Saturday, January 6, 2018

Melekat Langsung dengan Pokok Anggur yang Benar (Yohanes 15:1-8)



Bahan Khotbah Minggu, 7 Januari 2018

Oleh: Pdt. Alokasih Gulo [1]

15:1  “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
15:2  Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
15:3  Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.
15:4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
15:5  Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
15:6  Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
15:7  Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
15:8  Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”

Pada teks ini Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai “pokok anggur yang benar” dan hanya mereka (ranting) yang tinggal di dalam Dia yang dapat menghasilkan buah yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah sumber kehidupan, di luar diri-Nya tidak ada kehidupan. Sebaliknya, mereka (ranting) yang tidak menghasilkan buah (anggur yang benar) akan dipotong, dibuang keluar hingga menjadi kering, dan pada akhirnya dicampakkan ke dalam api untuk dibakar; sementara ranting yang berbuah selalu dibersihkan supaya ia dapat berbuah lebih banyak lagi.

Dalam PL bangsa Israel dianggap sebagai kebun anggur (Mzm. 80:8-16; Yes. 5:1-7; Yer. 2:21; Yeh. 19:10; Hos. 10:1). Sayang sekali, bangsa Israel seringkali gagal menghasilkan buah oleh karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan Allah sebagai pemilik (pengusaha) kebun anggur. Jadi, perkataan Yesus yang menggambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur “yang benar” merupakan antitesis dari bangsa Israel yang oleh karena ketidaktaatan mereka telah menjadi kebun anggur “yang menghasilkan buah yang asam” (Yes. 5:4), berbau busuk dan liar (Yer. 2:21). Mengapa mereka justru menghasilkan buah yang seperti itu? Karena mereka tidak lagi tinggal di dalam pokok anggur yang benar itu, mereka tidak taat kepada Sang Pemilik dan Pengusaha kebun anggur tersebut, yaitu Allah sendiri.

Dalam teks ini, Yesus memakai analogi yang menarik untuk menggambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur yang benar dengan para pengikut-Nya sebagai ranting-ranting pohon anggur. Analogi ini menunjukkan “hubungan” yang tidak dapat terpisahkan antara Yesus dan para pengikut-Nya. Kalau para pengikut-Nya (ranting-ranting) terpisah dari Yesus (pokok anggur) maka ranting-ranting itu tidak akan menghasilkan buah yang baik, bahkan akan menjadi kering dan mati, pada akhirnya dicampakkan ke dalam api dan dibakar. Jadi, satu-satunya jalan untuk menghasilkan buah yang baik adalah ranting-ranting itu harus tetap “melekat langsung” dengan sumber kehidupan, pokok anggur yang benar, yaitu Tuhan Yesus. Itulah maksud dari perkataan Yesus “tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu” (ay. 4, 5, 7).

Secara berkala dilakukan pembersihan terhadap ranting-ranting pokok anggur tersebut, tetapi dengan perlakuan dan tujuan yang berbeda. Ranting yang tidak menghasilkan buah dipotong (ay. 2), dibuang keluar dan dicampakkan ke dalam api (ay. 6). Sementara ranting yang menghasilkan buah akan dibersihkan supaya dapat berbuah banyak lagi (ay. 2). Itulah yang akan dilakukan oleh pengusaha atau pemilik kebun anggur (yaitu Bapa) terhadap setiap ranting dari pokok anggur tersebut, pertimbangan satu-satunya adalah apakah ranting itu berbuah atau tidak. Pertanyaannya ialah apa yang mesti dilakukan supaya ranting-ranting itu dapat berbuah?

Melekat langsung dengan Yesus merupakan prasyarat utama untuk dapat bertahan hidup dan menghasilkan buah yang banyak. Hal ini penting mengingat semakin banyaknya godaan pada zaman sekarang yang dapat saja memisahkan kita dari Tuhan Yesus, Sumber kehidupan yang sesungguhnya. Memang ada banyak orang Kristen di dunia ini, tetapi sangat sedikit yang masih melekat langsung dengan Yesus, akibatnya tidak dapat menghasilkan buah apa pun. Dari waktu ke waktu semakin banyak orang Kristen yang mengalami kekeringan spiritual dan menjalani kehidupan tanpa memberi manfaat yang berarti bagi sekitarnya. Pada akhirnya, menurut Yesus, orang-orang seperti ini akan dicampakkan ke dalam api dan dibakar, sebab tidak ada gunanya mempertahankan mereka.

Tetap bertahan hidup dan menghasilkan buah yang banyak merupakan impian kita semua. Tuhan pun menghendaki kita memeroleh kehidupan dan menghasilkan buah yang banyak, buah yang bermanfaat bagi sekitar kita, dan tentunya buah yang dapat menjadi kemuliaan Bapa (lih. ay. 8). Maka, seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa satu-satunya jalan untuk dapat menghasilkan buah yang banyak adalah ranting-ranting tersebut harus tetap “melekat langsung” dengan sumber kehidupan, pokok anggur yang benar, yaitu Tuhan Yesus. Oleh sebab itu, kita mesti membuka diri untuk diisi, dikendalikan dan dibersihkan oleh firman Tuhan walaupun kadang-kadang menyakitkan. Lebih baik terasa sakit karena dibersihkan oleh firman Tuhan sehingga kemudian dapat menghasilkan buah yang banyak, daripada terasa sakit karena dipotong dan dicampakkan ke dalam api sebab tidak berbuah dan tidak berguna sama sekali.

Persoalannya ialah kita seringkali memilih “berpisah” dari pokok/sumber kehidupan itu, dan lebih memilih melekat pada pokok/sumber yang lain, sehingga perlahan-lahan kita mengalami kekeringan spiritual dan tidak menghasilkan buah seperti yang diharapkan oleh Tuhan. Dalam beberapa than terakhir ada kecenderungan menyalahkan para hamba Tuhan ketika kita mengalami kekeringan spiritual dan merasa hampa dalam menjalani kehidupan. Memang harus diakui bahwa peranan hamba Tuhan dalam membangun kehidupan spiritual jemaat cukup besar. Namun, pertanyaan penting yang mesti kita ajukan terhadap diri sendiri adalah apakah selama ini saya tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan tinggal di dalam aku? Apakah selama ini saya selalu melekatkan diri dengan Tuhan, Sumber kehidupan itu, atau saya malah sibuk melekatkan diri dengan berbagai perkara duniawi yang justru menjerumuskan saya ke dalam kekeringan spiritual dan kehampaan kehidupan?



[1] Khotbah Minggu, 07-01-2018, di BNKP Jemaat Faekhu

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...