Saturday, March 25, 2023

Lakukanlah Keadilan dan Kebenaran – Falua Zatulö ba Siduhu (Yehezkiel/Hezekieli 45:9-17)

Khotbah Minggu, 26 Maret 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

9 Beginilah firman Tuhan ALLAH: “Cukuplah itu, hai raja-raja Israel, jauhkanlah kekerasan dan aniaya, tetapi lakukanlah keadilan dan kebenaran; hentikanlah kekerasanmu yang mengusir umat-Ku dari tanah miliknya, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
10 Neraca yang betul, efa yang betul dan bat yang betullah patut ada padamu.
11 Sepatutnyalah efa dan bat mempunyai ukuran yang sama yang ditera, sehingga satu bat isinya sepersepuluh homer, dan satu efa ialah sepersepuluh homer juga; jadi menurut homerlah ukuran-ukuran itu ditera.
12 Bagi kamu satu syikal sepatutnya sama dengan dua puluh gera, lima syikal, ya lima syikal dan sepuluh syikal, ya sepuluh syikal, dan lima puluh syikal adalah satu mina.
13 Inilah persembahan khusus yang kamu harus persembahkan: seperenam efa dari sehomer gandum dan seperenam efa dari sehomer jelai.
14 Tentang ketetapan mengenai minyak: sepersepuluh bat dari satu kor; satu kor adalah sama dengan sepuluh bat.
15 Seekor anak domba dari setiap dua ratus ekor milik sesuatu kaum keluarga Israel. Semuanya itu untuk korban sajian, korban bakaran dan korban keselamatan untuk mengadakan pendamaian bagi mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
16 Seluruh penduduk negeri harus mempersembahkan persembahan khusus ini kepada raja di Israel.
17 Dan rajalah yang bertanggung jawab mengenai korban bakaran, korban sajian, korban curahan pada hari-hari raya, bulan-bulan baru, hari-hari Sabat dan pada setiap perayaan kaum Israel. Ialah yang akan mengolah korban penghapus dosa, korban sajian, korban bakaran dan korban keselamatan untuk mengadakan pendamaian bagi kaum Israel.”

Pada ayat sebelumnya Tuhan berbicara tentang zaman kebenaran yang akan datang yang berhubungan dengan bait suci, dan mengatakan itu akan menjadi waktu ketika para raja Israel tidak lagi menindas umat Allah (Yeh. 45:8). Visi tentang kebenaran masa depan itu dapat mengilhami para pemimpin (raja) pada zaman Yehezkiel untuk menghilangkan kekerasan dan penjarahan, menjalankan keadilan dan kebenaran, dan berhenti merampas milik umat Allah di zaman mereka sendiri.

Tuhan sangat peduli dengan kejujuran dan integritas yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Kejujuran dan integritas dimaksud terlihat dalam tiga hal, yaitu (1) sehubungan dengan sikap dan tindakan para raja Israel terhadap umat Tuhan, (2) sehubungan dengan timbangan apa pun, dalam hal ini neraca dan efa. Keduanya haruslah dilakukan dalam keadilan dan kebenaran.[1] Para raja bersikap dan bertindak adil dan benar, sementara itu seluruh masyarakat harus menerapkan timbangan yang jujur dalam urusan/bisnis sehari-hari. Kejujuran dan integritas yang ke-3 terlihat dari ibadah persembahan yang diberikan kepada Tuhan, sesuai dengan standar Tuhan, tidak lebih tidak kurang. Itulah kesalehan yang sesungguhnya, terwujud dalam sikap dan tindakan sehari-hari, kemudian terlihat dalam hal ibadah persembahan kepada Tuhan. Kesalehan yang sesungguhnya tidak bisa hanya memenuhi salah satunya.

Tuntutan Tuhan yang pertama agar raja Israel menghentikan segala bentuk ketidakadilan bagi umat Tuhan (kekerasan dan aniaya) menunjukkan bahwa pada waktu itu para pemimpin bangsa Israel menggunakan jabatan mereka untuk menindas rakyat, bukan mengayomi. Para raja itu menggunakan kedudukan atau jabatan mereka sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan di atas penderitaan rakyat banyak. Tanpa malu mereka menggunakan “alat/sarana negara” untuk melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap rakyat biasa. Fenomena penggunaan jabatan dengan tidak adil dan tidak benar seperti yang dulu dilakukan oleh raja-raja Israel juga semakin terlihat akhir-akhir ini. Fenomena ini sebenarnya sudah lama terjadi, hanya saja belum terungkap pada waktu itu, berbeda dengan era digital saat ini, semua serba terbuka. Saya tidak perlu menyebutkan satu persatu contoh kasus yang menunjukkan para pejabat yang memanfaatkan jabatannya sebagai kesempatan untuk menindas orang lain dengan berbagai cara, termasuk mengintimidasi (menakut-nakuti) dan korupsi. Hal yang cukup memprihatinkan adalah keluarga para pejabat yang malah seringkali lebih “pejabat dari pejabat”, lebih presiden dari presiden, lebih gubernur, lebih bupati dari bupati, dst. Hari ini, Tuhan berfirman: “cukup dan sudahilah semua itu, hentikan kekerasan dan penganiayaan, lakukanlah keadilan dan kebenaran.”

Tuntutan Tuhan yang kedua adalah agar masyakat banyak juga sungguh-sungguh mempraktikkan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari, terutama sehubungan dengan urusan/bisnis, yaitu timbangan. Pada waktu itu memang ada berbagai timbangan atau ukuran di Israel, mulai dari neraca, efa, bat, homer, syikal, dll. Tuhan tidak melarang penggunaan timbangan/ukuran ini semua, justru itu penting untuk membantu kelangsungan kehidupan umat Israel. Tuhan hanya meminta mereka untuk jujur dan berintegritas dalam penggunaan semua timbangan atau ukuran tersebut. Tuhan tidak menyukai timbangan/ukuran yang menipu, Tuhan tidak senang dengan timbangan/ukuran yang curang, sebab timbangan yang menipu/curang merupakan wujud nyata dari ketidakadilan dan ketidakbenaran, dan hanya akan menimbulkan penderitaan bagi rakyat banyak. Tuhan pun sebenarnya meminta kita menggunakan timbangan atau ukuran yang adil/jujur dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai urusan. Persoalannya ialah sulitnya menemukan kejujuran dimaksud. Yang terjadi justru timbangan yang tidak sesuai dengan ukuran yang sebenarnya (katanya 1 kg padahal hanya 8-9 ons, katanya barang ori padahal kw, dll). Ada juga masyarakat yang menjual karet dengan menyisipkan tanah, batu atau pun pasir di dalamnya, biar berat (abua ba kilo). La’amawa khoda “salak Hiliduho” (wanguma’ora) ba oya lafarukha “salak kaleng-kaleng”. Cara-cara seperti ini tidak hanya merugikan pembeli, dan secara perlahan merugikan penjual itu sendiri ke depan, tetapi juga merugikan produk tertentu yang sebenarnya berkualitas, tetapi kemudian masyarakat tidak percaya lagi. Hari ini, Tuhan berfirman: “cukup dan sudahilah semua itu, hentikan ketidakadilan dan ketidakjujuran, lakukanlah keadilan dan kebenaran.”

Tuntutan Tuhan yang ketiga adalah agar seluruh umat Tuhan itu memberikan persembahan khusus kepada raja, dan seterusnya raja (beserta rakyat) melaksanakan ibadah persembahan yang adil dan jujur kepada Tuhan. Itulah yang terungkap pada ayat 13-17. Ayat-ayat ini berisi aturan atau ukuran persembahan yang harus diberikan, demi keselamatan mereka semua. Artinya, setelah melakukan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari, kini bangsa itu harus menghadap Tuhan dengan berbagai persembahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak boleh ada seorang pun dengan alasan apa pun yang mengurangi persembahan kepada Tuhan. Kepada sesama manusia saja harus berbuat jujur, apalagi kepada Tuhan. Memberikan yang terbaik adalah kewajiban kita kepada Tuhan. Kita tidak boleh hitung-hitungan ketika memberi kepada Tuhan, sebab Tuhan sendiri tidak pernah hitung-hitungan ketika memberkati dan menyelamatkan kita. Apa yang menjadi bagian raja berikanlah itu kepadanya, dan apa yang menjadi bagian Allah berika juga kepada Allah. Dalam Matius 22:21, Yesus berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Tetapi, pemberian persembahan kepada Allah tidak boleh mengurangi atau menghentikan kita untuk melakukan keadilan dan kebenaran. Yesus telah memperingatkan orang-orang Farisi pada zaman-Nya dengan berkata: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat. 23:23).

Jauhkanlah kekerasan dan aniaya, tetapi lakukanlah keadilan dan kebenaran (Yeh. 45:9b)


[1] Efa adalah ukuran kering yang sama dengan sekitar delapan atau sembilan galon atau satu gantang, dibagi menjadi enam untuk tujuan perhitungan. Bat adalah ukuran cairan yang setara dengan sekitar sembilan galon atau sembilan puluh satu pint, dibagi menjadi sepersepuluh. Homer adalah bagian keenam dari sebuah bat.

Sunday, March 19, 2023

Bersukacita karena Percaya – Fa’omuso Dödö börö Wamati (Yohanes 9:35-41)

Khotbah Minggu, 19 Maret 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

35 Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?”
36 Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.”
37 Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!”
38 Katanya: “Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya.
39 Kata Yesus: “Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.”
40 Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: “Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?”
41 Jawab Yesus kepada mereka: “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.”

Teks khotbah hari ini merupakan kelanjutan dari kisah Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya. Pada waktu itu, terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat di antara orang-orang Farisi setelah Yesus menyembuhkan orang buta tersebut pada hari Sabat. Ada kelompok yang mengatakan bahwa Yesus bukan berasal dari Allah karena Ia tidak memelihara hari Sabat (9:16). Pada sisi lain, ada kelompok yang berpendapat bahwa tidak mungkin Yesus mampu menyembuhkan orang buta sejak lahir kalau Dia orang berdosa (9:16). Seperti biasa, kelompok pembenci Yesus menang atas kelompok pembela Yesus. Kelompok yang berlawanan dengan Yesus ini pun sebenarnya “kalah” adu argumen dengan orang yang telah disembuhkan tersebut, tetapi daripada mengakui kekalahan mereka, dan daripada mengakui Yesus sebagai Mesias, mereka malah mengusir keluar dari bait suci orang buta yang telah disembuhkan itu (9:34). Pengusiran ini sebenarnya bisa berdampak luas secara khusus kepada orang buta yang telah disembuhkan tersebut. Dia akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan untuk membuka usaha pun agaknya sulit. Mengapa? Karena pengusiran dirinya oleh orang-orang Farisi tersebut merupakan tanda resmi pengucilan dari komunitas Yahudi pada waktu itu.

Nas khotbah pada hari ini berbicara tentang percakapan Yesus kepada orang buta yang telah disembuhkan tersebut tidak lama setelah dia diusir oleh orang-orang Farisi, dan diteruskan dengan percakapan Yesus dengan orang-orang Farisi yang masih tetap merasa diri tidak berdosa. Dengan kata lain, teks khotbah hari ini hendak menyajikan secara kontras dua kelompok masyarakat tentang iman: yang pertama diwakili oleh orang buta yang telah disembuhkan itu, memilih untuk tetap kokoh beriman kepada Yesus yang telah menyembuhkannya, dan yang kedua adalah kelompok Farisi yang dengan kekerasan hatinya tidak percaya kepada Yesus. Dalam konteks inilah Yesus mengungkapkan maksud kedatangan-Nya ke dunia, yakni untuk menghakimi, untuk memberikan penglihatan kepada mereka yang dengan kerendahan dan ketulusan harti percaya kepada-Nya, dan membiarkan dalam kebutaan orang yang dengan angkuhnya tidak percaya kepada Yesus dan menganggap diri tidak berdosa.

Orang Buta yang disembuhkan Percaya kepada Yesus (9:35-38)

Yesus mendengar bahwa para pemimpin Yahudi telah mengusir orang ini dari bait suci, yang merupakan masalah serius dalam masyarakat Yahudi pada waktu itu. Tetangganya bahkan orangtuanya pun akan menghindarinya karena takut polisi agama mengincar mereka. Meskipun sekarang pria tersebut secara fisik dapat bekerja untuk pertama kali dalam hidupnya, namun agaknya tidak ada yang mau mempekerjakan pria yang telah dikucilkan oleh otoritas agama itu. Mungkin banyak orang di pasar juga akan menolak berbisnis dengan orang buangan seperti itu. Tetapi pada saat inilah, mungkin ketika dia berdiri dalam kebingungan di luar pelataran bait suci, Yesus menemukan dia dan mengajukan pertanyaan terpenting kepadanya: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” (ay. 35) Dan, masih dalam kebingunan, pria itu balik bertanya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya” (ay. 36). Yesus pun menerangkan kepadanya bahwa Anak Manusia dimaksud sedang bercakap-cakap dengannya (ay. 37). Sebelumnya, dia hanya mendengar suara Yesus ketika dia disembuhkan, tetapi sekarang dia melihatnya sendiri bahkan berbicara langsung dengan-Nya. Dia pun langsung percaya kepada Yesus dan sujud menyembah-Nya (ay. 38). Perjumpaannya dengan Yesus semakin meneguhkan imannya kepada-Nya, walaupun dengan risiko diusir dan dikucilkan oleh para pemimpin Yahudi pada waktu itu. Orang buta ini menggambarkan orang-orang yang dengan teguh maju dalam iman kepada Yesus sampai titik penyembahan, apa pun risikonya. Percaya kepada Yesus berarti siap dengan risiko apa pun yang harus dialami.

Orang yang berpikir Melihat Dibutakan (9:39-41)

Kalau pada bagian sebelumnya orang buta tampil dengan meyakinkan untuk percaya dan menyembah Yesus, sekarang orang-orang Farisi tampil dengan keangkuhan mereka yang menganggap diri “melihat” atau “tidak berdosa”. Oleh sebab itu, orang-orang Farisi tersebut menolak untuk percaya kepada Yesus, bahkan mencari jalan untuk menangkap-Nya.

Ketika Yesus mengungkapkan maksud kedatangan-Nya ke dunia pada ayat 39, yaitu untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta, dengan cepat orang-orang Farisi itu bereaksi: “Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?” (ay. 40). Reaksi ini menunjukkan ketidaksenangan mereka akan kedatangan dan pelayanan Yesus di dunia, sekaligus menunjukkan ketidakmauan mereka untuk mengakui “kebutaan” atau “keberdosaan” mereka selama ini. Orang-orang Farisi memang terkenal sebagai kelompok elit dalam masyarakat Yahudi yang menganggap diri paling benar, paling hebat, paling dihormati, dan paling suci, padahal banyak di antara mereka yang “menelan rumah janda-janda dan hidup dalam kemunafikan” (lih. Mrk. 12:38-40). Sayang sekali, orang-orang Farisi ini tidak mengakui sisi buruk atau sisi gelap kehidupan mereka. Mereka berlindung di balik hukum atau aturan keagamaan Yahudi untuk menutupi borok mereka, dan tidak ada orang yang berani mengkritik mereka pada zaman itu sampai Yesus datang membongkar kebobrokan mereka tersebut. Ketidakmauan mereka untuk mengakui keberdosaan mereka, dan kekerasan hati mereka untuk tidak percaya kepada Yesus sebagai Anak Manusia yang berasal dari Allah, justru telah menjadi bumerang bagi mereka. Pada ayat 41 Yesus berkata kepada mereka: “Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.” Demikianlah nasib orang yang berpikir “melihat”, akan tetap dalam “kebutaan” mereka. Secara fisik mereka melihat, tetapi sesungguhnya secara rohani mereka buta, tidak bisa melihat kasih karunia Tuhan yang begitu besar bagi umat manusia.

Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya (Mazmur 5:12a)

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...