Saturday, December 24, 2022

Firman telah menjadi Manusia (Yohanes 1:1-14)

Bahan Khotbah Minggu Natal I, 25 Desember 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
1:2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
1:3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
1:4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
1:5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
1:6 Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;
1:7 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.
1:8 Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.
1:9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.
1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.
1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.
1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.
1:14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Pengantar
Tema awal yang sangat penting dalam tulisan Yohanes adalah “Firman yang menjadi daging” (LAI: Firman itu telah menjadi manusia). Inilah yang kemudian kita kenal sebagai Inkarnasi Allah. Firman yang telah menjadi manusia ini sejak pada mulanya bersama-sama dengan Allah (ay. 1-3), datang untuk membawa terang (4-9), dan datang serta diam di antara manusia (10-14).

Firman Bersama-sama dengan Allah (ay. 1-3)
Menurut Yohanes, Yesus telah bersama-sama dengan Allah sejak pada mulanya (sejak penciptaan). Apa yang terjadi sekarang ialah bahwa Firman Allah yang kekal itu turun ke bumi mengambil rupa manusia, “Firman menjadi daging” (telah menjadi manusia). Ini bukanlah pertama sekali Allah terlibat dalam sejarah manusia. Sebelumnya Allah telah bekerja di dunia ini melalui perjanjian, hukum, hakim-hakim, raja-raja, dan nabi-nabi. Namun sekarang Allah melibatkan diri-Nya sendiri secara langsung, sebagai Firman Allah yang menjadi (daging) manusia dan tinggal bersama manusia dalam bentuk diri manusia.

Ungkapan “Firman bersama-sama dengan Allah” (ay. 1-2) selalu didahului dengan ungkapan khas penciptaan di kitab Kejadian, yakni “pada mulanya”. Hal ini memberi indikasi kuat bahwa injil Yohanes sedang membawa pembacanya kepada tradisi penciptaan dengan “Firman” Ilahi oleh Allah, sekaligus menjawab tantangan “rasionalitas” pikiran Yunani yang mereduksi keilahian Yesus dengan menganggap-Nya tidak berasal dari “kekekalan” (pada mulanya) dan bahwa Yesus terpisah dari Allah. Penegasan ini sangat penting untuk memberikan kepastian dan atau semacam dasar kepercayaan kepada pembacanya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (20:31) yang memiliki kemuliaan ilahi (1:14).

Dalam semangat yang sama, Yohanes menegaskan bahwa Firman yang bersama-sama dengan Allah itu sejak pada mulanya telah “bersama-sama” (“terlibat”) dengan Allah dalam suatu aktivitas ilahi, yakni aktivitas yang daripadanya segala sesuatu dijadikan (ay. 3), atau dalam tradisi penciptaan dikenal sebagai aktivitas penciptaan dan sejarah. Apa artinya? Yaitu bahwa Firman itu adalah Allah sendiri, Allah yang sudah ada sejak pada mulanya, Allah yang bergerak atau terlibat dalam medan sejarah “alam semesta”, Allah yang membuat segala sesuatu ada, dan karenanya Dia jugalah yang menata alam semesta ciptaan-Nya itu.

Firman itu Membawa Terang (ay. 4-9)
Dengan sangat hati-hati penulis injil ini menegaskan bahwa Yohanes bukanlah terang, dia hanyalah utusan Allah, saksi yang memberi kesaksian tentang terang itu (ay. 4-5). Sekarang, Yohanes menyampaikan kesaksiannya tentang logos itu, tentang terang tersebut.

Baiklah, Firman itu memang bersama-sama dengan Allah sejak pada mulanya, namun apa maknanya bagi para pembaca Yohanes? Apa dampak yang dihasilkan oleh Firman itu? Atau, pertanyaan yang lebih sederhana adalah mengapa Allah (harus) menjadi manusia? Karena dunia telah jatuh ke dalam kegelapan, sehingga dunia ini membutuhkan terang (bnd. ay. 5). Artinya, Allah menjadi manusia untuk membawa terang ke dunia yang telah dipenuhi oleh kegelapan. Dengan demikian, Allah datang untuk melawan kegelapan, dan itulah maksud utama dari kelahiran Yesus menurut Injil Yohanes. Dengan maksud ini kita diyakinkan bahwa di dalam Yesus ada terang yang memberi kehidupan, Dialah yang menerangi setiap orang bahkan yang ada di dalam kegelapan, dan itulah maksud kedatangan-Nya ke dalam dunia (ay. 9). Firman (logos) itu berasal dari kekekalan, sedangkan kegelapan itu tidaklah abadi. Di sini tersirat penegasan bahwa Yesus telah diberikan otoritas untuk menerangi kegelapan, sama seperti kuasa yang dimiliki-Nya untuk menghakimi (lih. 5:27). Sekarang, mau berjalan di mana? Dalam terang atau dalam kegelapan?

Firman itu Datang dan Diam di antara Manusia (ay. 10-14)
Namun, penulis Injil Yohanes tidak berhenti pada sesuatu yang abstrak, tidak berhenti pada suatu ide yang kedengarannya manis dan menjanjikan. Yohanes kemudian membuatnya lebih konkret, pertama-tama menegaskan bahwa kita semua dijadikan sebagai anak-anak Allah oleh karena kehendak Allah sendiri (ay. 12, 13), walaupun masih banyak orang yang tidak menerima Dia. Kedua, yaitu bahwa Firman yang menjadi manusia itu datang dan diam di antara manusia. Penegasan ini pada satu sisi memberi kepastian kepada setiap orang yang masih ragu-ragu akan kemungkinan “turunnya” Allah (yang ilahi) ke dalam dunia (yang materiil), dan pada sisi lain meyakinkan pembacanya untuk berani menjalani kehidupan di tengah-tengah dunia yang pada waktu itu telah dikuasai oleh kegelapan.

Lalu apa arti dari semua ini? Kerelaan Allah menjadi manusia, dan kini diam di antara manusia menunjukkan solidaritas ilahi akan dunia, menunjukkan bahwa Allah solider terhadap umat manusia dengan segala kesengsaraannya, menunjukkan bahwa Allah peduli secara nyata dengan penderitaan, kesulitan, bahkan keragu-raguan manusia. Ini merupakan berita sukacita besar, bukan saja kepada pembaca awal dari tulisan Yohanes ini, melainkan juga bagi manusia di sepanjang masa.

Pokok-pokok Renungan
1) Perayaan kelahiran Kristus menjawab keraguan kita tentang keilahian Yesus. Memang kita bisa saja tidak lagi ragu akan hal itu, tetapi dalam faktanya keraguan itu masih saja ada. Hal ini dapat dilihat misalnya pada bagian berikut:

“Suatu hari saya mengikuti kebaktian minggu di suatu jemaat BNKP yang ada di wilayah perkotaan. Saya duduk di bagian belakang bersama dengan warga jemaat biasa. Tanpa sengaja, saya melihat seorang warga jemaat sedang ber-sms-an dengan seseorang dan isi sms-nya itu adalah tentang “ilmu kekebalan tubuh” dan berbagai jimat lainnya sebelum berangkat. Saya tidak menyangka bahwa ada warga jemaat di perkotaan yang bahkan sedang mengikuti kebaktian pun masih saja melakukan praktik “kegelapan” seperti itu”. Sekarang, mau berjalan di mana? Dalam terang atau dalam kegelapan? Alai na lala bö’ö saekhu ba wa’atekiko nitörönia andrö!

2) Yohanes mungkin tidak tahu banyak tentang kisah Natal seperti yang biasa kita rayakan dewasa ini, tetapi dia tahu betul tentang semangat atau jiwa dari Inkarnasi itu, yaitu bahwa karena Yesus, perwujudan kasih karunia Allah (1:16) menjadi daging, maka kita diberikan kesempatan untuk mengenal Allah yang tidak dapat diketahui (1:18), dan mengakui diri sebagai anak-anak Allah yang dikasihi. Inilah sesungguhnya hadiah Natal itu, identitas yang baru, kesempatan yang baru, kemanusiaan yang baru, semuanya melalui Allah di dalam Kristus. Inilah hadiah Natal, dan sepantasnya menarik seluruh perhatian kita hari ini, bahkan sepanjang tahun.

Saturday, December 3, 2022

Memilih yang Baik Menjelang Hari Kristus (Filipi 1:3-11)

Khotbah Minggu Adven 2 (3 Desember 2022)
Dsiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.
1:4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.
1:5 Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.
1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.
1:7 Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.
1:8 Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.
1:9 Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,
1:10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,
1:11 penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.


Pengantar
Surat Filipi ini dikenal sebagai surat air mata sekaligus surat sukacita. Surat air mata, sebab ditulis ketika Paulus berada di penjara di Roma yang memaksanya meninggalkan jemaat ini sementara mereka juga mengalami berbagai penganiayaan atau pencobaan. Surat sukacita, sebab Paulus justru menganggap pemenjaraan dan penganiayaan yang dialaminya (dan dialami oleh jemaat) sebagai bagian dari iman dalam Kristus (bnd. Fil. 1:29), apalagi dia mendengar berita yang menggembirakan tentang jemaat pada waktu itu walaupun dia tidak berada di tengah-tengah mereka. Kesedihan Paulus terobati oleh karena jemaat Filipi telah menunjukkan kehidupan Kristen yang sesungguhnya sekalipun mereka dihantam oleh berbagai pencobaan. Paulus pun kemudian memberi penegasan tentang bagaimana ciri khas kehidupan orang Kristen itu, yaitu tentang sukacita, persekutuan, dan kasih mereka.

Sukacita Orang Kristen (1:4)
Ciri khas pertama dari orang Kristen dalam teks ini menyangkut sukacita. Paulus sendiri telah menunjukkan dalam dirinya, bahwa sekalipun dia saat itu berada dalam suasana yang menyedihkan, dianiaya oleh karena pemberitaan Injil Kristus, namun dia tetap bersukacita, dan itu terungkap secara jelas di pasal 4:4 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Böi yamamalömalö wa’omuso dödömi ba khö Zo’aya! Ufuli uwa’ö: Mi’omusoi’ö dödömi!). Dengan kata-kata ini, Paulus tidak bermaksud untuk menganggap remeh atau mengabaikan begitu saja penderitaan atau pencobaan; namun bagi Paulus, berbagai penderitaan/pencobaan itu seharusnya dipahami sebagai salah satu akibat yang harus kita terima karena memilih percaya pada Kristus (1:29).

Selain itu, dalam teks renungan kita pada hari ini disebutkan bahwa sukacita orang Kristen itu dapat terlihat dalam dan melalui doa mereka (1:4), yaitu selalu membawa manusia kepada kemurahan Allah. Itulah doa orang Kristen yang penuh dengan sukacita, dapat mengubah kehidupan umat Tuhan menjadi lebih bersemangat, sebab mampu membawa diri sendiri dan orang lain ke dalam sukacita dan damai sejahtera Allah yang begitu besar. Dalam pengertian yang lebih luas, kehidupan orang Kristen seharusnya dapat mendatangkan sukacita bagi dunia di mana dia berada, mengandrö saohagölö niha ero na so ia.

Persekutuan (1:7-8)
Kehidupan orang Kristen yang benar ditandai dengan adanya “persekutuan” yang harmonis terutama dalam hal berita Injil. Maksudnya ialah bahwa orang Kristen itu haruslah pertama-tama merasa bagian dari yang lain (ay. 1:7a, 8), turut mendapat bagian dalam pekerjaan Injil, turut mengambil bagian dalam penderitaan demi Injil, dan turut mendapat bagian bersama Kristus (1:7-8). Dalam hal ini kita menjadi satu dengan Kristus, dan seterusnya menjadi satu dengan yang lain di antara orang-orang yang percaya pada Kristus Yesus.

Persekutuan orang Kristen yang benar terjadi dan terjalin tidak hanya ketika ada sukacita, tetapi juga ketika menderita (dipenjara karena Injil), dalam segala hal dan situasi. Persekutuan orang Kristen sesungguhnya tidak hanya terlihat melalui “persekutuan” ketika kebaktian/ibadah bersama (kebaktian Minggu dan PA), tetapi bagaimana setiap orang percaya merasa bahwa dirinya pertama-tama merupakan bagian dari Kristus, kemudian bagian dari yang lain dalam “persekutuan” itu.

Kita boleh saja bersekutu bersama-sama melalui kebaktian minggu atau pun PA, namun itu tidak otomatis menunjukkan bahwa kita merasa bagian dari yang lain, tidak otomatis membuktikan bahwa kita telah menjadi satu dengan Kristus dan telah menjadi satu dengan yang lain dalam ibadah itu. Belum tentu! Karenanya, persekutuan kita dalam ibadah seharusnya diteruskan lagi melalui persekutuan dalam kehidupan sehari-hari dalam aneka dinamika kehidupan kita, baik sukacita maupun dukacita atau penderitaan.

Kasih yang Melimpah (1:9-10)
Kekristenan itu terkenal dengan ajaran tentang “kasih”, dan semua orang tahu tentang itu, baik orang Kristen sendiri maupun non Kristen. Paulus pun menyinggung hal itu dalam teks renungan kita pada hari ini, hanya saja dengan penekanan supaya kasih orang-orang percaya pada Kristus itu terus melimpah, bertumbuh, dan makin besar setiap hari, tidak sekadar “ikut-ikutan”, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik. Apa artinya? Yaitu bahwa sesungguhnya kasih orang Kristen itu tidak pernah terbatas (mo’inötö), justru semakin berkembang dari waktu ke waktu, bahkan dalam berbagai penderitaan pun kasih Kristen itu justru semakin besar.

Orang Kristen yang hidup dalam kasih yang seperti ini, secara perlahan tetapi pasti terus bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik (fahöna khönia wa’aboto ba dödö ba fangi’ila satulö ba si sökhi ero ma’ökhö). Hal ini sangat penting, sebab menunjukkan bahwa orang Kristen yang benar itu telah dimurnikan atau dibersihkan dari semua yang jahat (kotor) sehingga menjadi suci/murni sekaligus menunjukkan bahwa orang Kristen yang suci/murni itu tidak pernah menyebabkan diri sendiri dan orang lain tersandung (cacat).

Ada banyak orang Kristen yang nampaknya “suci” atau tidak bercacat, tidak bercela, namun mereka “gagal” meyakinkan orang lain untuk percaya pada Kristus; ada banyak orang Kristen yang memiliki kehidupan rohani yang begitu baik, namun tidak mampu memengaruhi orang lain untuk semakin mengenal kasih Kristus dalam hidup mereka. Bukan orang Kristen dengan tipe seperti ini yang diharapkan oleh Paulus menurut teks renungan kita pada hari ini. Orang Kristen yang telah “disucikan” sesungguhnya mampu menarik orang lain kepada Kristus, dan menjadikan Kristus sebagai pusat dan arah seluruh kemuliaan, bukan dirinya sendiri. Itulah kasih yang melimpah, terus bertumbuh, semakin besar, dan mampu membawa orang lain menjadi lebih dekat kepada Kristus.

Menjelang hari Kristus, orang Kristen tentu memilih untuk melakukan yang baik, menjadi berkat bagi dunia di mana dia berada. Memilih yang baik berarti menggunakan kesempatan yang ada untuk hidup dalam kebaikan, yaitu kebaikan menurut ukuran Kristus. Di tengah dunia yang saat ini semakin edan, orang Kristen mampu memilih yang baik sebagai jalan hidupnya, dan tidak terjerumus dalam berbagai rupa ke-edan-an dunia ini.

Selamat memilih yang baik!



Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...