Friday, March 6, 2015

Belajar dan Melayani untuk Mengejar Kristus (Filipi 3:12-14)



Khotbah Kebaktian Kampus STT BNKP Sundermann
 Jumat, 6 Maret 2015, Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

3:12   Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.
3:13   Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,
3:14   dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.


Pengantar
Filipi 3:1-14 menggambarkan dinamika perjalanan atau perjuangan iman Paulus. Ayat 1-6 mengungkapkan bahwa di masa lalu, sebelum ia menaruh imannya dalam Kristus, Paulus percaya pada pencapaian lahiriahnya. Di ayat 7-11, setelah Paulus bertemu dengan Tuhan di jalan ke Damaskus, dia bertumbuh dalam pengetahuan akan Kristus, dan Kristus itulah yang kini menjadi fokus utama kehidupannya. Akhirnya, di ayat 12-14, diungkapkan bahwa Paulus mengarahkan perhatiannya pada upaya untuk semakin menjadi serupa dengan Kristus. Berdasarkan analogi olahraga, yaitu atlit yang berlomba, Paulus menjelaskan bahwa mengikut Kristus membutuhkan dedikasi (pengabdian) dan ketekunan yang tak kenal lelah dan tidak pernah berhenti. Ini berarti melakukan hal berikut: (a) menempatkan masa lalu - dengan segala kegagalan dan kemegahan, baik nyata atau yang dibayangkan – di belakang kita; (b) hidup sepenuh hati bagi Kristus di masa sekarang; dan (c) menggunakan segala upaya untuk menuju tujuan masa depan yang semakin sempurna dalam persekutuan spiritual dengan Kristus.

Keberadaan manusia dapat dibagi menjadi tiga bidang/wilayah: (a) dari mana kita berasal (yaitu asal keberadaan kita); (b) mengapa kita di sini (yaitu tujuan keberadaan kita); dan (c) ke mana kita akan menuju (yaitu tujuan akhir dari keberadaan kita). Ketiga bidang yang serangkai ini ada kaitannya dengan dengan aspek masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang dari kehidupan setiap individu. Walaupun ada semacam fluiditas (pergerakan) dan ketumpangtindihan di antara ketiga aspek eksistensi ini, namun pendekatan ini cukup bermanfaat dalam memahami pengembaraan hidup yang terbatas.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa Filipi 3:1-14 menunjukkan bahwa di masa lalu, sebelum ia menaruh imannya dalam Kristus, Paulus percaya pada pencapaian lahiriahnya (ay. 1-6). Kemudian, setelah berjumpa dengan Tuhan di jalan ke Damaskus (Kis 9:3-5; 22:6-11; 26:12-18), dia bertumbuh dalam pengetahuan akan Kristus, yang kini menjadi fokus utama eksistensinya (Fil. 3:7-11). Selanjutnya, Paulus mengarahkan perhatiannya pada upaya meningkatkan ikatan keserupaannya dengan Kristus (ay 12-14). Dalam konteks ini Paulus tidak pernah melupakan pelajaran yang diperoleh dari masa lalunya (termasuk kesalahannya), tetapi ia tidak membiarkan semuanya itu menghalangi usahanya sekarang untuk mengenal Kristus lebih dalam, dan suatu hari nanti dia akan tiba di rumah masa depannya di surga. Seluruh perkataan Paulus di sini merupakan penegasan dari ketuhanan dan sentralitas Kristus dalam setiap bidang kehidupan manusia.

Semakin Meningkat dalam Keserupaan dengan Kristus
Paulus baru saja menjelaskan jenis pengetahuan Kristus yang ia inginkan. Dia juga ingin memperbaiki kesalahpahaman yang bisa saja muncul di jemaat Filipi sehubungan dengan apa yang baru saja ia sampaikan. Dia menegaskan bahwa ia belum memperoleh pengetahuan yang sempurna tentang Kristus, juga tidak sedang berada dalam keadaan spiritual yang sempurna. Sebaliknya, Paulus mengejar penebusan yang disediakan Yesus baginya, yaitu penebusan yang akan dimiliki sepenuhnya oleh Paulus ketika Allah suatu hari membangkitkan orang-orang percaya dari antara orang mati. Di satu sisi, Kristus sudah menebus Paulus, namun di sisi lain, ia juga harus “mengejarnya” bahkan seolah-olah telah menangkapnya dan tidak mau lagi melepaskannya (Fil. 3:12).

Paulus menggunakanmetafora perlombaan untuk menggambarkan apa artinya untuk mengikut Kristus. Baik orang Yunani maupun orang Romawi adalah penggemar setia kontesolahraga. Kadang-kadang bentuk permainan atau olahraga Romawi adalah kekerasandan kejam, tetapi penekanan utama sesungguhnya adalah pada upaya petarungnya meraih kemenangan dengan mencurahkan seluruh kekuatan, daya tahan, dan kecepatannya, tidak boleh “tanggung-tanggung” (tasi igohi, manga gi’o manga högö, aefa furi aefa föna). Lomba lari misalnya, ketika pelari memenangkan lomba itu, mereka akan memperoleh hadiah. Hadiah yang jauh lebih bernilai adalah berupa pengakuan dan kehormatan yang mereka terima. Setelah kontes selesai, pemberita menyatakan pemenangnya,dan orang-orang dari kampung halamannyaserta hakim memberikan kepadanya ranting palem. Pada akhir permainan, masing-masing pemenang menerima karangan bunga yang terbuat dari daun zaitun atau pohon salem (kebiasaan ini sudah ada dalam tradisi Yunani, tradisi yang ada kaitannya dengan dewa Delphi).

Paulusmengulangi pernyataannya bahwa ia belum mencapai kesempurnaanspiritual itu. Ia juga memberi penekanan bahwa di dalam Kristus keyakinan lahiriah tidak ada apa-apanya di hadapan karunia Allah. Artinya, kalau Paulus sendiri tidak mengklaim diri sudah lengkap secara spiritual, maka orang-orang Kristen di Filipi pun seharusnya tidak boleh bermegahdalam dan dengan alasan apa pun.

Pertama, orang-orang percaya bisa menempatkan masa lalu mereka di belakang mereka. Bagi Paulus hal ini termasuk kehidupannya di masa lalu sebagai seorang Yahudi yang fanatik dengan segala kejayaannya pada saat itu, yaitu bahwa sebelumnya dia menjadi seorang Yahudi yang saleh dengan memenuhi seluruh tuntutan hukum taurat. Meskipun dedikasinya kepada hukum Musa tidak perlu diragukan lagi, namun ia telah gagal memperoleh karunia Allah dan kebenaran-Nya. Paulus tidak mengatakan bahwa dia akan melenyapkan kenangan masa lalunya. Sebaliknya, ia tidak ingin mengingat masa lalunya itu dengan tujuan yang hampa, tetapi bagaimana semuanya itu dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan spiritualnya. Dia tidak mau terjebak dalam penyesalan akan masa lalunya, tidak mau kalau masa lalunya menghalangi perkembangan kehidupannya saat ini dan kehidupannya di masa yang akan datang.

Kedua, Paulus dan orang-orang Kristen di Filipi harus berusaha mendapatkan hadiah masa depan yang menanti mereka, yaitu “keselamatan yang sempurna”. Dengan menggunakan analogi olahraga lari, Paulus menekankan pentingnya mengerahkan seluruh kemampuan untuk terus maju dan mencapai garis finish, untuk menjadi lebih serupa dengan gambar Kristus. Namun, perlu diingat dengan baik, bahwa Paulus tidak pernah berusaha untuk unggul di atas semua orang percaya lainnya dengan menghalalkan segala cara, tetapi berusaha mendapatkan hadiah yang diberikan oleh Yesus kepada semua orang yang berusaha mengejar Dia (Fil. 3:14).

Konklusi
Kadang-kadang kita, sebagai orang percaya, bisa tetap terjebak di masa lalu. Apabila kita belajar untuk meninggalkan kegagalan dan kebanggaan (kejayaan) dari masa lalu kita di belakang, maka kita menantikan imbalan abadi Allah bagi kita di masa depan. Butuh perjumpaan dengan Tuhan Yesus yang bangkit untuk mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik. Kita tidak perlu terjebak dalam penyesalan dan atau kebanggaan berlebih akan apa yang pernah kita raih/alami sebelumnya, kita juga tidak perlu terbuai dengan impian masa depan yang seringkali tidak realistis. Saat ini, “kita berlari mengejar” kesempurnaan dalam Kristus, sambil menjaga mata melihat masa depan yang lebih baik. Dalam konteks itulah Allah telah memanggil kita, memanggil kita semua untuk berlari ke arah-Nya.

Menjadi pengurus SMPT, pada satu sisi merupakan suatu kebanggaan, namun pada sisi lain merupakan tanggung jawab, yang seharusnya mengarahkan seluruh kehidupan sdra/i mengejar dan memperoleh hadiah abadi dari Tuhan kita YK, mahkota kehidupan, keselamatan yang sempurna. Menjadi pengurus SMPT bukan kesempatan untuk “menikmati kekebalan hukum” dengan tidak taat pada aturan kehidupan kampus, bukan kesempatan untuk menghindar dar kegiatan kuliah tertentu dengan alasan rapat SMPT. Cara kita memperlakukan hidup saat ini sangat dipengaruhi oleh cara kita menerima masa lalu dan memandang masa depan. Masa lalu – entah kegagalan/kepedihan atau pun kebanggaan/kesuksesan – mendorong kita untuk bersikap dan berperilaku seperti sekarang ini, dan masa depan – entah pesimis atau pun optimis – menarik kita untuk bersikap dan berperilaku seperti sekarang ini.


[1] Bahan Khotbah pada Kebaktian Kampus ST BNKP Sundermann, Jumat, 06 Maret 2015, Pdt. Alokasih Gulö, M.Si (tema: Aku Berusaha untuk Memperoleh Hadiah)

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...