Monday, December 24, 2018

Natal: Merayakan Kehadiran Allah yang Mengubah Kemustahilan menjadi Kemungkinan yang Ajaib (Lukas 1:26-38)


Bahan Khotbah Natal (Malam Kudus), 25 Desember 2018
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 
1:26  Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,
1:27  kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.
1:28  Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.
1:29  Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.
1:30  Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
1:31  Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
1:32  Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
1:33  dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
1:34  Kata Maria kepada malaikat itu: Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?
1:35  Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
1:36  Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
1:37  Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Jalinan cerita-cerita tentang kelahiran Yohanes (anak Elisabet dan Zakharia) membuka jalan masuk ke dalam kisah kelahiran Yesus (anak Maria dan Yusuf). Lukas adalah satu-satunya Injil yang menghubungkan kehidupan Yohanes dan Yesus sedemikian dekat, mengidentifikasi Elisabet dan Maria sebagai kerabat (1:36). Elisabet melahirkan Yohanes di usia tuanya, sedangkan Maria melahirkan Yesus pada masa mudanya.

Maria mungkin berusia sekitar 14 hingga 16 tahun ketika ia melahirkan Yesus. Ini adalah usia yang sangat umum bagi wanita muda untuk bertunangan dan menikah pada zaman Alkitab. Jadi putra Allah adalah putra seorang ibu yang masih remaja. Yusuf mungkin sedikit lebih tua, sekitar 30 tahun. Yusuf dan Maria adalah pasangan yang sangat biasa di Israel pada waktu itu. Mereka mungkin sangat miskin. Yusuf adalah seorang tukang kayu dan pekerjaan ini dilihat oleh beberapa pemimpin agama lebih sebagai tugas agama daripada profesi. Yusuf dan Maria sebenarnya adalah keturunan bangsawan, keturunan Raja Daud dari Israel, tetapi pada saat itu keluarganya dan negara Israelberada dalam posisi yang sulit, negara miskin pada waktu itu.

Nazaret, kota tempat mereka berdua tinggal, adalah kota perbukitan kecil di Israel. Kota itu juga memiliki pusat bagi para imam kuil, di mana mereka dapat datang dan berdoa dan berpuasa ketika mereka tidak bertugas di bait suci. Jadi, banyak orang akan bepergian dan mengunjungi kota seperti Nazaret. Di bawah hukum Yahudi, pertunangan seperti Yusuf dan Maria diperlakukan hampir seperti pernikahan dan hanya bisa dipatahkan oleh perceraian resmi. Jadi, tidak ada yang salah dengan hubungan (pertunangan) mereka pada waktu itu, walaupun Maria hamil dan melahirkan Yesus, berbeda dengan konteks kita saat ini, ikatan pertunangan masih bisa putus begitu saja, dan tidak boleh ada hubungan seperti suami istri selama pertunangan itu. Jelas beda, makanya kita jangan melihat hubungan dan ikatan pertunangan Yusuf-Maria dengan kacamata konteks kita saat ini, jelas tidak sinkron.

Di awal teks renungan kita hari ini disebutkan bahwa pada bulan keenam kehamilan Elisabet, malaikat Gabriel dikirim oleh Allah “kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria” (1:26-27). Malaikat Gabriel yang mengunjungi Maria, adalah malaikat pembawa pesan Tuhan dan hanya tampak bagi orang-orang yang sangat penting dalam Alkitab. Maria menerima kata-kata Gabriel dengan terkejut: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau. Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu” (1:28-29). Kepada seorang gadis muda yang bertunangan dengan Yusuf, datanglah kata-kata penghiburan dan janji: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus(1:30-31).

Nama “Yesussendiri memiliki arti khusus baginya dan bagi semua orang Israel, karena berasal dari kata Ibrani “Jeshua” yang berarti “penyelamat”, menandakan janji datangnya orang yang menyelamatkan umat Allah. Maria tidak hanya akan mengandung anak dengan cara yang belum pernah terdengar sebelumnya, tetapi anak itu akan memainkan peran khusus dalam keselamatan semua umat Allah. Dengarkan pesan para malaikat: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk. 2:11).

Pernyataan tentang siapa dan seperti apa Yesus dalam teks ini menjadi salah satu pesan yang paling agung bahkan dalam seluruh kitab suci: “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (1:32-33). Di dalam Yesus, penggenapan zaman telah datang. Mesias yang begitu dinanti-nantikan dalam sejarah umat Allah, menyatukan pemerintahan Daud (yang sudah terpecah), dan janji hidup bagi keluarga Yakub / Israel. Karena itu, tidak mengherankan jika Maria bertanya keheranan: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami? (1:34). Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (1:35).

Maria sangat terkejut dengan Gabriel yang mengatakan bahwa Roh Kudus akan turun atas dirnya, karena dalam cerita-cerita Yahudi kuno, hanya orang-orang yang sangat penting yang dinaungioleh Roh Kudus. Dia mungkin tidak percaya bahwa hal itu akan terjadi, sebab dia masih sangat muda, secara sosial-ekonomi posisinya tidak patut dibanggakan, dia bukanlah orang penting pada zamannya. Itulah sebabnya Gabriel memberitakan kepadanya bahwa sepupunya Elisabet yang sudah tua itu pun sedang mengandung bayi laki-laki karena pekerjaan dan kuasa Roh Allah (1:36). Lalu, dia pergi menemui sepupunya Elisabet itu, hendak memastikan apakah berita itu benar (Luk. 1:39-40).

Kunci interpretatif untuk memahami dua pasal pertama Injil Lukas hadir dalam pesan malaikat: “Sebab bagi Allah, tidak ada yang mustahil” (1:37). Sebelumnya ada kisah tentang Zakharia-Elisabet-Yohanes (1:5-25), bacaan hari ini adalah kisah tentang Maria (1:26-38), dan seterusnya adalah tentang orang-orang beriman, dimana Allah terus menerus menyatakan keajaiban-Nya. Tema ini berlanjut di sepanjang seluruh kitab Injil Lukas hingga penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus Kristus - tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tanggapan terakhir Maria dalam teks ini mengungkapkan iman seorang ibu muda kepada Allah: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (1:38).

Jadi, dua pasal pertama dari Injil Lukas termasuk beberapa puisi yang paling indah di dalamnya, menyatakan kehadiran Allah dalam kehidupan umat-Nya, kehadiran yang membuat kemustahilan menjadi kemungkinan yang luar biasa, kemungkinan yang tidak mungkin dilakukan dan tidak mungkin dipahami sepenuhnya oleh manusia. Itulah makna Natal, Allah hadir dalam kehidupan umat-Nya, hadir bagi masyarakat biasa, hadir bagi rakyat kecil, hadir bagi siapa pun yang Dia kehendaki, dan kehadiran-Nya itu mengubah kemustahilan menjadi sesuatu yang mendatangkan sukacita bagi umat manusia.

Malam ini kita merayakan Natal, merayakan kelahiran Juruselamat kita, Yesus Kristus. Perayaan Natal tidak sekadar acara dan ibadah formalitas, tidak juga sekadar pernak-pernik Natal yang kadang-kadang memenuhi gedung gereja dan rumah-rumah kita. Perayaan Natal adalah perayaan kehadiran Allah dalam kehidupan umat manusia, perayaan kehadiran Allah di dunia yang semakin heboh dan aneh ini, perayaan kehadiran Allah di tengah-tengah kegalauan kita menghadapi kehidupan yang “turun-naik” ini, perayaan kehadiran Allah bagi orang-orang yang selama ini tidak diperhitungkan dalam masyarakat kita. Jadi, jangan sampai kehilangan sukacita perayaan kehadiran Allah itu hanya karena berbagai situasi kita saat ini yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Allah hadir, entah hujan atau panas, entah miskin atau kaya, entah lapar atau kenyang, entah kecil atau besar, …, dan kehadiran-Nya itu menjadi sumber sukacita bagi kita semua. Jadi, marilah kita merayakan kehadiran Allah yang mengubah kemustahilan menjadi kemungkinan yang ajaib.

Saat ini kita tdk bisa melihat kehadiran Allah secara fisik seperti ketika Yesus lahir lebih 2000 tahun yg lalu. Namun, Allah hadir melalui hikmat-Nya, dan hikmat Allah itulah yg kita rayakan dan yg kita hayati sampai saat ini.

Yang kedua, merayakan kehadiran Allah hanya bisa dilakukan dan dinikmati oleh orang-orang yang memiliki hikmat Allah. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki hikmat Allah akan mengolok-olok berita kelahiran Yesus Kristus, akan menyepelekan berita Natal, bahkan ada yang mengkafir-kafirkan peristiwa Natal. Jadi, milikilah hikmat Allah supaya mampu merayakan kehadiran Allah dengan penuh sukacita.

Natal: Merayakan Kedekatan dan Penyertaan Allah bagi Umat-Nya (Matius 1:18-25)


Bahan Khotbah Natal I, 25 Desember 2018
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1:18  Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.
1:19  Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.
1:20  Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.
1:21  Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”
1:22  Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
1:23 “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” --yang berarti: Allah menyertai kita.
1:24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,
1:25  tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Krisis seputar Kehamilan Maria dan Tanggapan Yusuf (1:18-19)
Matius memulai bagian ini dengan memberitahukan pembacanya tentang relasi antara Yusuf dan Maria sebagai satu pasangan “suami-isteri”. Mereka sudah bertunangan. Pertunangan mereka berbeda dengan zaman kita sekarang ini dalam beberapa aspek. Keluargalah yang biasa memilih pasangan hidup bagi anak-anak mereka. Ikatan pasangan itu pun kuat dan ada komitmen bahwa mereka dipisahkan hanya karena kematian atau perceraian saja. Mereka bahkan sudah boleh disebut sebagai pasangan suami-isteri. Di bawah pemerintahan kaisar Augustus, ada ketetapan umur bagi pasangan yang bertunangan, paling tidak berumur 10 tahun. Gadis-gadis Yahudi sering kali ditunangkan sebelum berumur 12,5 tahun. Ada tiga pertimbangan keluarga. Ayah pengantin perempuan dapat segera menerima “pembayaran” ketika anak gadisnya telah memasuki masa remaja/pubertas, sementara sang suami boleh mendapatkan pelayanan tunangannya walaupun mereka masih belum tinggal bersama, dan ayah sang gadis dapat dengan mudah menjamin keperawanan anak gadisnya. Sang suami juga pada umur belasan tahunnya ini, menggunakan waktu yang ada untuk belajar perdagangan dan menyimpan uang bagi keluarganya. Diperkirakan umur Maria pada waktu itu sekitar 14 ke 16 tahun, sedangkan Yusuf mungkin sudah mencapai 30 tahun. Tetapi ini hanya perkiraan saja.

Khasnya, keluarga terkait memberikan tiga pemberian. Jika mereka mengikuti adat kebiasaan khas setempat, maka, pertama, keluarga Yusuf memberikan apa yang disebut “pembayaran” kepada keluarga Maria. Kita jangan berpikir bahwa ini merupakan pembelian Maria, tetapi sebagai simbol pemeteraian perjanjian yang mengikat kedua keluarga itu bersama. Kedua, ayah Maria memberikan kepada Yusuf dan Maria mas kawin yang dapat menolong mereka dengan biaya memulai keluarga yang baru. Terakhir, Yusuf memberikan suatu pemberian kepada Maria yang akan menyimbolkan komitmennya atas relasi mereka. Hal seperti ini serupa dengan cincin pertunangan pada zaman sekarang.

Pertukaran pemberian ini biasanya dilakukan pada acara pertunangan. Akibatnya, sang gadis dan sang pria secara sah dapat bergabung, dan hanya dapat dipisahkan oleh kematian atau perceraian, dan mereka dapat dipanggil sebagai suami-isteri. Jika yang satu meninggal dunia maka pasangannya yang masih hidup disebut sebagai duda/janda.

Selama 12 bulan masa pertunangan mereka, anak gadis tinggal di rumah ayahnya dan berada di bawah kontrol sang ayah. Ayah Maria sudah mempertunangkan Maria kepada Yusuf kurang lebih 12 bulan. Pada akhir periode ini, sang gadis dan pria menjalani acara publik dan pindah ke tempat tinggal mereka sendiri jika mereka menginginkannya. Pasangan itu menyempurnakan pernikahan mereka dengan hubungan seksual di akhir periode ini. Hubungan seksual yang dilakukan sebelum waktunya ini merupakan pelanggaran terhadap tradisi/adat pernikahan. Pertunangan antara Yusuf dan Maria telah memenuhi standar hukum yang sah pada waktu itu. Dengan demikian, hal ini mengafirmasi keperawanan Maria.

Kalimat “sebelum mereka hidup sebagai suami isteri” (ay. 18b) maksudnya adalah “sebelum mereka menyempurnakan pernikahan mereka dengan hubungan seksual”. Matius tidak memberitahukan secara rinci kepada kita bagaimana Maria mengandung seorang anak, kecuali menghubungkannya dengan Roh Kudus. Apakah Maria memberitahukan hal ini kepada seseorang sebelum dia menunjukkan kehamilannya? Kita tidak tahu! Penulis Injil Lukas menyebutkan bagaimana malaikat Gabriel datang kepada Maria (baca Luk. 1:31-35).

Pernyataan ini tidak dimaksudkan bahwa Allah berhubungan seks dengan Maria. Beberapa orang memang mengalami kebingungan tentang ini sebab agama-agama kuno lainnya mempunyai mitos tentang dewa yang berhubungan seks dengan perempuan yang kemudian melahirkan baginya anak, dan anak tersebut mereka sebut sebagai “anak dewa”. Ada perkembangan dalam dunia ilmu pengetahuan dari tahun ke tahun yang meyakini bahwa kekristenan mengambil ide utamanya dari agama-agama lain (agama penyembah berhala), dan karena itu tidak ada yang unik dari cerita pertunangan dan kelahiran Yesus ini. Para penganut keyakinan ini berusaha membawa jatuh kekristenan dan secara khusus Yesus Kristus ke tingkatan mitologi penyembah berhala. Ada banyak masalah dengan pendekatan ini, sayang sekali kita tidak punya banyak waktu sekarang untuk mendiskusikannya. Saya percaya bahwa ayat ini tidak sedang mengatakan bahwa Allah berhubungan seks dengan Maria seperti dalam kepercayaan atau mitos agama lain. Ada dua alasan utamanya. Pertama, Allah yang diakui dalam Alkitab merupakan Allah yang berbeda dengan dewa-dewi dalam mitos agama lain. Dia sebenarnya tidak perlu menjadi ayah melalui atau oleh manusia. Dia adalah Allah yang dapat menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Kedua, tidak pernah ada contoh dalam PL tentang aktivitas seksual seperti ini, atau sesuatu yang dihubungkan dengan pengandungan seorang anak.

Kehamilan Maria merupakan hal yang sangat menakjubkan. Allah “menciptakan” embrio Yesus dalam kandungan sang perawan Maria tanpa harus melalui sperma seorang ayah. Walaupun demikian, fakta bahwa Maria telah mengandung seorang anak laki-laki tetap menimbulkan semacam “konflik”. Sekarang, Yusuf berada dalam situasi yang dilematis.

Lukas menceritakan juga bahwa malaikat Gabriel memberitahukan kepada Maria tentang Elisabet yang sedang hamil (mengandung Yohanes pembaptis). Maria menempuh perjalanan sekitar 100 mil ke selatan untuk mengunjungi Elisabet dan tinggal bersama dia selama tiga bulan sampai Yohanes lahir. Karena itu, Maria kembali ke Nazaret dengan kehamilan sekitar tiga atau empat bulan. Apakah Maria memberitahukan orangtuanya dan Yusuf tentang apa yang dikatakan oleh malaikat itu kepadanya sebelum dia mengunjungi Elisabet?

Matius menyebutkan bahwa Yusuf merupakan seorang yang tulus hati. Ada dua maknanya. Pertama, bahwa Yusuf hidup menurut hukum Allah yang diberikan kepada Musa. Musa mencatat hukum Allah itu dalam kitab Keluaran dan Imamat. Kedua, bahwa Yusuf mau dan mampu menerapkan hukum Allah yang diberikan melalui Musa itu tentang apa yang mesti dilakukan dengan seorang perempuan yang melakukan perzinahan. Hukum itu menetapkan bahwa dia dapat menceraikan sang perempuan tersebut dan bahwa masyarakat dapat melempar batu perempuan itu sampai mati. Hal yang paling menyakitkan sesungguhnya adalah aib sosial yang harus ditanggung karenanya.

Matius juga mencatat bahwa Yusuf adalah seorang yang murah hati, tidak mau mencemarkan nama Maria di muka umum. Itulah sebabnya dia bermaksud menceraikan Maria secara diam-diam, tanpa harus mengeksposnya ke publik (seperti yang biasa dilakukan oleh para selebritasdewasa ini dan banyak orang yang gemar mendengar berita kawin-cerai tersebut). Di sini terlihat betapa tulus dan murni hatinya Yusuf. Yusuf juga sebenarnya dapat mempublikasikan kebaikannya ini kepada orang banyak seperti yang biasa dilakukan oleh orang lain pada zaman Yesus. Tetapi, Yusuf tidak mau melakukan hal munafik seperti itu. Yusuf juga sebenarnya dapat memamerkan atau menuntut keadilan secara terbuka sebagaimana dilakukan oleh orang lain, tetapi dia tidak memiliki tendensi pribadi dan politik yang seperti itu.

Yusuf berada dalam situasi yang sangat dilematis. Dia mau menaati hukum Allah dan bermurah hati juga. Jika dia mengakui bahwa Yesus adalah anak-Nya, maka bukankah dia berbohong? Hukum Taurat yang ke-9 melarang untuk bersaksi dusta. Tambahan, dia akan merusak tatanan sosial yang melarang hubungan seksual dengan tunangan sampai acara pernikahan resmi. Menjadi orang benar, dia tidak mau berbohong atau mengakui sesuatu yang bukan kesalahannya. Pada sisi lain, Yusuf mau bermurah hati kepada Maria. Bagaimana dia bisa menjadi orang benar dengan kewajiban akan Hukum Taurat tadi dan menjadi orang yang murah hati pada saat yang sama? Dia yakin bahwa dengan menceraikannya diam-diam, dia dapat memenuhi keduanya. Dia mengatasi persoalan dari sudut pandang manusia dan bukan sudut pandang Allah. Di sinilah krisis yang dialami oleh Yusuf, situasi yang sangat dilematis.

Mimpi dan Amanat Malaikat kepada Yusuf (1:20-21)
Malaikat menyebut Yusuf sebagai anak Daud, bukan anak Yakub yang sesungguhnya ayah kandungnya (lih. Mat. 1:16). Hal ini menunjukkan fakta kalau orang-orang Yahudi sedang menantikan kedatangan Mesias dari keturunan Daud. Dengan demikian, teks ini hendak menegaskan bahwa anak yang sedang dikandung oleh Maria adalah Mesias yang dinantikan itu. Malaikat itu dengan jelas menyebutkan bahwa anak tersebut adalah Mesias (ay. 21). Kata-kata malaikat ini mengonfirmasi cerita Maria dan memberikan perintah khusus kepada Yusuf untuk ditaati.

Matius tidak menyebutkan tentang kunjungan Gabriel kepada Maria seperti dituliskan oleh Lukas (Luk. 1:26-38). Jika Matius mengetahuinya, mengapa dia tidak cerita? Dia memilih untuk fokus pada Yusuf, bukan pada kunjungan itu, bukan juga kepada Maria. Cerita ini juga disajikan setelah penuturan garis keturunan Yusuf, yang mencoba membangun warisannya sebagai keturunan Daud. Mesias harus datang sebagai keturunan Daud. Malaikat menyebut Yusuf sebagai anak Daud, bukan anak Yakub (lih. Mat. 1:16). Menjadi tanggung jawab Yusuf juga untuk memberi nama anak itu Yesus, dan hal itu dilakukannya (lih. ay. 25). Hal ini menunjukkan ketaatannya yang luar biasa. Matius menceritakan dua kali lagi tentang komunikasi malaikat terhadap Yusuf dalam mimpi yang memberikan dia perintah lanjutan tentang bagaimana melindungi bayi Yesus. Sampai di sini, baik Injil Matius maupun Lukas, tidak menceritakan apakah Maria pernah bercerita kepada Yusuf apa yang telah dikatakan kepadanya. Kemungkinan adanya ketidakpercayaan Yusuf akan cerita Maria, membuat malaikat harus mengunjunginya dalam mimpi.

Penggenapan Nubuatan PL (1:22-23)
Pada bagian ini Matius mengutip nubuatan Yesaya (Yes. 7:14-17). Mari kita lihat sejenak konteks nubuatan Yesaya tersebut. Yesaya mengucapkan kata-kata yang dikutip oleh Matius ini pada tahun 734 SM. Pada waktu itu, ke-12 suku di Israel telah pecah menjadi 2 kerajaan, kerajaan selatan (Yehuda) dan kerajaan utara (Israel). Setiap kerajaan memiliki rajanya sendiri. Raja Ahas merupakan raja selatan di Yehuda, yang memerintah di Yerusalem. Pada masa awal pemerintahannya, raja Israel (utara) dan raja dari kerajaan Aram membentuk persekutuan untuk menaklukkan Yehuda sehingga mereka dapat menempatkan raja boneka atasnya (anak Tabeel – Yesaya 7:6). Dalam situasi yang seperti ini, Yesaya meyakinkan raja Ahas bahwa rencana mereka itu tidak akan terjadi sebab Allah telah berjanji kepada raja Daud bahwa tahta kerajaannya hanya akan diduduki oleh keturunannya saja. Raja Ahas sangat takut pada waktu itu, dan membuat dia tidak percaya akan perkataan Yesaya, sehingga Allah, melalui Yesaya, memberikan dia tanda. Tanda itu diungkapkan oleh Yesaya (baca Yes. 7:14-17).

Ketika berita ini datang, Ahas akan tahu bahwa Allah akan menyelamatkannya beserta tahta kerajaannya. Kita tidak memiliki informasi yang rinci tentang “perempuan muda” dalam teks Yesaya itu, tetapi setelah semuanya ini terjadi, mereka akan belajar tentang perempuan tersebut, yang merupakan anak dara yang pada awalny tidak menikah, namun kemudian menikah, melahirkan seorang anak dan menamainya Imanuel. Kemudian, terbuktilah ucapan Allah ini, yaitu bahwa Asyur menaklukkan Israel (utara) dan Aram, dua tahun kemudian, tahun 732 SM.

Seperti kebanyakan nubuatan PL, nubuatan ini terpenuhi dalam waktu yang dekat dan di kemudian hari. Tidak lama kemudian, di pasal 9:1-7, Yesaya memperkirakan bahwa anak itu akan lahir pada masa yang akan datang, yang akan memerintah dalam tahta Daud selamanya. Sekarang, Matius mengakui bahwa penggenapan nubuatan ini terjadi melalui Maria dan Yusuf.

Matius memberitahukan pembaca Yunaninya bahwa nama Ibrani dari anak itu adalah Immanuel yang berarti “Allah beserta kita”. Apakah fakta ini mempertentangkan pemberian nama “Yesus” oleh Yusuf seperti perintah malaikat itu? Tidak juga! Memiliki dua atau lebih nama (panggilan) merupakan hal yang wajar pada waktu itu. Immanuel tidak dimaksudkan sebagai nama formal yang diberikan oleh orangtuanya. Nama itu lebih sebagai pertanda yang menggambarkan sesuatu yang benar tentang Yesus sebagai Mesias. Nama ini merupakan nama yang cocok bagi Mesias sebab Dia datang untuk menghadirkan Allah di antara umat-Nya yang sedang hidup dalam ketidakpastian, keterasingan, keterpisahan, ketakutan, dan kekuatiran. Pada akhir Injil ini, Matius menegaskan janji Yesus kepada murid-murid-Nya: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b).

Nama Yesus hendak menegaskan akan apa yang akan Dia lakukan, yaitu menyelamatkan umat-Nya. Nama Imanuel menegaskan otoritas dan sumber pengampunan dan keselamatan itu, yakni Allah sendiri.

Melalui kata-kata malaikat tersebut, Yusuf sekarang tahu bahwa anak dalam kandungan Maria adalah Mesias. Mengapa Matius memasukkan kata-kata Yesaya ini ke dalam tulisannya? Yaitu untuk memberikan jaminan kepada pembacanya bahwa Yesus memenuhi nubuatan PL tentang Mesias. Hal ini juga memberikan jaminan kepada kita tentang kemesiasan Yesus yang kita percayai sampai hari ini.

Kelahiran dan Penamaan Yesus (1:24-25)
Kedua ayat ini memberikan semacam kesimpulan pada teks ini, dan menekankan ketaatan Yusuf. Matius tidak memberikan rincian kelahiran Yesus seperti yang dilakukan Lukas. Dia telah memilih untuk menuliskan aspek lainnya. Matius menghubungkan peranan Yusuf sebagai kepala keluarga yang taat, dan bahwa Allah memintanya untuk memenuhi peran tersebut.

Tema sederhana dari bagian ini adalah tentang ketaatan Yusuf, tetapi ingat, menjadi taat kepada Allah bukanlah sesuatu yang sederhana, tidak mudah, sebab sering kali ada harga yang harus dibayar. Menceraikan Maria secara diam-diam memang merupakan jalan mudah. Reputasi pribadinya tidak akan dipertaruhkan dengan cara yang seperti ini. Tetapi, langkah yang diambil oleh Yusuf tidak seperti itu. Sebaliknya dia menempuh cara yang sangat riskan. Dengan menaati Allah, Yusuf berisiko mengalami penderitaan dan aib sosial yang tidak seharusnya dia tanggung. Ternyata, ketaatan kepada Allah jauh melampaui kesenangan dan penerimaan sosial.

Kesimpulan
Kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius merupakan cerita kedekatan (intim). Pembacanya mendapatkan informasi seputar pertunangan Maria dan anak yang dikandungnya “dari Roh Kudus”. Digambarkan juga bagaimana keputusan awal Yusuf, dan disusul kemudian dengan mimpinya, dan pada akhirnya tercipta suatu relasi yang sangat simpatik dengan Yusuf. Penulisnya memberikan informasi kepada pembacanya bahwa semuanya ini terjadi untuk menggenapi apa yang telah dinubuatkan oleh nabi.

Episode final dari apa yang dilakukan Yusuf sebagaimana perintah yang diterimanya, bagaimana dia mengambil Maria sebagai isterinya, mencapai puncaknya dengan pernyataan klimaks, “dan dia menamainya Yesus”. Ini merupakan kalimat paling singkat dalam seluruh teks ini. Tetapi, kalimat ini justru mendapat penekanan penting. Yesus ada dalam pangkuanmu sekarang, Allah ada di tengah-tengahmu, apa lagi yang ditakutkan? Apa lagi yang dirisaukan? Bukankah Yesus, Allah, telah hadir beserta dengan kita?

Ini juga merupakan kesempatan menciptakan suasana akrab/dekat, yang merupakan dimensi sentral dari cerita kelahiran Yesus, yaitu bagaimana Allah menjadi akrab/dekat dengan kita dalam kelahiran Yesus, dan bagaimana Dia beserta dengan umat-Nya. Ada banyak tingkatan keintiman dalam cerita ini, termasuk keintiman seksual, walaupun terjemahannya menghindari kata-kata yang dapat memiliki konotasi seksual. Walaupun demikian, cerita ini menyinggung hubungan seksual, pernikahan, dan perceraian.

Cerita ini menekankan relasi Allah dengan Yusuf yang begitu dekat, antara Maria dan Yusuf, antara Yusuf dan Yesus. Juga tentang relasi yang intim dengan nabi Yesaya yang telah menubuatkan kelahiran Yesus jauh sebelumnya. Maka, merayakan Natal berarti merayakan kedekatan dan penyertaan Allah terhadap umat yang dikasihi-Nya.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...