Sunday, July 30, 2023

Allah yang Menyertai dan Melindungi (Kejadian 28:10-22)

Khotbah Minggu, 30 Juli 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

10 Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran.
11 Ia sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan dirinya di tempat itu.
12 Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu.
13 Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: "Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu.
14 Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.
15 Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu."
16 Ketika Yakub bangun dari tidurnya, berkatalah ia: "Sesungguhnya TUHAN ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya."
17 Ia takut dan berkata: "Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga."
18 Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya.
19 Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus.
20 Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai,
21 sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku.
22 Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu.”

Perjalanan/Pelarian dalam Ketidakpastian:
Pada teks ini kita melihat Yakub memulai perjalanan ke Haran, tidak yakin akan apa yang akan terjadi di depan. Pelarian Yakub dari kota Bersyeba di selatan ke kota Haran di utara tampaknya membalikkan perjalanan kakek neneknya Abraham dan Sarah, yang dulu melakukan perjalanan dengan iman dari tanah air mereka di Haran ke tanah yang dijanjikan Allah kepada keturunan mereka (Kejadian 12:1-9).

Kita tahu bahwa perjalanan Yakub ke Haran sebenarnya lebih sebagai pelariannya karena perselisihannya dengan abangnya Esau. Esau menaruh dendam kepadanya dan berencana membunuhnya (Kej. 27:41), sehingga dengan terpaksa Yakub disuruh pergi oleh orangtuanya (Ribka dan Ishak) ke rumah pamannya Laban di Haran, disuruh melarikan diri. Artinya, Yakub terpaksa meninggalkan keluarganya dan lingkungan yang selama ini sudah akrab dengannya, dia melangkah ke masa depan yang tidak diketahui. Walaupun pelarian dirinya ini merupakan akibat dari perbuatannya merebut hak kesulungan dengan mengakali ayahnya, tetapi Allah tetap menyertai dan melindunginya. Hal ini tidak berarti bahwa Allah setuju dengan perbuatannya itu, tetapi Allah hendak menunjukkan kasih setia-Nya yang begitu besar, tidak bisa dibandingkan dengan besarnya kesalahan ataupun hebatnya kesalehan seseorang. Yakub melangkah dan melarikan diri dalam ketidakpastian, tetapi Allah menyertainya. Banyak dari kita dapat memahami saat-saat ketidakpastian seperti itu ketika jalan hidup tampak tidak jelas. Namun demikian, satu yang pasti, pemeliharaan Tuhan tetap teguh.

Bertemu Tuhan di Tempat yang Tak Terduga:
Di tengah perjalanan, di lokasi yang dipilih karena malam tiba, Yakub mengalami mimpi luar biasa yang kemudian mengubah hidupnya. Mimpinya mengungkapkan kehadiran Tuhan yang seringkali tersembunyi bagi manusia, tetapi sesungguhnya tetap aktif pada setiap kesempatan, bahkan di sepanjang jalan hidup kita. Keterlibatan Allah yang berkelanjutan di dunia dan dalam kehidupan Yakub yang tidak pasti itu digambarkan melalui penglihatan yang mencolok tentang tangga yang membentang dari bumi ke langit (surga), dan malaikat naik turun di atasnya. Penglihatan ini mengingatkan kita pada ziggurat berundak atau gunung bata lumpur yang menyatukan langit dan bumi yang menonjol di kota-kota Mesopotamia seperti Babel, sebuah kota yang namanya berarti “gerbang para dewa.” Dalam Kejadian, Tuhan tidak muncul di hadapan para bangsawan atau para imam, tetapi kepada seorang pengungsi atau pelarian yang ketakutan. Mimpi Yakub tentang tangga yang kemudian dia berjumpa dengan Allah (dalam mimpinya) hendak menegaskan kesediaan Allah untuk hadir dan berjumpa dengan orang-orang yang sedang remuk hatinya, yang berada dalam situasi hancur, atau yang berada dalam ketakutan dan kekuatiran, serta yang sedang dalam perjalanan hidup yang tidak pasti.

Selain itu, mimpi Yakub ini juga menjadi pengingat yang kuat bahwa Tuhan tidak terbatas pada lokasi atau waktu tertentu. Dia menemui kita tepat di mana kita berada, di tengah tantangan dan pergumulan kita, mengulurkan kasih karunia dan bimbingan-Nya. Mimpi Yakub ini pada satu sisi memperlihatkan Allah yang agung dan menakjubkan, dan pada sisi lain hendak menyatakan adanya relasi yang begitu dekat dan personal antara Tuhan dengan manusia. Perjumpaan yang tak terduga antara Yakub dan Tuhan di Betel mengarah pada refleksi tentang di mana kita sebagai individu dan sebagai jemaat bertemu Tuhan secara tak terduga dalam perjalanan hidup ini.

Janji Kehadiran Tuhan:
Dalam mimpi itu, Tuhan berbicara langsung kepada Yakub, menegaskan kembali perjanjian yang telah Dia buat dengan nenek moyangnya. Tuhan berjanji untuk menyertai Yakub, melindunginya, dan menuntunnya kembali dengan selamat ke tanah airnya. Kepastian kehadiran Tuhan ini bukan hanya untuk Yakub tetapi untuk kita semua yang mencari Dia dengan hati terbuka. Dia berjanji untuk menjadi rekan tetap kita melalui setiap musim kehidupan (selengkapnya tentang janji Tuhan baca ayat 14-15).

Setelah terbangun dari mimpinya, Yakub tertegun. Dia menyadari bahwa dia telah berada di hadirat Tuhan, dan itu sangat memengaruhi dirinya. Sebagai tanggapan, dia mendirikan sebuah batu sebagai peringatan, menuangkan minyak ke atasnya, dan bersumpah kepada Tuhan. Yakub memandang tempat itu sebagai tempat kudus, mengakui kedaulatan Allah dan berkomitmen untuk mengikuti Tuhan dengan setia. Ini adalah komitmen setelah dia mengalami perjumpaan dengan Allah, komitmen untuk setia kepada Allah yang sebelumnya telah menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Yakub.

Sumpah Yakub menandakan pentingnya kembali ke tempat di mana kita bertemu dengan Tuhan. Meskipun Yakub melanjutkan perjalanannya ke Haran, dia tetap berorientasi ke Betel, “rumah Allah”, dengan rencana untuk kembali beribadah dan bersyukur. Keturunan Yakub di seluruh bumi juga menempati tempat khusus ini sebagai pusat orientasi. Bagi umat Kristiani, sumpah Yakub bergema dengan kembalinya kita setiap minggu dari perjalanan hidup kita sehari-hari ke tempat di mana kita berjumpa dengan Tuhan secara penuh melalui ibadah, sabda, dan sakramen.

Mencari Tuhan dalam Kebiasaan:
Salah satu aspek yang luar biasa dari perikop ini adalah bahwa Yakub tidak berada di bait suci atau tempat suci ketika dia bertemu dengan Tuhan. Dia berada di tempat yang sunyi dan biasa, namun itu menjadi ruang yang sakral karena Tuhan menyatakan diri-Nya di sana. Ini mengajarkan kita bahwa kita tidak harus berada di gedung gereja yang megah untuk mengalami kehadiran Tuhan; Dia dapat menemui kita dalam aspek sederhana dan duniawi dari kehidupan kita.

Perjalanan Pulang:
Perjumpaan Tuhan mengubah pandangan hidup Yakub. Dia memulai perjalanan pulangnya dengan tujuan dan keyakinan yang diperbarui. Demikian pula, ketika kita berjumpa dengan Tuhan dan menerima janji-janji-Nya, kita diberdayakan untuk menghadapi tantangan hidup dengan keberanian dan harapan.

Saat kita merenungkan kisah tangga Yakub, marilah kita ingat bahwa kita masing-masing sedang dalam perjalanan atau ziarah iman. Kadang-kadang, kita mungkin menemukan diri kita berada dalam ketidakpastian, maka kita mencari bimbingan Tuhan. Marilah kita terbuka untuk bertemu Tuhan di tempat-tempat yang tidak terduga, karena Dia dapat menyatakan diri-Nya kepada kita di saat-saat biasa dalam hidup. Sama seperti Tuhan berjanji kepada Yakub, Dia juga berjanji kepada kita, termasuk karunia kehadiran dan bimbingan-Nya sepanjang hidup kita.

Sunday, July 23, 2023

Beriman dan Bertumbuh di dalam Tuhan – Famati ba Fa’atedou ba khö Zo’aya (Matius 13:31-35)

Khotbah Minggu, 23 Juli 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

31 Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.
32 Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.”
33 Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”
34 Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka,
35 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.”

Kerajaan Surga, sekecil apa pun, selambat apa pun, pasti akan bertumbuh dan menjadi besar!

Dalam teks Alkitab Matius 13:31-35, Yesus Kristus menggunakan dua perumpamaan yang sederhana, namun penuh makna, untuk menggambarkan kerajaan surga. Meskipun tampak kecil dan tersembunyi pada awalnya, kerajaan surga ini berkembang dan memiliki pengaruh besar dalam dunia sekitarnya, tentu saja dalam hidup kita sebagai orang percaya.

Dalam perumpamaan pertama, Yesus menggambarkan kerajaan surga seperti biji sesawi. Biji sesawi adalah salah satu yang terkecil di antara semua biji, ukurannya sekitar 1mm (0.1cm), beratnya sekitar 1mg (0.001gr). Walaupun pada mulanya kecil, namun tetapi ketika ditanam, biji sesawi ini tumbuh menjadi pohon besar yang menyediakan tempat berlindung bagi burung-burung. Setelah besar menjadi tanaman sesawi, tingginya bisa mencapai 3 meter (3000mm). Artinya, biji sesawi yang pada awalnya sangat kecil, setelah ditaburkan dapat berubah dan bertumbuh hingga 3000 kali lipat, sungguh suatu perubahan dan pertumbuhan yang luar biasa. Tak hanya itu, yang juga menarik, benih sesawi itu tak hanya menjadi besar, tetapi cabang-cabangnya sedemikian rindang sehingga menjadi rumah bagi burung-burung di udara. Pohon sesawi itu malah menjadi sebuah ekosistem tersendiri, di mana burung-burung beranak pinak di situ. Tak hanya menjadi besar, tetapi, lebih dari itu, menjadi berkat.

Demikianlah juga dengan kerajaan surga, awalnya mungkin tampak tidak berarti, tetapi kemudian bertumbuh dan menyediakan tempat bagi banyak orang yang mencari perlindungan dan harapan. Kecilnya awal kerajaan ini mengajarkan kita untuk tidak meremehkan tindakan kecil dalam melayani Tuhan, atau dalam melakukan kebaikan. Apa pun yang kita lakukan bagi-Nya dengan setulus hati akan diberkati dan berkembang dalam kehendak-Nya.

Apakah kita pernah merasa bahwa apa yang kita lakukan bagi Tuhan terlalu kecil atau tidak berarti? Ingatlah bahwa Tuhan dapat menggunakan tindakan-tindakan kecil yang kita lakukan untuk menghasilkan dampak besar dalam hidup orang lain. Jadilah setia dalam melayani-Nya, walaupun terasa kecil dan tidak berarti. Tuhan akan menguatkan dan menggunakan kita untuk bertumbuh, berubah dan semakin besar, beribu-ribu kali lipat dari ukuran awalnya. Tentu saja tidak sekadar menjadi besar, tetapi yang sangat penting adalah menjadi berkat bagi banyak orang. Bertumbuh dan menjadi besar saja tidak cukup, haruslah menjadi berkat bagi banyak orang, menjadi tempat berteduh, menjadi semacam rumah bagi orang-orang yang membutuhkan, bahkan menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan orang lain.

Demikian juga dengan kebaikan-kebaikan yang kita miliki, mungkin sangat kecil menurut kacamata dunia, tetapi ketika kita menaburkannya dengan baik, percayalah kebaikan-kebaikan itu akan bertumbuh dan menjadi besar, dan orang lain dapat menikmati kebaikan-kebaikan itu. Jadi, hal kerajaan surga itu dimulai dari yang terkecil, bukan dari yang terbesar, bukan dari yang terheboh. Hidup yang berdampak baik dimulai dari yang hal-hal yang kecil. Meraih hasil yang besar dimulai dari yang hal-hal yang kecil. Melayani Tuhan dimulai dari hal-hal yang kecil, tidak harus menduduki jabatan tertentu. Menjadi besar itu berawal dari yang kecil. Menjadi besar itu penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah besar dan menjadi berkat bagi dunia sekitarnya.

Perumpamaan kedua menggambarkan kerajaan surga seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya. Ragi yang meresap secara perlahan menyebabkan adonan mengembang dan menjadi roti yang lezat. Roti sebagai makanan utama di wilayah Palestina membutuhkan ragi yang dapat membuat roti itu mengembang. Proses peresapan ragi ke dalam tepung memang berjalan perlahan tetapi pasti, dan dampaknya dapat membuat adonan tepung itu mengembang sehingga menghasilkan roti yang baik. Demikian juga dengan kerajaan surga, bekerja secara perlahan namun pasti dalam hidup kita. Proses peresapannya mungkin tidak terlihat secara kasat mata, tetapi kemudian hasilnya dapat terlihat, menyebabkan adonan hidup itu mengembang dan menghasilkan roti hidup yang baik.

Ketika kita membiarkan firman Tuhan dan kuasa-Nya meresap dalam hati dan pikiran kita, iman kita akan tumbuh, dan kita akan menjadi lebih serupa dengan Kristus. Orang yang telah diresapi oleh kuasa firman Tuhan secara perlahan mengalami pertumbuhan atau perkembangan yang baik, dan hidupnya pun menjadi berkat yang dapat dinikmati oleh orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang telah diresapi oleh kuasa firman Tuhan secara perlahan akan mampu menghadirkan “kelezatan” bagi dunia sekitarnya, bukan sebaliknya mendatangkan “malapetaka”.

Apakah kita memberi kesempatan bagi firman Tuhan dan kuasa-Nya untuk meresap dalam hidup kita? Ketika kita memberikan-Nya tempat di dalam hati kita, iman kita akan tumbuh dan menghasilkan perubahan yang nyata. Marilah kita terus mencari-Nya melalui firman-Nya dan berdoa, sehingga kerajaan surga semakin aktif dalam hidup kita, dan kita menjadi saksi-saksi Kristus di dunia ini.

Kedua perumpamaan dalam Matius 13:31-35 mengajarkan kepada kita tentang besarnya kuasa kerajaan surga yang berkembang dalam hidup kita. Meskipun mungkin terasa kecil dan tersembunyi pada awalnya, kerajaan surga itu tumbuh dan memberikan dampak besar dalam hidup kita dan orang-orang di sekitar kita. Marilah kita memberikan tempat bagi kerajaan-Nya dalam hati kita, membiarkan firman-Nya meresap, dan hidup sebagai saksi-saksi Kristus, sehingga kerajaan surga semakin terlihat dalam kehidupan kita dan dunia ini. Amin.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...