Wednesday, April 29, 2020

Mengapa Memilih Kematian kalau Ada Kehidupan? (Yehezkiel 33:7-11)




Oleh: Pdt. Alokasih Gulo


33:7  Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka demi nama-Ku.
33:8    Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! --dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
33:9    Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.
33:10  Dan engkau anak manusia, katakanlah kepada kaum Israel: Kamu berkata begini: Pelanggaran kami dan dosa kami sudah tertanggung atas kami dan karena itu kami hancur; bagaimanakah kami dapat tetap hidup?
33:11  Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?
 
Pembuangan yang dialami oleh bangsa Yehuda keBabel disebabkan oleh dosa-dosa mereka, dan mengakibatkan mereka “kehilangan status kemerdekaan apalagi sebagai umat TUHAN, sebab di pembuangan mereka tinggal menjadi bagian dari provinsi Babilonia di sebelah utara. Selain itu, sebagian kaum buangan ini kadang-kadang dikerahkan untuk kerja rodi pada bangunan-bangunan besar yang ditangani raja Nebukadnezar.

Selama masa pembuangan orang-orang Yehuda memang diperbolehkan untuk meneruskan kebiasaan hidup masyarakatnya, tetapi sesungguhnyamereka menghadapi suatu zaman yang penuh kesukaran. Mereka tidak dapatmenyembah Tuhan sebagaimana di Yerusalem sebelumnya, dan lama kelamaan ada yang mengikuti kultus dalam agama Babel dengan segala daya tarik upacara keagamaannya itu. Daya tarik inilah yang dari waktu ke waktu semakin menggoda dan menggoncangkan keyakinan bangsa Yehuda.

Di tengah kehidupan bangsa Yehuda tersebut, Allah memanggil Yehezkiel untuk menjadi penjaga umat-Nya itu (lih. Juga Yeh. 3:16-21).Di sini Yehezkiel bernubuat tentang kehancuran Yerusalem dan bait Allah, dan nubuatannya ini ditujukan bagi bangsa Yehuda yang ada di pembuangan.

Istilah penjaga sebenarnya memiliki arti yang luas. Istilah ini dapat berarti orang yang bertugas untuk menjaga maupun orang yang meninjau seperti mata-mata atau pengintai dan terus-menerus memperhatikan atau mengamati sesuatu. Pada zaman Alkitab suatu ‘kota’ lazimnya memiliki tembok yang sekaligus berperan dalam segi pertahanan suatu kota itu, sehingga kota tersebut kadang-kadang disebut “kota berkubu” atau “kota bertembok”. Dalam kota berkubu tersebut biasanya terdapat menara penjaga yang dibuat lebih tinggi dalam sebuah benteng pertahanan. Menara penjaga disebut juga menara sudut yang merupakan bagian dari suatu tembok tempat menembak ke luar. Pada masa itu, seorang penjaga biasanya berdiri dan berjaga-jaga tanpa pernah tertidur di atas menara penjaga. Dari atas menara tersebut penjaga melihat kedatangan orang atau kelompok orang yang berkunjung dari jarak yang jauh dan ia harus memberitahukan apa yang dilihatnya (Yesaya 21:6). Bentuk peringatan yang disampaikan dapat berupa suara sangkakala (Yehezkiel 33:3), maupun seruan (2 Samuel 18:25). Penjaga inilah yang bertanggung jawab memberitahukan atau memperingatkan orang-orang di kota tersebut kalau ada orang yang menuju ke dalam kota mereka, terlebih-lebih kalau yang datang itu adalah musuh. Pekerjaan inilah yang diberikan oleh Allah kepada Yehezkiel, tetapi bukan dalam pengertian harafiah. Dia dipanggil oleh Allah menjadi penjaga yang mempunyai tugas memberitahukan dan atau memperingatkan bangsa Israel mengenai sesuatu firman dari Tuhan. Dalam konteks ini Yehezkiel berperan untuk menyampaikan apapun yang didengarnyadari Tuhan kepada bangsa Yehuda sebagai suatu peringatan. Peringatannya disampaikan kepada seluruh umat di pembuangan; peringatan ini tidak bermaksud hanya untuk menakut-nakuti umat Tuhan, tetapi untuk membuat mereka sadar dan mawas diri, memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih kehidupan dan bukan kematian. Allah boleh saja mendatangkan kematian atas mereka, atau sebaliknya memberi kehidupan bagi mereka tanpa harus melalui peringatan Yehezkiel. Tetapi, Allah sepertinya menginginkan mereka melalui proses yang mungkin saja sulit itu, dan mereka yang tidak mengindahkan peringatan itu akan mati, sementara yang menaatinya akan beroleh kehidupan.

Panggilan Yehezkiel sebagai penjaga menunjukkan bahwa ia mempunyai peran untuk menjaga kehidupan bangsanya dari berbagai ancaman. Ancaman besar bagi bangsa Yehuda pada masa itu adalah agama Babel yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi bangsa Yehuda untuk ikut terlibat dalam upacara-upacara keagamaan. Kehidupan sebagai kaum buangan pasca hancurnya Yerusalem dan bait Allah sebagai identitas mereka mengakibatkan bangsa Yehuda mengalami krisis dalam kehidupan religius sehingga mereka kehilangan harapan terhadap masa depan bangsa mereka. Kehilangan harapan dan atau keputusasaan umat Tuhan itu terungkap di ayat 10. Ayat 10 ini menggambarkan keputusasaan umat Tuhan atas keberdosaan mereka, tiada lagi harapan. Mereka sadar bahwa pembuangan ke Babel merupakan akibat dari dosa-dosa mereka, sayang sekali mereka merasa jatuh sekali (feeling down), sehingga mereka berpikir bahwa tidak mungkin lagi mereka mendapatkan kehidupan. Dalam situasi seperti ini, Yehezkiel diutus agar dapat mempertahankan kehidupan mereka sebagai umat pilihan Allah yang tetap setia kepada-Nya dari ancaman kehidupan sosial bangsa Babel, terutama agama Babel.

Di ayat 11 Tuhan menegaskan bahwa dosa mereka itu bukan akhir dari segala-galanya; benar bahwa Tuhan menghukum setiap orang yang berbuat dosa, tetapi Dia sebenarnya menghendaki kehidupan/keselamatan bagi umat-Nya, sehingga Dia memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Itulah berita yang harus disampaikan oleh Yehezkiel sebagai penjaga umat Israel. Artinya, kesadaran akan keberdosaan seharusnya membimbing umat Tuhan kepada pertobatan dan kehidupan, bukan keputusasaan. Di sinilah penjaga umat Tuhan (dhi Yehezkiel) bekerja untuk memberi tanda peringatan dan memberitahu bahaya yang akan datang. Mengapa memilih kematian kalau ada kehidupan? Memilih kehidupan berarti bertobat.

Ada beberapa pesan penting kepada kita dalam teks khotbah pada hari ini:
1.     Bahwa Tuhan memberi kita kesempatan untuk memilih kehidupan, dan bukan kematian. Oleh karena itu, Tuhan berseru kepada kita: “Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu!” Jadi, memilih kehidupan berarti berbalik ke jalan-jalan Tuhan;
2.  Bahwa apa pun kondisi kita saat ini, sudah terlalu jatuh ke dalam kubangan dosa misalnya, selagi ada kesempatan, itu bukan akhir dari segala-galanya. Kasih Allah jauh lebih besar dari kebobrokan kita, dan kasih Allah itu diberikan-Nya kepada kita supaya kita kembali ke jalan yang benar;
3.  Bahwa ketika “para penjaga” umat Tuhan memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin saja muncul, kita harus mendengarkannya. Bayangkan misalnya kalau kita mengendarai motor/mobil, dan kita tidak memperhatikan rambu-rambu lalulintas, bahkan tidak mendengarkan peringatan dari para petugas, maka kita akan jatuh ke dalam kecelakaan. Jadi, peringatan-peringatan atau teguran-teguran dari Tuhan yang disampaikan oleh hamba-hamba-Nya sebenarnya adalah untuk kebaikan kita juga, sekali-kali bukan untuk kematian. Para penjaga ini dipilih dan ditetapkan oleh Tuhan, atau atas kehendak-Nya, mulai dari para nabi, rohaniwan, dan pemerintah. Dalam situasi sulit ini, kita berada di bawah "teror" pandemi Covid-19, kita mesti taat pada peringatan-peringatan yang disampaikan oleh para penjaga umat Tuhan, mulai dari para agamawan/rohaniwan, hingga para pejabat pemerintahan atau pihak berwenang untuk itu. Mereka adalah "perpanjangan lidah" Tuhan yang menyampaikan peringatan kepada kita supaya kita memilih kehidupan dan bukan kematian. Maka, jangan keraskan hatimu, jangan ngeyel, jangan habiskan energimu untuk berdebat ketika para penjaga umat Tuhan, para pemimpin agamamu dan pemerintah memperingatkanmu akan bahaya kematian yang muncul ketika tidak bisa menjaga diri.
4.  Bahwa para penjaga umat Tuhan harus melaksanakan tugasnya dengan amat baik, tanggung jawabnya amat besar, dan konsekuensinya pun tidak main-main: “nyawa” sendiri. Karenanya, para penjaga mesti melaksanakan tugas ini dengan baik dan benar, jangan sampai mencelakai orang-orang yang dijaga itu, seperti sebuah ungkapan: “pagar makan tanaman”. Dalam konteks yang lebih luas, para penjaga mesti melaksanakan tugasnya dengan tulus dan tanpa mengambil keuntungan atas masyarakat banyak. Penyaluran BLT dan berbagai sembako karena pandemi Covid-19, hendaknya dilakukan dengan benar dan adil, tentu dengan mengikuti protokoler kesehatan yang benar. Ironis memang, kalau kemudian ada masyarakat yang dalam faktanya mengalami kesulitan ekonomi, tetapi tidak menerima bantuan karena berbagai faktor, termasuk faktor persyaratan yang cukup sulit dan rumit, sementara ada orang-orang yang sebenarnya masih lumayan aman secara ekonomi, tetapi justru menerima BLT atau sembako. Ironis memang ketika ada masyarakat disuruh menjemput bantuan di tempat tertentu yang nilai nominalnya antara Rp. 150.000 - Rp. 200.000, sementara biaya yang harus dia keluarkan untuk menjemput bantuan itu (mis. ongkos ojek, dll) bisa jadi mendekati angka/nilai nominal bantuan tersebut, atau malah pengeluarannya lebih besar. Apakah para penjaga umat Tuhan telah memikirkan situasi seperti ini? Ironis memang ketika ada para penjaga umat Tuhan menyalurkan bantuan yang sebenarnya bernilai mis. Rp. 150.000, tetapi dalam pelaporan bernilai Rp. 200.000. Kalau ada yang seperti ini, maka mereka bukanlah para penjaga umat Tuhan, tetapi penjaga perut sendiri. Menyedihkan memang! Maka, sebelum kematian itu benar-benar datang menjemputmu, jadilah penjaga umat Tuhan yang tulus, adil, dan jujur.

Akhirnya, marilah kita bangkit kembali, bangkit berjalan di jalan yang benar; dan marilah kita saling mengingatkan supaya tidak ada di antara kita yang jatuhterlalu dalam ke jurang kematian. Kalau ada kehidupan, mengapa memilih kematian?

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...