkapkan dua orang yang secara sembunyi-sembunyi menjadi murid Yesus, yaitu Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Siapakah kedua orang ini?
Ø  Yusuf ini merupakan murid Yesus yang kaya (Mat. 27:57), anggota Majelis Besar (Mahkamah Agama) yang terkemuka yang menanti-nantikan Kerajaan Allah (Mark. 15:43), seorang yang baik dan benar yang berasal dari kota Arimatea, sebuah kota Yahudi (Luk. 23:50-51).
Ø  Nikodemus adalah salah seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi (Yoh.3:1), yang pada waktu itu kaum Farisi tidak mau menerima kehadiran dan pengajaran Tuhan Yesus. Nikodemus ini pernah berdiskusi dengan Yesus pada suatu malam, yang barangkali telah membuka pikirannya tentang siapakah Yesus itu sebenarnya (Yoh.3:1 dab) Nikodemus ini juga pernah memberanikan diri membela Yesus yang disudutkan oleh rekan-rekannya (Yoh. 7:50-51).
Mengapa mereka sembunyi-sembunyi menjadi murid Yesus padahal keduanya orang terkemuka? Karena mereka juga takut dikucilkan dari majelis di mana mereka menjadi anggotanya. Walaupun demikian hal itu tidak menyurutkan keinginan mereka untuk berbuat sesuatu yang terbaik bagi Yesus yang telah mati. Peranan mereka ini sangat penting, khususnya nanti menyangkut ayat 41, yang membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati dan dikuburkan, dan tidak digantikan oleh siapapun sebagaimana klaim orang-orang tertentu. Hal yang menarik lagi di sini adalah bahwa rupanya tidak semua kaum Farisi itu atau orang Yahudi itu berhati jahat terhadap Yesus, masih ada yang percaya kepada-Nya. Dengan demikian kita terhindar dari sebuah klaim atau generalisasi yang mengatakan bahwa Yahudi (orang Farisi) benci kepada Yesus.

Sesudah Yesus menyerahkan nyawa-Nya (19:30 dab) Yusuf dari Arimatea mau berbuat sesuatu bagi Yesus itu untuk membuktikan cintanya kepada-Nya walaupun sembunyi-sembunyi. Ia datang kepada Pilatus, sang eksekutor Yesus, dan memohon agar dia diperbolehkan menurunkan (dan menguburkan) mayat Yesus. Menurunkan mayat Yesus ini sangatlah penting, sebab sebentar lagi hari sabat akan tiba, dan mayat-mayat tidak boleh tergantung di salib pada hari sabat itu (19:31). Dan Yusuf tahu akan hal ini, dan karena tidak ada yang (berani) peduli, maka ia memberanikan diri untuk itu (lih. Mrk. 15:43).

Narasi ini juga menegaskan kepada kita bahwa Yesus benar-benar mati, Dia punya mayat (jenazah), dan mayat itulah yang diturunkan (diambil) oleh Yusuf untuk selanjutnya dikuburkan. Tubuh (the body: versi King James) atau mayat/jenazah itu adalah mayat Yesus, dan bukan mayat orang lain, bukan mayat siluman. Yesus benar-benar mati, dan bukan mati suri.

Bukan hanya Yusuf yang ada pada waktu itu, ada lagi orang lain dari kelompok Farisi yang turut menyaksikan penurunan mayat Yesus, yaitu Nikodemus. Kedua orang ini mewakili kaum atau kelompoknya masing-masing yang secara organisatoris menolak Yesus. Menarik sekali berita ini, yaitu bahwa bukan murid-murid yang secara terang-terangan mengikuti Yesus yang menurunkan dan menguburkan mayat-Nya itu, dan bukan juga orang-orang yang secara tegas menolak-Nya. Keduanya pada satu sisi (mulai?) percaya pada Yesus, tetapi pada sisi lain mereka harus mempertimbangkan kaumnya masing-masing dengan opini umum Yesus tidak berasal dari Allah. Tidak tertutup kemungkinan bahwa kedua orang ini berada dalam posisi yang dilematis, dan karenanya mau membuktikan apakah yang mati itu Yesus ataukah orang lain yang menyerupai Yesus. Dan keduanya ternyata membuktikan bahwa yang mati itu adalah Yesus, sehingga selanjutnya mereka mengurus mayat Tuhan sampai penguburan-Nya.

Dari narasi ini ditegaskan pula bahwa Nikodemus yang dimaksud adalah Nikodemus yang sama yang pernah datang kepada Yesus dan berdialog dengan-Nya pada suatu malam (Yoh. 3:1 dab), dia bukanlah Nikodemus yang lain. Dia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya. Minyak mur ini merupakan minyak urapan yang kudus, baunya sangat harum, demikian juga minyak gaharu. Kedua-duanya biasa digunakan sebagai wangi-wangian untuk tempat tidur dan pakaian. Keduanya juga sering dipakai pada waktu penguburan (lih. Mzm. 45:9). Jadi, Nikodemus mengikuti tradisi penguburan di dunia Timur Tengah pada waktu itu. Yusuf dan Nikodemus menguburkan Yesus dengan terlebih dahulu melaksanakan kebiasaan atau tradisi Yahudi terhadap orang mati pada saat penguburannya. Dikatakan bahwa mereka mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah. Tindakan-tindakan ini menunjukkan bahwa Yesus benar-benar mati, dan karenanya tradisi penguburan harus dilakukan pada-Nya.

Ay. 41

19:41 Dekat tempat di mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang.

Tidak jauh dari tempat penyaliban-Nya itu Yesus dikuburkan. Ia dikuburkan dalam sebuah taman yang di dalamnya ada suatu kubur baru. Hal yang menarik pada ayat ini adalah perkataan “di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang”. Tidak ada orang lain sebelumnya yang pernah dikuburkan di makam itu, jadi Yesus adalah satu-satunya orang yang pertama dikuburkan di dalamnya. Apa maksud dari perkataan ini? Tidak lain adalah untuk membuktikan bahwa Yesus benar-benar sudah mati, dan nantinya bangkit dari antara orang mati. Yang mati dan dikuburkan di makam itu bukanlah orang lain, dan yang bangkit itu bukan juga orang lain, melainkan TUHAN YESUS. Pada satu sisi narasi ini mau membuktikan kebenaran “peristiwa Yesus”, khususnya kematian dan kebangkitan-Nya nanti, dan pada sisi lain narasi ini juga hendak membantah ajaran sesat yang mengatakan bahwa Yesus tidak mati, dan karenanya juga tidak bangkit; yang mati dan bangkit itu adalah orang lain, jadi berita kematian dan kebangkitan Yesus adalah bohong. Dengan demikian “peristiwa Yesus” adalah suatu kebenaran ilahi yang sejati. Tidak perlu ada keraguan akan hal ini, sebab Dialah satu-satunya orang yang dikuburkan di makam itu.

Ay. 42

19:42 Karena hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ.

Dikatakan bahwa hari itu (hari kematian Yesus) merupakan hari persiapan orang Yahudi, maksudnya persiapan untuk hari sabat. Pada hari sabat tidak boleh ada mayat yang masih tergantung di salib, mau tidak mau harus segera dikuburkan. Hal ini turut memaksa Yusuf dan Nikodemus untuk menguburkan Yesus sesegera mungkin. Pada sisi lain tidak ada kesulitan berat untuk menguburkan Yesus, hari sabat mulai pukul 06.00 petang di mana tidak boleh melakukan sesuatu pekerjaan apapun. Kubur Yesus tidak jauh letaknya dari tempat penyaliban-Nya, sehingga tidak banyak waktu yang diperlukan untuk membawa mayat-Nya itu ke makam untuk selanjutnya dikuburkan. Jadi, sebelum hari sabat tiba pekerjaan penguburan Yesus telah selesai.

Narasi Yohanes tentang penguburan Yesus ini benar-benar membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati, dikuburkan dan bangkit dari antara orang mati. Tidak ada seorang pun yang bisa membelokkan kebenaran peristiwa ini, karenanya setiap orang patut percaya kepada-Nya.

Jangan Takut (Matius 27:62-66)



Renungan Sabtu Sunyi STT BNKP Sundermann
Oleh. Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]



27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus,
27:63 dan mereka berkata: “Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.
27:64 Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama.”
27:65 Kata Pilatus kepada mereka: “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya.”
27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.


Dunia kita saat ini penuh dengan penderitaan dan kematian. Iman kita kepada Yesus membawa kita ke berbagai tempat dan situasi dimana penderitaan yang mendalam muncul di berbagi belahan dunia kita - anak-anak yang diambil untuk menjadi tentara di Afrika; korban perang di Afghanistan, Irak, Suriah; keluarga yang berduka karena kehilangan anak-anak mereka, kehilangan suami dan istri, kehilangan ibu dan ayah, oleh karena pengeboman teroris (terakhir di Belgia); di berbagai tempat banyak orang dengan usia muda ditembak mati di jalan atau di kamp-kamp tahanan di perbatasan; orang-orang miskin atau para pengungsi pergi tanpa makanan atau pun perawatan medis, tanpa pekerjaan ... tanpa harapan masa depan yang jelas. Sulit untuk dipercaya memang, dan kita kadang-kadang berharap supaya rasa sakit itu tidak ada sama sekali, paling tidak jangan sampai “menyentuh” hidup kita.

Sdra/i, orang-orang Kristen generasi pertama pernah mengalami situasi hidup yang serba sulit, antara keputusasaan karena kematian Yesus dan nubuat bahwa Ia akan bangkit; tetapi ini belum terlalu pasti, masih samar-samar; mereka sangat tertekan dan menderita. Penderitaan dan kematian memang masih membutuhkan penjelasan; kegelapan makam (tanpa lampu hias, dan malah dijaga oleh para prajurit bayaran) dan kekosongan hati kita masih terus menggoncang iman kita kepada Tuhan.

Bacaan Alkitab kita pada malam ini mengingatkan kita untuk kembali berharap. Kisah para murid pasca Yesus mati mengingatkan kita tentang “siapa kita” dan “siapa Allah”. Kita belajar dari mereka untuk senantiasa memiliki pengharapan yang teruji sekali pun para penguasa sedang “menginteli” mereka, pengharapan yang lahir dari pengalaman empiris (bukan pengalaman buatan, bukan tampilan wajah puasa yang dibuat-buat), pengalaman ril kita tentang tindakan Allah dalam sejarah. Kita memiliki Allah yang menciptakan dunia yang pada mulanya “amat baik”. Kita memiliki Allah yang selalu bertindak di saat-saat kita hampir kehilangan pegangan dan harapan hidup. Kita memiliki Allah yang memilih membebaskan budak rendahan di Mesir dan mendorong mereka untuk bergerak maju bahkan ketika tidak ada jalan keluar untuk melewati laut Teberau. Kita memiliki Allah yang tetap setia, tidak pernah meninggalkan kita, dan tidak pernah menunda pertolongan-Nya. Pada saat ini, sebagaimana kita berdiri/duduk terdiam di depan kuburan Tuhan, Allah meminta kita untuk mengingat dan berharap, bahwa banyak hal dalam hidup ini tidak selalu seperti yang kelihatan di permukaan.

Ketika Yesus dikuburkan di makam pada hari Jumat Agung, asumsi mereka semua yang hadir pada waktu itu – mulai dari pengikut-Nya yang paling setia hingga lawan-lawan yang mengatur kematian-Nya – adalah bahwa penguburan-Nya ini adalah akhir dari semua kisah Yesus. Para murid bersembunyi, berserakan dan takut, bertanya-tanya bagaimana kini nasib Guru Agung mereka dan apakah Dia juga menantikan mereka sama seperti mereka menantikan Dia. Lawan-lawan Yesus juga sedang bersiap-siap pulang dan kembali pada kesibukan mereka masing-masing seperti biasanya, mereka merasa aman dalam keyakinan mereka bahwa ancaman terhadap kekuasaan mereka telah dieliminasi/disingkirkan. Tetapi dunia akan segera terbalik. Esok hari, setelah penantian dalam keheningan/kesunyian yang amat dalam itu, “more than silent night”, orang-orang percaya mendapatkan berita yang menggoncang dunia, yaitu Tuhan telah bangkit. Jadi, janganlah takut dengan kesemrawutan dunia ini, sebab penantian kita tidak akan berakhir sia-sia.


[1] Renungan Ibadah Sabtu Sunyi STT BNKP Sundermann, 26/03/2016

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...