Khotbah Minggu Adven 2 (3 Desember 2022)
Dsiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
1:3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.
1:4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.
1:5 Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.
1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.
1:7 Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.
1:8 Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.
1:9 Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,
1:10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,
1:11 penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.
Pengantar
Surat Filipi ini dikenal sebagai surat air mata sekaligus surat sukacita. Surat air mata, sebab ditulis ketika Paulus berada di penjara di Roma yang memaksanya meninggalkan jemaat ini sementara mereka juga mengalami berbagai penganiayaan atau pencobaan. Surat sukacita, sebab Paulus justru menganggap pemenjaraan dan penganiayaan yang dialaminya (dan dialami oleh jemaat) sebagai bagian dari iman dalam Kristus (bnd. Fil. 1:29), apalagi dia mendengar berita yang menggembirakan tentang jemaat pada waktu itu walaupun dia tidak berada di tengah-tengah mereka. Kesedihan Paulus terobati oleh karena jemaat Filipi telah menunjukkan kehidupan Kristen yang sesungguhnya sekalipun mereka dihantam oleh berbagai pencobaan. Paulus pun kemudian memberi penegasan tentang bagaimana ciri khas kehidupan orang Kristen itu, yaitu tentang sukacita, persekutuan, dan kasih mereka.
Sukacita Orang Kristen (1:4)
Ciri khas pertama dari orang Kristen dalam teks ini menyangkut sukacita. Paulus sendiri telah menunjukkan dalam dirinya, bahwa sekalipun dia saat itu berada dalam suasana yang menyedihkan, dianiaya oleh karena pemberitaan Injil Kristus, namun dia tetap bersukacita, dan itu terungkap secara jelas di pasal 4:4 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Böi yamamalömalö wa’omuso dödömi ba khö Zo’aya! Ufuli uwa’ö: Mi’omusoi’ö dödömi!). Dengan kata-kata ini, Paulus tidak bermaksud untuk menganggap remeh atau mengabaikan begitu saja penderitaan atau pencobaan; namun bagi Paulus, berbagai penderitaan/pencobaan itu seharusnya dipahami sebagai salah satu akibat yang harus kita terima karena memilih percaya pada Kristus (1:29).
Selain itu, dalam teks renungan kita pada hari ini disebutkan bahwa sukacita orang Kristen itu dapat terlihat dalam dan melalui doa mereka (1:4), yaitu selalu membawa manusia kepada kemurahan Allah. Itulah doa orang Kristen yang penuh dengan sukacita, dapat mengubah kehidupan umat Tuhan menjadi lebih bersemangat, sebab mampu membawa diri sendiri dan orang lain ke dalam sukacita dan damai sejahtera Allah yang begitu besar. Dalam pengertian yang lebih luas, kehidupan orang Kristen seharusnya dapat mendatangkan sukacita bagi dunia di mana dia berada, mengandrö saohagölö niha ero na so ia.
Persekutuan (1:7-8)
Kehidupan orang Kristen yang benar ditandai dengan adanya “persekutuan” yang harmonis terutama dalam hal berita Injil. Maksudnya ialah bahwa orang Kristen itu haruslah pertama-tama merasa bagian dari yang lain (ay. 1:7a, 8), turut mendapat bagian dalam pekerjaan Injil, turut mengambil bagian dalam penderitaan demi Injil, dan turut mendapat bagian bersama Kristus (1:7-8). Dalam hal ini kita menjadi satu dengan Kristus, dan seterusnya menjadi satu dengan yang lain di antara orang-orang yang percaya pada Kristus Yesus.
Persekutuan orang Kristen yang benar terjadi dan terjalin tidak hanya ketika ada sukacita, tetapi juga ketika menderita (dipenjara karena Injil), dalam segala hal dan situasi. Persekutuan orang Kristen sesungguhnya tidak hanya terlihat melalui “persekutuan” ketika kebaktian/ibadah bersama (kebaktian Minggu dan PA), tetapi bagaimana setiap orang percaya merasa bahwa dirinya pertama-tama merupakan bagian dari Kristus, kemudian bagian dari yang lain dalam “persekutuan” itu.
Kita boleh saja bersekutu bersama-sama melalui kebaktian minggu atau pun PA, namun itu tidak otomatis menunjukkan bahwa kita merasa bagian dari yang lain, tidak otomatis membuktikan bahwa kita telah menjadi satu dengan Kristus dan telah menjadi satu dengan yang lain dalam ibadah itu. Belum tentu! Karenanya, persekutuan kita dalam ibadah seharusnya diteruskan lagi melalui persekutuan dalam kehidupan sehari-hari dalam aneka dinamika kehidupan kita, baik sukacita maupun dukacita atau penderitaan.
Kasih yang Melimpah (1:9-10)
Kekristenan itu terkenal dengan ajaran tentang “kasih”, dan semua orang tahu tentang itu, baik orang Kristen sendiri maupun non Kristen. Paulus pun menyinggung hal itu dalam teks renungan kita pada hari ini, hanya saja dengan penekanan supaya kasih orang-orang percaya pada Kristus itu terus melimpah, bertumbuh, dan makin besar setiap hari, tidak sekadar “ikut-ikutan”, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik. Apa artinya? Yaitu bahwa sesungguhnya kasih orang Kristen itu tidak pernah terbatas (mo’inötö), justru semakin berkembang dari waktu ke waktu, bahkan dalam berbagai penderitaan pun kasih Kristen itu justru semakin besar.
Orang Kristen yang hidup dalam kasih yang seperti ini, secara perlahan tetapi pasti terus bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian akan yang benar dan baik (fahöna khönia wa’aboto ba dödö ba fangi’ila satulö ba si sökhi ero ma’ökhö). Hal ini sangat penting, sebab menunjukkan bahwa orang Kristen yang benar itu telah dimurnikan atau dibersihkan dari semua yang jahat (kotor) sehingga menjadi suci/murni sekaligus menunjukkan bahwa orang Kristen yang suci/murni itu tidak pernah menyebabkan diri sendiri dan orang lain tersandung (cacat).
Ada banyak orang Kristen yang nampaknya “suci” atau tidak bercacat, tidak bercela, namun mereka “gagal” meyakinkan orang lain untuk percaya pada Kristus; ada banyak orang Kristen yang memiliki kehidupan rohani yang begitu baik, namun tidak mampu memengaruhi orang lain untuk semakin mengenal kasih Kristus dalam hidup mereka. Bukan orang Kristen dengan tipe seperti ini yang diharapkan oleh Paulus menurut teks renungan kita pada hari ini. Orang Kristen yang telah “disucikan” sesungguhnya mampu menarik orang lain kepada Kristus, dan menjadikan Kristus sebagai pusat dan arah seluruh kemuliaan, bukan dirinya sendiri. Itulah kasih yang melimpah, terus bertumbuh, semakin besar, dan mampu membawa orang lain menjadi lebih dekat kepada Kristus.
Menjelang hari Kristus, orang Kristen tentu memilih untuk melakukan yang baik, menjadi berkat bagi dunia di mana dia berada. Memilih yang baik berarti menggunakan kesempatan yang ada untuk hidup dalam kebaikan, yaitu kebaikan menurut ukuran Kristus. Di tengah dunia yang saat ini semakin edan, orang Kristen mampu memilih yang baik sebagai jalan hidupnya, dan tidak terjerumus dalam berbagai rupa ke-edan-an dunia ini.
Selamat memilih yang baik!
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?