Saturday, April 17, 2021

Kasih Setia Allah yang Tak Berkesudahan (Mazmur 106:1-5)

Bahan Khotbah Minggu, 18 April 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1 Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
2 Siapakah yang dapat memberitahukan keperkasaan TUHAN, memperdengarkan segala pujian kepada-Nya?
3 Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu!
4 Ingatlah aku, ya TUHAN, demi kemurahan terhadap umat-Mu, perhatikanlah aku, demi keselamatan dari pada-Mu,
5 supaya aku melihat kebaikan pada orang-orang pilihan-Mu, supaya aku bersukacita dalam sukacita umat-Mu, dan supaya aku bermegah bersama-sama milik-Mu sendiri.


Kita tidak tahu pasti penulis Mazmur 106 ini, tidak ada informasi yang secara eksplisit menyebut penulisnya. Mazmur 106 ini dapat diklasifikasikan sebagai mazmur pembacaan sejarah Israel, sama seperti Mazmur 78, 105, 135, dan 136. Secara khusus, Mazmur 105 dan 106 berdiri berdampingan, sering dianggap sebagai “mazmur kembar” (Walther Zimmerli). Kedua Mazmur ini menceritakan kisah Israel, tentang narasi eksodus dan perjanjian berikutnya dengan TUHAN. Namun demikian, kedua narasi tersebut menghadirkan versi yang kontras dari hubungan Israel dengan TUHAN. Dalam Mazmur 105, sejarah Israel terdiri dari serangkaian kemenangan yang tiada henti; sedangkan dalam Mazmur 106, sejarah yang sama terdiri dari episode-episode ketidaktaatan Israel yang berulang. Karena perspektif mereka yang berbeda tentang sejarah Israel, tampaknya masuk akal untuk berasumsi bahwa kedua mazmur membahas dua konteks yang berbeda. Mazmur 105 menyerukan perayaan, sedangkan Mazmur 106, walaupun diawali dengan ajakan pujian, tetapi bagian besarnya menuntut pengakuan dan pertobatan.

Menurut pemazmur, kita harus memuliakan Tuhan dengan membuat pengakuan, tidak hanya tentang kebaikan-Nya tetapi juga tentang keburukan kita sendiri. Kejahatan kita membuat kebaikan-Nya tampak lebih termasyhur. Mengapa? Karena kebaikan TUHAN menunjukkan betapa kita semakin buruk dan memalukan. Mazmur sebelumnya (Mzm. 105) adalah sejarah kebaikan Allah bagi Israel, sedangkan Mazmur ini (Mzm. 106) adalah sejarah pemberontakan manusia. Namun demikian, mazmur ini dimulai (ay. 1) dan diakhiri (ay. 48) dengan Haleluya, sebab dalam kesedihan karena dosa sekalipun tetap penting bagi kita untuk memuji Tuhan.

Teks khotbah hari ini berfokus pada ajakan untuk menaikkan hormat dan pujian kepada TUHAN (ay. 1-2), penghiburan kepada orang-orang yang taat pada hukum TUHAN (ay. 3), dan kerinduan akan perkenanan TUHAN (ay. 4-5). Tentu saja, teks ini mesti dipahami sebagai satu kesatuan dari ayat 1 hingga ayat 48. Penting bagi kita untuk menyanyikan mazmur ini, bahwa, dengan mengingat dosa-dosa kita, kita boleh saja direndahkan di hadapan Tuhan, tetapi kita tidak akan putus asa sebab kasih setia Tuhan tidak pernah berkesudahan. Atas dasar itulah pemazmur mengajak kita untuk menaikkan pujian kepada TUHAN.

Di sini, kita diajarkan untuk mengucap syukur kepada TUHAN atas segala kebaikan dan kasih setia-Nya. Hanya oleh karena kebaikan dan kasih setia Tuhan itulah kita dapat bertahan hidup walaupun diri kita penuh dengan dosa. Dalam keberdosaan manusia, kita tetap perlu mengakui kebaikan, kasih setia, dan keperkasaan Tuhan. Benar bahwa Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa, tetapi kebaikan, kasih setia, dan keperkasaan-Nya jauh lebih besar daripada dosa-dosa kita. Ini tidak berarti bahwa kita boleh tetap hidup dalam dosa; menurut pemazmur, yang berbahagia adalah mereka yang berpegang pada hukum Tuhan, mereka yang melakukan keadilan di segala waktu (ay. 3).

Akhirnya, pemazmur mengekspresikan kerinduannya akan kemurahan dan keselamatan yang dari Tuhan. Ekspresi ini merupakan pengakuan akan keberdosaan manusia (yang nantinya disebutkan secara eksplisit mulai ayat 6), yang sejak nenek moyang telah berbuat dosa. Dalam situasi seperti itulah manusia amat membutuhkan kemurahan dan keselamatan yang dari Tuhan, kalau tidak kita akan binasa. Manusia mestinya malu dengan dosa-dosanya, dan hanya dapat bersukacita apabila telah mendapatkan kebaikan dan kemurahan Tuhan. Sekali lagi, mazmur ini merupakan pengakuan akan kebaikan Tuhan pada satu sisi, dan pada sisi lain pengakuan akan keberdosaan manusia. Kedua sisi tersebut sebenarnya tidak mungkin menyatu; tetapi kasih setia Tuhan, kemurahan hati-Nya yang tidak berkesudahan, memungkinkan kita (yang berdosa) dapat menghadap hadirat-Nya, dan kini kita dapat melantunkan pujian hormat dan kemuliaan bagi-Nya.

Hari ini, pemazmur mengajak kita untuk memuliakan Tuhan dengan membuat pengakuan: (1) pengakuan tentang kebaikan, kasih setia, dan kemurahan-Nya, serta (2) pengakuan tentang keburukan atau keberdosaan kita sendiri. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memuji dan memuliakan Tuhan, orang percaya akan meng-amin-kan itu. Setiap orang pasti pernah merasakan kasih setia Tuhan. Kasih setia Tuhan dapat mewujud dalam berbagai bentuk dan cara. Silakan setiap orang merenungkannya, dengan bertanya: apa saja kebaikan Tuhan yang telah saya terima sampai saat ini? Pengalaman setiap orang tentu berbeda, tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa kita dapat hidup sampai saat ini karena kasih setia Tuhan, walaupun kita sedang berada dalam situasi yang cukup sulit karena pandemi Covid-19. Kita memuji Tuhan karena kasih setia-Nya yang tidak pernah berkesudahan: kita telah merasakannya, kita sedang menikmatinya, dan kita akan terus menerimanya.

Pada sisi lain, kita pun mengaku, bahwa walaupun kasih setia Tuhan tidak pernah berkesudahan, tetapi kita seringkali memberontak, hidup menurut keinginannya masing-masing, hidup dalam lumpur dosa. Sebagai orang percaya, kita pun mengaku bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari dosa, sebab menurut Paulus “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). Silakan masing-masing merenungkannya: apa saja dosa yang telah saya lakukan sampai saat ini? Kita tidak perlu membela diri di hadapan Tuhan, kita pun tidak perlu mencari-cari alasan untuk membenarkan diri, toh semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Akui saja, sebab dengan mengaku kita akan diampuni. Yohanes menegaskan bahwa “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1Yoh. 1:9).

Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur dan memuliakan Tuhan. Tidak ada alasan juga bagi kita untuk tidak mengaku dosa kita. Namun demikian, pesan penting bagi kita pada hari ini adalah bahwa orang percaya jangan pernah berhenti bersyukur dan memuliakan Tuhan, bahkan dalam keberdosaan kita pun, kita tetap penting memuji Tuhan. Kasih setia Tuhan tidak pernah dapat dihentikan oleh si-apa pun; dosa-dosa kita pun tidak akan mampu menghentikan kasih setia Tuhan itu. Oleh sebab itu, tetaplah bersyukur kepada Tuhan, tetaplah muliakan nama-Nya, ceritakanlah segala kebaikan dan keperkasaan-Nya.

--- selamat berefleksi ---




Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...