Sunday, May 29, 2022

Orang Benar Berseru, TUHAN menjawab – Fe’ao Dödö Niha Satulö, Ifondrondrongo Yehowa (Mzm. 17:1-6)

Khotbah Minggu, 29 Mei 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1 Doa Daud. Dengarkanlah, TUHAN, perkara yang benar, perhatikanlah seruanku; berilah telinga akan doaku, dari bibir yang tidak menipu.
2 Dari pada-Mulah kiranya datang penghakiman: mata-Mu kiranya melihat apa yang benar.
3 Bila Engkau menguji hatiku, memeriksanya pada waktu malam, dan menyelidiki aku, maka Engkau tidak akan menemui sesuatu kejahatan; mulutku tidak terlanjur.
4 Tentang perbuatan manusia, sesuai dengan firman yang Engkau ucapkan, aku telah menjaga diriku terhadap jalan orang-orang yang melakukan kekerasan;
5 langkahku tetap mengikuti jejak-Mu, kakiku tidak goyang.
6 Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.


Permohonan yang Jujur dan Terbuka
Dalam Mazmur 17, Daud menggambarkan dirinya sedang berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Mazmur 17 adalah permohonannya yang sungguh-sungguh kepada TUHAN, dia tidak menyembunyikan apa pun. Ini menunjukkan betapa dekatnya Daud dengan TUHAN; itulah sebabnya dia menceritakan dengan gamblang kondisinya dan menyampaikan permohonannya dengan jujur kepada TUHAN.

Pada ayat 1 dan 2, pemazmur memohon dengan sangat agar TUHAN memperhatikannya. Permohonannya ini menjadi lebih kuat pada ayat 6-9, ketika dia memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan orang-orang yang mencari perlindungan dari musuh mereka. Pemazmur ingin TUHAN melakukan sesuatu, yaitu memberikan pembebasan dan perlindungan dari orang-orang jahat yang mengelilingi kehidupannya. Musuh-musuh Daud ini ada hubungannya misalnya dengan Saul (yang mengejar dan menginginkan kematiannya), anaknya Absalom (yang memberontak), dll.

Permohonan Daud pada ayat 1-2 dan 6-9 berfungsi sebagai penanda kesetiaannya yang kuat terhadap cara-cara TUHAN (ayat 3-5). Dengan kata lain, di tengah penderitaan, pemazmur menegaskan bahwa dia tidak mengikuti jalan orang fasik tetapi telah menjalani kehidupan yang dicirikan oleh kebenaran. Oleh sebab itu, pemazmur memohon TUHAN untuk melihat dan memeriksa dengan sepenuhnya kehidupan pemazmur dan mencari bukti pelanggarannya. Daud bahkan memohon TUHAN untuk melakukan pemeriksaan ini di malam hari, dalam kegelapan, ketika pikiran, sikap, dan perilaku seseorang yang sebenarnya mungkin paling sulit disembunyikan. Ungkapan-ungkapan permohonan seperti ini menunjukkan bahwa pemazmur sepenuhnya yakin bahwa TUHAN tidak akan menemukan apa pun yang buruk dalam dirinya, yang dapat dijadikan alasan bahwa orang-orang jahat boleh mengancamnya. Daud dengan jujur dan yakin menunjukkan bahwa hanya kepatuhan yang teguh pada jalan TUHAN yang terus dia lakukan dalam hidupnya.

Hubungan yang Aktif dan Hidup
Secara keseluruhan, Mazmur ini hendak menyarankan dua hal. Pertama, bahwa hubungan antara pemazmur dan TUHAN adalah hubungan yang aktif, bukan pasif. Pemazmur memohon TUHAN untuk mendengarkan secara aktif seruannya, dan memberikan bukti yang kuat tentang kesetiaannya kepada TUHAN, dan akhirnya dia memohon TUHAN untuk bertindak melawan musuh-musuhnya atas nama pemazmur. Secara implisit, hal ini menunjukkan hubungan timbal balik yan aktif: Daud menunjukkan kesetiaan – TUHAN memberikan perlindungan. Dalam hubungan yang dekat seperti inilah ada semacam jaminan bahwa doa permohonan pemazmur didengarkan oleh TUHAN. Bersama TUHAN, manusia dapat menghadapi situasi apa pun dalam hidupnya.

Kedua, Mazmur ini menunjukkan bahwa hubungan aktif antara pemazmur dan TUHAN berada dalam kondisi yang “rentan” tetapi komunikasi mereka sangat jujur. Kedekatan pemazmur dengan TUHAN tidak menjadi jaminan bahwa pemazmur bebas dari berbagai ancaman dan persoalan. Pemazmur boleh saja memiliki hubungan yang aktif dan dekat dengan TUHAN, tetapi ancaman, tantangan, dan persoalan tetap saja hadir dalam hidupnya. Namun demikian, pemazmur tidak berniat untuk memutuskan hubungan dengan TUHAN, sebaliknya dia terus membangun komunikasi yang intens dengan TUHAN. Dengan sangat terbuka, dia menceritakan apa pun yang dia alami, dan tanpa ragu-ragu dia mengungkapkan kesetiannya kepada TUHAN. Daud memohon TUHAN untuk mendengarkan dan memperhatikan seruannya (ay. 1-2); tanpa ragu Daud memohon TUHAN untuk memberikan telinga-Nya (untuk mendengarkan seruannya) dan mata-Nya (untuk memperhatikan situasinya). Komunikasi seperti ini hanya mungkin terjadi di antara dua pihak yang begitu dekat, dan itulah Daud dengan TUHAN. Demikianlah orang yang dekat dengan TUHAN, dapat menyampaikan keluh kesahnya dalam doa dengan jujur dan gamblang tanpa keraguan. TUHAN tentu saja mendengarkan seruan orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Dia. Mazmur ini mengajak kita untuk memahami bahwa kita tidak perlu menjadi sempurna untuk menyatakan ketidakbersalahan kita kepada Tuhan. Memang, tidak ada orang yang sempurna, tetapi hubungan yang dekat dengan Tuhan dapat memberikan semacam pengharapan bahwa Tuhan akan menjawab doa-doa kita.

Mengikuti Teladan Pemazmur
Dengan permohonan yang sungguh-sungguh, Mazmur 71 mengingatkan kita bahwa kita dapat menanggung beban dan kekhawatiran kita yang terdalam kepada Tuhan dengan keyakinan, seperti yang telah dilakukan oleh pemazmur. Sama seperti pemazmur, kita dapat memohon Tuhan untuk melindungi kita dari hal-hal yang mungkin merugikan atau mengancam kehidupan kita. Ingat kembali nasihat Yakobus satu minggu yang lalu (22-05-2022), bahwa kalau kita berada dalam situasi tertentu yang tidak menguntungkan, berdoalah (lih. Yakobus 5:13-16). Ketika kita berada dalam situasi sulit, hal pertama dan utama yang harus kita lakukan adalah berdoa, curhat kepada TUHAN, bukan curhat di medsos.

Mazmur 17 juga mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Tuhan haruslah aktif dan hidup, ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Seperti yang telah ditunjukkan oleh pemazmur, hubungan ini paling baik diungkapkan bukan saja ketika kita memandang Tuhan sebagai Pahlawan surgawi yang kepada-Nya kita meminta bantuan ketika berada dalam kesulitan, melainkan ketika kita mempertahankan perjanjian dan kedekatan kita dengan Tuhan. Dengan demikian, kita dapat dengan yakin menghadapi situasi apa pun, sebab kita percaya bahwa Tuhan pasti menyertai kita, entah dalam situasi buruk ataupun situasi baik.

Tentu saja, kita tidak punya pilihan selain berpartisipasi dalam hubungan ini dengan percaya diri. Pemazmur telah memberikan contoh luar biasa bagi kita. Kita menyuarakan permohonan dan keluh kesah kita kepada Tuhan, dan Dia akan menjawab (ayat 6). Tuhan akan menunjukkan kasih setia-Nya (Mzm. 17:7), seperti yang telah dilakukan, sedang, dan akan terus Dia dilakukan untuk semua orang yang berlindung kepada-Nya.

Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku (Mazmur 17:6)





Thursday, May 26, 2022

Menjadi Saksi Kristus sampai ke Ujung Bumi – Tobali Samaduhu’ö Keriso Irugi Wondrege Danö (Kisah Rasul 1:6-11)

Khotbah Kenaikan Yesus ke Surga, Kamis, 26 Mei 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

6 Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”
7 Jawab-Nya: “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.
8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”
9 Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka.
10 Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka,
11 dan berkata kepada mereka: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.”

Yesus berbicara tentang masalah Kerajaan Allah di ayat 3, sehingga wajar kalau kemudian para rasul bertanya kepada-Nya tentang kerajaan Israel, yang mereka samakan dengan Kerajaan Allah. Ketika Yesus menampakkan diri kepada Kleopas dan murid lainnya di jalan ke Emaus, Kleopas berkata, “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Luk. 24:21). Pembebasan bangsa Israel adalah perhatian utama murid-murid Yesus.

Pemahaman para rasul tentang Kerajaan Allah terkait erat dengan bangsa Israel. Mereka percaya bahwa Tuhan akan memulihkan Israel ke situasi kekuasaan politis sebelumnya, dan mereka menyamakan pemulihan itu dengan Kerajaan Allah yang diajarkan Yesus. Janji Yesus bahwa para rasul akan menerima karunia Roh Kudus (ay.5) terdengar bagi mereka sebagai awal dari pemulihan itu—pintu terbuka yang melaluinya kerajaan akan datang. Meskipun salah arah, pertanyaan para rasul cukup wajar.

“Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” (ay.7). Sebenarnya para murid sudah pernah diberitahu bahwa hanya Bapa saja yang tahu soal saat dan waktunya, tetapi sesaat sebelum Yesus naik ke surga mereka masih menanyakan-Nya. Itulah sebabnya Yesus kembali menegaskan soal waktu itu di ayat 7 tadi. Yesus tidak bermaksud bahwa Israel tidak akan dipulihkan. Sebaliknya, Dia memberi tahu mereka bahwa “saat atau waktu” dimaksud adalah urusan Tuhan—bukan urusan mereka. Biarkan Allah yang mengurus waktunya, para murid lebih baik menyelesaikan urusan mereka, yaitu menjadi saksi Kristus hingga ke ujung bumi. Kalau dalam bahasa anak-anak zaman now, Yesus seolah-olah berkata: “kalian jangan terlalu kepo, tuntaskan saja tugas dan tanggung jawabmu”. Böi fökhöi högöu ba zi tenga urusanmö.

Walaupun demikian, Yesus menjanjikan adanya kuasa yang akan turun atas para murid-Nya, yaitu Roh Kudus. Para rasul bertanya tentang waktu pemulihan kekuatan politik Israel (ay. 6), sementara Yesus memberi tahu mereka bahwa Roh Kudus akan turun atas mereka. Kuasa dari Tuhan itulah yang kemudian memampukan para murid untuk menjadi saksi.

Yesus berkata: “Kamu akan menjadi saksi” (Yunani: martures—kata dari mana kita mendapatkan kata martir) (ay. 8b). Syarat bagi orang yang akan menggantikan Yudas sebagai rasul adalah bahwa ia menjadi saksi kebangkitan—bahwa ia telah melihat Kristus yang bangkit (1:22). Dalam khotbahnya pada hari Pentakosta, Petrus menegaskan bahwa semua rasul adalah saksi kebangkitan Yesus (2:32). Saksi di mana? Mulai dari Yerusalem, seterusnya di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (ay.8c).

Yerusalem adalah kota Suci, tempat bait suci, pusat kehidupan religius Yahudi. Yudea adalah wilayah di mana Yerusalem berada. Samaria adalah wilayah di sebelah utara Yudea. Mendengar bahwa mereka akan menjadi saksi Samaria akan menjadi kejutan. Orang Yudea dan Galilea menganggap diri mereka sebagai umat Allah, tetapi mereka menganggap orang Samaria sebagai orang yang murtad. Tetapi, berita tentang Kristus pun harus disampaikan di Samaria. “Bagian paling ujung bumi” adalah wilayah bangsa lain (non-Yahudi), dan ini pun menjadi kejutan berikutnya setelah Samaria. Kesaksian tentang Yesus sampai ke ujung bumi, walaupun bagi orang Yahudi bangsa-bangsa lain itu lebih rendah. Jadi, menjadi saksi Kristus dimulai di tempat di mana kita berada, dan secara bertahap menyebarkannya ke lingkaran yang lebih luas hingga ke ujung bumi.

“Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka” (ay. 9). Ini adalah berita tentang kenaikan Yesus ke surga, disaksikan oleh para murid, dan oleh para malaikat (ay. 10-11). Kenaikan Yesus ini, tentu saja, mengakhiri penampakan kebangkitan. Itulah yang kita rayakan hari ini, peristiwa kenaikan Yesus ke surga, dengan mandat setiap orang percaya menjadi saksi-saksi-Nya di bumi.

“Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka” (ay. 10). Ada dua orang juga yang berdiri dekat kuburan Yesus ketika Dia bangkit. Dua adalah jumlah minimum yang diperlukan untuk saksi oleh hukum Yahudi (Ul. 19:15). Artinya, kesaksian mereka tentang kenaikan Yesus tidak perlu diragukan lagi.

Ketika para murid masih terpesona dengan kenaikan Yesus ke surga, maka kedua orang itu menyadarkan mereka: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga” (ay. 11). Apa maksudnya? Para murid, menjadi saksi bagi Kristus, tidak saja sehubungan dengan kebangkitan-Nya, tetapi juga mengenai kenaikan-Nya ke surga. Para malaikat ini menegaskan janji bahwa Yesus yang mereka saksikan naik ke surga akan kembali ke bumi “dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Jadi, para murid tidak ditugaskan untuk mencari tahu waktu pemulihan Kerajaan Israel, tetapi menjadi saksi kebangkitan dan kenaikan Yesus.

Setiap orang percaya adalah saksi bagi Kristus yang bangkit dan naik ke surga. Walaupun secara fisik kita belum bertemu dan melihat langsung Tuhan Yesus seperti para murid-Nya dulu, tetapi kita memiliki tulisan-tulisan yang mencatat peristiwa tentang Yesus itu. Kesaksian seperti apa yang dimaksud oleh Yesus? Berdasarkan konteks tulisan Lukas dalam Kisah para Rasul ini, maka kesaksian yang mesti kita nyatakan adalah kesaksian yang digerakkan oleh Roh Kudus. Oleh sebab itu, mari menjadi saksi yang digerakkan oleh Roh Kudus, mulai dari lingkungan terdekat kita, kemudian secara perlahan ke lingkungan yang lebih luas, hingga ke ujung bumi.


Saturday, May 21, 2022

Kuasa Doa Orang Benar (Beriman) – Fa’abölö Wangandrö Niha Satulö (Yakobus 5:13-18)

Khotbah Minggu, 22 Mei 2022
Disiapkan oleh: Pdt Alokasih Gulo

13 Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa! Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!
14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.
16 Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.
17 Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan.
18 Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya.


Dalam beberapa tahun terakhir, kita hidup di dunia yang penuh dengan penderitaan. Sejak awal tahun 2020, dunia merintih kesakitan karena COVID-19 yang berkepanjangan, dan sejak beberapa minggu terakhir Indonesia dilanda badai penyakit hepatitis akut. Berbagai bencana alam dan non-alam terjadi, dan sementara itu, perang terjadi, penderitaan paling dirasakan oleh anak-anak dan keluarga. Dalam situasi seperti itu, Yakobus mencoba membesarkan hari orang percaya untuk tekun dalam berdoa.

Kekuatan doa (ay. 13-14)
Pada kedua ayat permulaan teks khotbah pada hari ini, Yakobus menegaskan kekuatan doa bagi umat Allah yang setia (beriman). Yakobus seolah-olah mengajukan pertanyaan, “Apakah ada di antara kamu yang menderita? Atau, apakah ada yang bergembira? Atau, apakah di antara kalian ada yang sakit?” Lalu, penulis memberikan perintah yang bernas, “Kalau ada, maka berdoalah; nyanyikanlah lagu pujian; panggilah para penatua gereja untuk mendoakan dan mengurapimu dengan minyak dalam nama Tuhan.” Pada satu sisi, penulis menekankan pentingnya doa individu (ayat 13), tetapi pada sisi lain dia juga menegaskan pentingnya komunitas doa melalui panggilan terhadap “para penatua gereja” untuk menggunakan karunia mereka dalam pelayanan penyembuhan melalui doa dan urapan dengan minyak. Doa dapat dihaturkan oleh mereka yang mengalami aneka penderitaan, tetapi dapat juga dilantunkan melalui nyanyian pujian oleh mereka yang sedang bersukacita. Kadang-kadang, kita dapat lebih kuat menghadapi situasi sulit dengan menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan. Penting dicatat bahwa Yakobus tidak bermaksud untuk mengabaikan sama sekali penyembuhan orang sakit oleh para dokter dan sejenisnya. Yakobus tidak bermaksud mengabaikan aspek medis. Lagipula, dia juga menyebutkan minyak urapan dalam penyembuhan, jadi tidak sekadar doa saja. Tetapi, kita harus memahami bahwa dalam situasi sulit doa sangatlah menolong, dan Yakobus tentu tahu situasi yang dihadapi pada waktu itu, yaitu bahwa orang percaya haruslah berdoa ketika mereka berada dalam situasi yang sulit.

Doa yang lahir dari iman (ay. 15-16a)
Bukanlah suatu kebetulan kalau iman terhubung dengan doa: “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (ay. 15). Kalau melihat konteks surat Yakobus ini, maka iman yang dimaksud adalah iman yang aktif. Iman yang aktif tersebut harus terlihat dalam perbuatannya, sebab, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak. 2:17), dan “bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” (Yak. 2:24). Jadi, Yakobus sangat menekankan buah dari iman, orang beriman harus menjadi pelaku firman” (Yak. 1:22). Salah satu wujud nyata dari iman aktif tersebut adalah komitmen jemaat untuk berdoa. Dengan iman aktif seperti itulah nanti doa-doa orang percaya membuahkan hasil yang baik: menyelamatkan orang sakit, dan mendatangkan pengampunan dosa. Alhasil, orang sakit pun disembuhkan.

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam perikop ini, kebutuhan akan pertobatan sangat penting, sebab doa dan atau tindakan pengakuan dosa tidak dapat dipisahkan dari pertobatan. Yakobus hendak mengatakan bahwa tidak ada penyembuhan tanpa pengakuan dosa; tidak ada pengampunan tanpa pertobatan; dan tidak ada pengampunan tanpa doa.

Doa orang benar/beriman (ay. 16b-18)
Dengan menggunakan contoh Elia (lihat juga 1 Raja-raja 17:1; 18:42-45) untuk menunjukkan pentingnya doa dengan iman, Yakobus mengajak individu dan seluruh komunitas untuk memanjatkan doa yang lahir dari iman yang dapat menyelamatkan orang sakit dan menebus orang berdosa. Doa orang benar (beriman aktif) berkuasa dan efektif. “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya” (ay. 17-18). Contoh Elia ini tidak harus dipahami secara harfiah, sebab ada banyak kasus ketika doa dikabulkan tetapi bencana atau penderitaan masih saja terjadi. Jadi, apa yang penulis hendak katakan dalam perikop ini?

Selama berabad-abad, doa telah membawa orang-orang dari semua lapisan masyarakat melewati masa-masa atau situasi yang paling sulit. Doa adalah aspek dasar dari iman kita. Ini adalah hubungan dengan kuasa Tuhan—sejenis “percakapan” dengan Tuhan yang melebihi apapun yang berasal dari manusia (Yak. 1:5). Doa adalah katalis untuk penyembuhan, saluran yang melaluinya pintu dibuka, dan jaminan bahwa kita akan berhasil melewati hari ini dan memiliki harapan untuk hari esok yang lebih cerah. Doa mengubah banyak hal!

Maria W. Stewart, penulis politik dan orator publik abad kesembilan belas, mengetahui sesuatu tentang kekuatan doa. Salah satu doanya cukup mengingatkan pada aspek doa individu dan komunal yang ditemukan dalam Yakobus 5:15-16a. Bagi Stewart, doa membawa individu yang lemah atau sakit lebih dekat kepada Tuhan untuk kesembuhan pribadinya. Namun percakapan dengan Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Individu juga memiliki tanggung jawab untuk mencari kesembuhan dan keutuhan bagi orang lain yang “miskin dan membutuhkan” atau terpisah dari Tuhan dengan cara apapun.

Tentu saja kita mesti menyampaikan doa-doa kita dalam kerendahan hati dan sikap pasrah kepada Tuhan. Doa bukanlah media atau cara untuk merayu (memaksa) Tuhan supaya Dia mengikuti kehendak kita, sebaliknya cara kita menundukkan diri di bawah kehendak Tuhan.

Sunday, May 8, 2022

Kuasa Tuhan yang Membangkitkan – Fa’abölö Zo’aya da’ö Zanusugi (Kisah Para Rasul 9:36-43)

Khotbah Minggu, 08 Mei 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

36 Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah.
37 Tetapi pada waktu itu ia sakit lalu meninggal. Dan setelah dimandikan, mayatnya dibaringkan di ruang atas.
38 Lida dekat dengan Yope. Ketika murid-murid mendengar, bahwa Petrus ada di Lida, mereka menyuruh dua orang kepadanya dengan permintaan: “Segeralah datang ke tempat kami.”
39 Maka berkemaslah Petrus dan berangkat bersama-sama dengan mereka. Setelah sampai di sana, ia dibawa ke ruang atas dan semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup.
40 Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: “Tabita, bangkitlah!” Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk.
41 Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup.
42 Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan.
43 Kemudian dari pada itu Petrus tinggal beberapa hari di Yope, di rumah seorang yang bernama Simon, seorang penyamak kulit.


Dalam teks khotbah hari ini tampak bahwa kematian Tabita yang juga dikenal dengan nama Dorkas diratapi banyak orang; orang-orang merasa kehilangan dirinya, dan berharap dia dapat hidup kembali. Mengapa? Karena dalam hidupnya Tabita adalah orang yang baik dan mengabdikan hidupnya untuk menebarkan cinta kasih kepada orang yang membutuhkan. Kebaikannya inilah yang terus dikenang, tidak bisa dilupakan. Benarlah kata pepatah: “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, menusia mati meninggalkan nama.” Itulah sebabnya para murid yang telah menyaksikan kebaikan Tabita, mendatangi Rasul Petrus yang pada waktu itu sedang berada di Lida, dengan harapan sang Rasul berbuat sesuatu supaya Tabita dapat hidup kembali. Orang-orang pun, terutama para janda yang paling sering mendapatkan pertolongannya, menunjukan bukti cinta kasih Tabita kepada mereka ketika dia masih hidup (ay. 39). Sang Rasul pun memberikan pelayanan yang terbaik, dan dengan kuasa Tuhan, Dorkas pun dibangkitkan dan hidup kembali.

Seperti apa kebaikan Tabita atau Dorkas, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa kehilangan ketika dia meninggal dunia? Dalam ayat 36 disebutkan bahwa Tabita “banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah”. Kita tidak tahu apa saja dan sebanyak apa kebaikannya itu, hanya disebutkan “banyak sekali”, terutama dalam hal “memberi sedekah” (a.l. baju dan pakaian, ay. 39). Kita pun tidak tahu semua pihak yang pernah ditolongnya, tetapi sepertinya orang yang paling terkesan dan terbantu adalah para janda (bnd. ay. 39). Intinya adalah bahwa hidup Tabita/Dorkas penuh dengan pekerjaan yang baik (Yun. agathos, erga), terutama untuk memenuhi kebutuhan orang miskin (Yun. eleemosunon). Dia mirip dengan Kornelius, perwira Romawi, yang juga dengan murah hati banyak memberikan sedekah kepada umat Yahudi (Kis. 10:2).

Baik Tabita maupun Kornelius menyadari bahwa dalam diri mereka ada keistimewaan atau kelebihan yang perlu dibagikan kepada orang lain. Itulah sebabnya keduanya mengambil tanggung jawab atas orang-orang yang pada waktu itu kurang beruntung, termasuk yang terjajah dan terpinggirkan. Tabita menjadi perempuan istimewa yang merasa bertanggung jawab untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Dia berupaya supaya hidupnya berdampak positif dalam masyarakat di mana dia berada; dia berusaha supaya kehadirannya membawa transformasi dalam masyarakat dengan membuka pintu kebaikan bagi orang lain. Tabita menghabiskan hidupnya untuk berbuat baik bagi orang-orang di sekitarnya, dan mungkin saja ‘mengabaikan’ dirinya sendiri. Tabita adalah salah satu perempuan sepanjang zaman yang tanpa mengeluh selalu sedia untuk mengabdikan dirinya bagi yang lain. Dia menghabiskan seluruh waktu dan sumber daya yang dimilikinya untuk kepentingan orang lain dan bahkan dengan mengorbankan kesenangannya sendiri. Baginya, hidup itu bermakna ketika mendatangkan kebaikan bagi yang lain. Kepeduliannya kepada mereka yang membutuhkan sungguh luar biasa.

Tabita sebenarnya mengikuti teladan Yesus, mengorbankan diri sendiri untuk kebaikan banyak orang, bahkan sampai mati di kayu salib. Sebagai pengikut Yesus, Tabita tentu saja tahu pengorbanan Yesus itu beserta kisah kebangkitan-Nya. Pengorbanan dan kebangkitan Yesus ini telah membangkitkan semangatnya untuk mengabdikan hidupnya bagi orang lain, menebarkan cinta kasih kepada mereka yang membutuhkan. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh menghayati makna pengorbanan dan kebangkitan Yesuslah yang dengan tulus mampu menebarkan cinta kasih kepada sesama. Pengikut Kristus mestinya memaknai kebangkitan Yesus itu dengan menunjukkan kepedulian yang tulus kepada orang lain; mendatangkan kebaikan bagi mereka yang membutuhkan. Hal ini tidak berarti bahwa demi kepedulian kita kepada orang lain, kita tidak perlu lagi memperhatikan diri sendiri, atau tidak memperhatikan keluarga kita. Pada masa-masa sekarang, di mana dunia sedang sakit, penting untuk saling memperhatikan, berbuat baik sebagai tanda solidaritas kita terhadap sesama yang membutuhkan.

Kebaikan Tabita inilah yang kemudian membuat orang-orang di sekitarnya merasa kehilangan ketika dia meninggal dunia. Para murid, para janda, dan banyak lagi yang lain, mengenal dia karena kebaikannya. Banyak orang dewasa ini yang lebih dikenal karena keburukannya, kejahatannya, kenakalannya; la’ila ia niha tenga börö wa’asökhinia, hiza i börö wa’atandrofönia, börö wa’afaitonia, börö wa’amu’inia, börö wa’asilöyawania, btn. Tabita dikenal karena kebaikannya, dan kematiannya sungguh diratapi oleh orang-orang di sekitarnya. Pada waktu itu mereka percaya bahwa masih ada sesuatu yang bisa dilakukan, toh Yesus pernah membangkitkan orang mati, dan bahkan Yesus sendiri telah bangkit dari antara orang mati. Dalam semangat dan kepercayaa itulah mereka mendatangi Rasul Petrus dengan permintaan: “segeralah datang ke tempat kami” (ay. 38). Ini semacam permintaan supaya Petrus melakukan sesuatu supaya Tabita hidup kembali. Dalam teks tadi dikatakan bahwa Petrus berlutut dan berdoa, dan berpaling kepada mayat Tabita, dan berkata: “Tabita, bangkitlah!” (ay. 40). Oleh kuasa Tuhan, Tabita pun membuka matanya, bangkit dan hidup kembali.

Peristiwa kebangkitan Tabita ini tentu saja menjadi berita yang luar biasa, viral ke mana-mana. Berita tersebut berdampak luar biasa, banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan (ay. 42). Oleh kuasa Tuhan, Tabita dibangkitkan; oleh kuasa Tuhan, berita kebangkitan Tabita telah menjadi media efektif untuk membawa banyak orang kepada Kristus; dan oleh kuasa Tuhan, kita pun mengenal Kristus yang bangkit sampai hari ini.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...