Sunday, May 8, 2016

TUHANlah Raja, Penguasa Segala Sesuatu (Mazmur 97:1-12)



Rancangan Khotbah Minggu, 8 Mei 2016

Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]

Mazmur 97 ini hendak menggambarkan keagungan dan kemuliaan TUHAN sebagai Penguasa (Raja) tertinggi atas segala sesuatu di bumi; bahwa segala macam berhala sia-sia; dan bahwa orang benar dipelihara.

Keagungan dan kemuliaan Allah sebagai Raja tertinggi tersebut digambarkan dengan: awan dan kekelaman yang ada sekeliling Dia (ay. 2), api yang menjalar di hadapan-Nya (ay. 3), kilat-kilat yang menerangi dunia (ay. 4), bumi yang gemetar melihat-Nya (ay. 4), gunung-gunung yang luluh (ay. 5), dan langit yang memberitakan keadilan-Nya (ay. 6). Dalam PL, sebagaimana dunia kuno lainnya, manifestasi keagungan dan kemuliaan Allah ini memang sering digambarkan dengan berbagai fenomena alam, misalnya ketika Allah menyatakan diri-Nya di Gunung Sinai dan berbagai penyataan diri lainnya (Kel. 19:16-19; bnd. Mzm. 104:3; Dan. 7:13; Mat. 24:30; Why 1:7).

Penggambaran Allah dengan fenomena alam dalam teks ini mengandung dua makna:
Pertama,
Bahwa Allah Sang Raja itu sungguh-sungguh Agung dan Mulia; keagungan dan kemuliaan-Nya mengatasi segala bumi.[2] Darimana kita dapat melihat kebesaran Allah itu? Di mana kita bisa menyaksikan keagungan-Nya tersebut? Apakah cukup dengan melihat berbagai fenomena alam itu saja? Menurut pemazmur, kebesaran, kekuasaan, dan keagungan Allah itu terlihat dengan jelas ketika Dia menjalankan pemerintahan dan penghakiman-Nya. Dia adalah Allah yang benar, Allah yang adil, Tuhan yang menjalankan pemerintahan dan penghakiman-Nya dengan keadilan dan hukum. Penegasan ini pada satu sisi memberi ketenangan bagi orang-orang yang takut akan Tuhan bahwa Allah berpihak pada mereka yang taat kepada-Nya; namun pada sisi lain penegasan ini menjadi peringatan keras bagi orang-orang fasik, yaitu bahwa Allah tidak akan pernah kompromi dengan segala bentuk kejahatan, Ia pasti menegakkan keadilan dan hukum, tentu dengan segala konsekuensinya.

Sebagai Allah yang adil, yang berlandaskan pada “keadilan dan hukum”, pemerintahan Allah digambarkan seperti “api yang menghancurkan lawan-lawan-Nya” (97:3; bnd. Mzm. 18:13; 50:3). Artinya, Allah tidak akan membiarkan lawan-lawan-Nya (para penguasa dan orang-orang fasik) untuk tetap hidup dalam kefasikan mereka, Dia akan membakar habis mereka. Dia datang untuk memerintah, dan dalam pemerintahannya semua musuhnya (yang fasik) akan hancur.

Kedua,
Bahwa segala kekuatan alam yang selama ini sangat ditakuti oleh manusia, bahkan beberapa bangsa menyembah kekuatan alam tersebut, kini tunduk dan melayani TUHAN semesta alam, bahkan langit yang dalam dunia kuno sering disembah karena dianggap menyimpan berbagai kekuatan dan kuasa, ternyata harus tunduk di bawah kekuasaan TUHAN dengan menjadi “media” untuk memberitakan keadilan Allah. Berbagai fenomena alam itu, segala kekuatan yang dimiliki bumi, ternyata tidak ada apa-apanya dibanding dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh TUHAN Allah (bnd. Hak. 5:5; Mik. 1:4; Nah. 1:5), sebab Dialah Raja yang sesungguhnya. Segala kemuliaan bumi itu menjadi kehilangan “rasa percaya dirinya” ketika berhadapan dengan Tuhan, karena ternyata keagungan dan kemuliaan Allah sungguh menguasai seluruh bumi.

Apa artinya? Segala berhala (patung) yang biasa disembah oleh orang-orang fasik, ternyata hanya sekadar benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa, allah yang tidak nyata, dan hanya memberikan janji-janji palsu bagi penyembahnya. Intinya adalah bahwa segala macam berhala itu tidak memiliki kuasa apa-apa; hanya TUHAN Allah sendiri yang memiliki segala kuasa yang benar. Jadi, orang-orang yang selama ini menaruh pengharapannya pada segala jenis berhala (patung), akan mendapatkan malu yang luar biasa, sebab ternyata pujaan mereka itu tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.
                   
Bangsa-bangsa lain selalu mengandalkan dan memegahkan diri mereka karena kekuatan yang mereka miliki, sehingga mereka sering menggunakan kekuatan itu untuk menaklukkan dan menindas umat Tuhan. Namun, ketika berhadapan dengan kekuatan Tuhan, ternyata mereka tidak berdaya, mereka takluk di bawah kuasa Tuhan, mereka menjadi malu sendiri, dan pada akhirnya mereka harus mengakui bahwa kuasa yang sesungguhnya hanya ada pada TUHAN Allah saja. Tentu, hal ini mendatangkan sukacita bagi mereka yang selama ini takut akan Tuhan, sebab TUHAN yang mereka sembah telah terbukti sebagai Allah yang Agung, Allah yang Mulia, dan Allah yang Mahatinggi. Tidak ada satu pun allah yang dapat bertahan di hadapan-Nya. Dengan sendirinya hal ini menunjukkan bahwa segala kejahatan dan kekejian dari penyembahan berhala sudah berakhir, dan itu adalah sukacita besar bagi umat Tuhan.

Akhirnya, setelah pemazmur menunjukkan betapa besarnya kuasa Tuhan, dan betapa tidak berdayanya bangsa dan allah orang-orang fasik, kini pemazmur mengajak umat Tuhan untuk mengambil sikap yang benar, yaitu sikap yang membenci kejahatan. Ada jaminan bahwa Tuhan Allah akan membebaskan mereka yang memilih jalan yang benar, Tuhan akan memberikan sukacita besar bagi mereka, dan melepaskan mereka dari kejahatan orang-orang fasik. Itulah sukacita orang-orang benar, karena itu sudah sepatutnya kita menghaturkan ucapan syukur bagi Tuhan.

Selamat berefleksi, Tuhan memberkati!


[1] Khotbah Minggu, 08/05/2016, di BNKP Jemaat Sibohou Resort 26
[2]Kata “awan” dan “kegelapan” (LAI: kekelaman) dipadukan, menunjuk pada “awan tebal, gelap berawan, kesuraman”. Dengan kalimat ini muncul anggapan bahwa Allah berurusan dengan sesuatu yang gelap, misterius, tidak dapat dimengerti, seolah-olah Dia dikelilingi oleh awan dan kegelapan. Namun, kalau melihat konteks teks ini maka anggapan tersebut nampaknya kurang tepat. Adalah lebih baik memahaminya bahwa pemazmur meluapkan perasaan kagumnya terhadap Allah yang agung yang mengatasi segala bumi itu dengan menggambarkan karakter Allah tersebut dengan “awan” dan “kegelapan/kekelaman” (awan tebal yang gelap). Demikian juga dengan kilat, sering dianggap sebagai manifestasi dari kekuatan ilahi, dan orang terkagum-kagum bahkan ada yang ketakutan (gemetar) melihatnya.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...