Sunday, August 17, 2014

Doa Berkat, Permohonan dan Pengharapan demi Kemuliaan Allah (Mazmur 67:2-8)



Bahan Khotbah Minggu, 17 Agustus 2014
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

67:2 Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, Sela
67:3     supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa.
67:4           Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.
67:5                   Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Sela
67:6           Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.
67:7     Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita.
67:8 Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!

Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Mazmur ini merupakan doa pujian sekaligus mewartakan pengharapan kemakmuran, keselamatan, dan sukacita bagi umat Tuhan dan bagi bangsa-bangsa, yang semuanya bermuara pada pemujaan Allah sumber berkat itu. Ditegaskan bahwa segala sukacita kita berasal dari anugerah Allah, dan karenanya segala macam doa pujian, doa berkat, doa permohonan dan pengharapan kita hanyalah demi kemuliaan nama-Nya di antara bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Ada beberapa alasan kita patut menyampaikan doa pujian, permohonan dan pengharapan kita hanya kepada Allah menurut mazmur ini:
1.       Dia adalah sumber segala kemakmuran bagi umat Israel, moroi khö Lowalangi fefu ngawalö wa’ebua dödö ba howuhowuba Ndraono Gizera’eli (ay. 2, 7).
Alasan ini pada satu sisi merupakan doa harapan bangsa Israel sekaligus doa pengakuan bahwa kemakmuran yang telah dan akan didapatkan oleh bangsa Israel berasal dari Allah, Dialah yang memberkati tanah Israel sehingga memberikan hasilnya. Hal ini sangat penting disadari dan diakui oleh bangsa Israel, bahkan oleh segala bangsa, dari zaman dulu hingga zaman sekarang, supaya manusia hidup bergantung penuh pada Allah, dan tidak bersandar pada kekuatannya sendiri. Pada saat yang sama teks ini mengingatkan kita bahwa keterputusan hubungan dengan Allah berarti keterputusan hubungan dengan sumber segala kemakmuran itu. Dan saya kira, tidak ada seorang pun yang mau kehilangan kemakmuran.

2.       Dia adalah sumber keselamatan bagi bangsa-bangsa, moroi khö Lowalangi wangorifi soi niha baero andrö  (ay. 3).
Doa pengharapan dan pengakuan berkat Allah bagi umat-Nya Israel kemudian mendapatkan pengakuan yang lebih luas, yaitu bahwa keselamatan bagi bangsa-bangsa (di luar Israel) berasal dari Allah saja. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa walaupun Allah yang kita kenal pertama-tama adalah Allah Israel, namun Allah itu tidak serta merta eksklusif menjadi milik Israel saja. Tidak ada yang mampu membatas ruang gerak Allah beserta segala berkat-Nya. Pemazmur menyadari hal ini, dan pengakuan ini sangat penting baik bagi bangsa Israel sendiri sebagai umat pilihan Allah, maupun kepada bangsa-bangsa lain yang mendapatkan keselamatan ini. Bangsa-bangsa lain dapat mengenal jalan dan keselamatan yang dari Allah, sehingga bangsa-bangsa itu pun pada akhirnya akan bersyukur kepada Allah.

3.      Dia memerintah bangsa-bangsa dengan adil, atulö/adölö wanguhuku Lowalangi dozi soi (ay. 5).àjudge
Kalau pada bagian sebelumnya ditegaskan alasan mengapa bangsa-bangsa harus bersyukur kepada Allah (ay. 3, 6), maka pada bagian ini dinyatakan alasan konkret mengapa semua bangsa harus memuji dan bersyukur kepada Allah, yaitu bahwa Dia mengadili bangsa-bangsa dengan adil.Kita semua sudah tahu bagaimana realias penegakkan keadilan di antara bangsa-bangsa, seringkali jauh dari prinsip-prinsip keadilan. Dari zaman dulu sampai sekarang, seringkali rakyat kecil yang jauh dari panggung kekuasaan, hanya bermimpi tentang pemerintahan yang adil, tetapi tidak pernah menikmatinya. Sekarang, melalui mazmur ini, ditegaskan bahwa Allah akan memerintah, atau dalam bahasa aslinya menghakimi bangsa-bangsa dengan adil.

Siapa yang tidak bersukacita kalau keadilan dapat dihadirkan dalam kehidupan ini? Siapa yang tidak bersyukur kalau pemerintah atau penguasa pada akhirnya harus tunduk pada pemerintahan atau keadilan Allah?

4.      Dia menuntun suku-suku bangsa di atas bumi, Lowalangi zamatörö soi niha misa(ay. 5).àgovern
Terakhir, mazmur ini mengungkapkan alasan penting mengapa harus memuji dan bersyukur kepada Allah, yaitu bahwa Allah itu yang menuntun suku-suku bangsa di atas bumi, dalam bahasa aslinya berarti memerintah. Alasan ini terkait erat dengan bagian sebelumnya ketika Allah memerintah bangsa-bangsa dengan adil.

Penegasan ini sangat penting bagi bangsa Israel, sebab mereka sudah tahu persis bagaimana pemerintahan bangsa-bangsa lain di sekitar mereka pada zaman itu, dan sekarang mereka diberi kepastian bahwa semua bangsa itu harus tunduk di bawah kekuasaan Allah, dan Allah dengan segala kekuasaan-Nya itu pasti memerintah mereka dengan adil sebagaimana ditegaskan pada bagian sebelumnya. Pada saat yang sama penegasan ini mengingatkan pemerintah bangsa-bangsa lain yang biasanya cenderung otoriter dan menindas, bahwa pada akhirnya Allah sendiri yang akan memerintah mereka dengan keadilan-Nya, karenanya mereka pun harus menundukkan diri kepada Allah. Mazmur ini tentu menjadi kabar sukacita bagi semua orang, terutama mereka yang selama ini jauh dari panggung kekuasaan atau bahkan mereka yang selama ini mengalami ketidakadilan. Allah akan memerintah bangsa-bangsa dengan adil, siapa yang tidak bersyukur? Ha niha zi lö mangandrö saohagölö na I’ohe ba wa’adölö ma ba wa’atulö wanguhuku soi niha Lowalangi?

Tujuan dari seluruh bagian dalam mazmur ini adalah supaya bangsa-bangsa semua bersyukur kepada Allah, ena’ö dozi soi niha aboto ba dödöra ba lasuno Lowalangi (ay. 4, 6). Artinya, semua suku bangsa akan tunduk dan menyatakan pengakuan terhadap kekuasaan Allah, dan kita semua menyatakan pujian syukur hanya kepada-Nya saja.

Sdra/i,
Hari ini kita memperingati 69 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan ini adalah anugerah Allah, itulah pengakuan kita bersama sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Kita patut bersyukur kepada Tuhan atas kemerdekaan yang telah Dia anugerahkan bagi kita, baik sebagai orang Kristen maupun sebagai rakyat Indonesia.Kristus sendiri datang ke dunia untuk memerdekakan kita, itulah sebabnya kemerdekaan yang kita rayakan hari ini tidak sekadar peristiwa dan perayaan kebangsaan saja, tetapi peristiwa dan perayaan sukacita di dalam Kristus yang telah memerdekakan kita.

Kita harus selalu bersyukur atas kemerdekaan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Bersyukur tidak sekadar merayakan dengan segala hiruk pikuknya, tetapi memaknai dan mengisi kemerdekaan itu sebagai suatu panggilan ilahi kepada kita untuk berkarya di dunia ini. Rasul Paulus mengatakan dalam Galatia 5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.

Memaknai dan mengisi kemerdekaan seperti diminta oleh Paulus ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mau mengakui kalau mereka sudah menerima berkat Tuhan dan karena itu mereka mau takut dan tunduk hanya kepada Allah.



[1] Bahan Khotbah Minggu, 17 Agustus 2014 di BNKP Jemaat Hebron Lölömoyo

Kuatkanlah Imanmu, Tenanglah, sebab Yesus Menolong! (Matius 14:22-33)



Bahan Khotbah Minggu, 10 Agustus 2014
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

14:22  Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.
14:23  Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.
14:24 Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.
14:25  Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air.
14:26 Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: “Itu hantu!”, lalu berteriak-teriak karena takut.
14:27  Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
14:28 Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.”
14:29 Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.
14:30 Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!”
14:31  Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?
14:32  Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah.
14:33 Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: Sesungguhnya Engkau Anak Allah.”

Banyak orang yang terkagum-kagum akan cerita dalam teks ini, secara khusus ketika Yesus berjalan di atas air serta tenangnya badai setelah Yesus naik ke perahu. Bagi banyak orang yang terkagum-kagum itu, cerita ini menunjukkan kalau “mukjizat itu nyata”. Itulah sebabnya juga ada banyak kegiatan atau acara gerejawi zaman sekarang sering diiklankan dengan janji-janji adanya mukjizat, terutama yang ada kaitannya dengan apa yang mereka sebut sebagai “penyembuhan ilahi”. Orang Kristen juga, terutama para pelayan gereja, seringkali ditantang untuk memiliki karunia menyembuhkan penyakit, sebab menurut mereka hal itu menjadi tanda bahwa dia memiliki Roh Kudus, tanda bahwa dia adalah orang yang beriman.

Pertanyaan kita ialah apakah ciri-ciri orang yang memiliki iman atau kepercayaan yang kuat? Mampu menyembuhkan penyakit? Mampu mengusir setan? Mampu menyembuhkan mereka yang kerasukan atau kesurupan? Sering ke gereja? Selalu berdoa? Selalu memuji Tuhan “Haleluya?” Selalu merangkai ayat-ayat Firman Tuhan ketika berbicara? Selalu berdoa panjang-panjang bahkan sampai menangis-nangis? Mampu mendesak Allah untuk melakukan apa yang dia inginkan seperti beberpa hari terakhir dilakukan oleh orang-orang tertentu? Atau apa?

Sdra/i, nampaknya kita tidak bisa menilai iman seseorang, bahkan iman kita sendiri secara sederhana, apalagi kalau hanya berfokus pada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang kelihatan atau kedengaran “wah”. Teks renungan kita pada hari ini juga sebenarnya tidak berfokus pada “mukjizat” ketika Yesus berjalan di atas air dan kemudian badai menjadi tenang ketika Ia sudah naik ke perahu itu. Berjalan di atas air dan menenangkan badai bukanlah hal yang terlalu istimewa bagi Yesus, sebab Dia memang mempunyai kuasa untuk itu.[2]Namun, bagi kita hal itu merupakan suatu hal yang sangat luar biasa karena kita memang tidak memiliki kuasa untuk melakukan hal-hal yang seperti itu. Artinya, penulis Injil Matius tidak sedang mengajak, mendorong, dan atau mendesak kita untuk memiliki kuasa seperti yang dimiliki oleh Yesus tadi. Pesan utama dari teks ini justru terletak pada ayat 31 dan 33, dimana “kisah yang sama” di Injil Lukas dan Yohanes tidak memberi perhatian ke situ.

1.       Walaupun sebelumnya para murid sudah melihat bagaimana Yesus memberi makan lima ribu orang (ay. 13-21), namun hal itu belum menguatkan iman mereka kepada Yesus. Perhatikanlah perkataan Yesus kepada Petrus di ayat 31: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”Pembaca Injil Matius adalah orang-orang Yahudi, dan Petrus juga adalah orang Yahudi, yang notabenenya memiliki iman yang kuat. Tetapi, penulis Matius justru melihat ada masalah dalam diri pembaca Yahudi ini, iman mereka ternyata sangat lemah, sangat labil, dan tidak dapat diandalkan ketika ada tantangan, ancaman, atau badai kehidupan. Ini adalah kritikan bagi orang-orang percaya di sepanjang zaman. Ada banyak orang yang secara lahiriah termasuk orang Kristen, keturunan orang Kristen, aktif dalam berbagai kegiatan gereja, penampilan sangat meyakinkan, tetapi di dalamnya masih sangat rapuh, dan hal itu jelas terlihat ketika ada masalah, ketika ada tantangan dan ancaman, dan ketika ada badai kehidupan dari segala arah. Tidak sedikit orang yang sebenarnya sudah hampir menunjukkan kemajuan yang positif dalam kehidupan beriman, tetapi badai di sekelilingnya seringkali menggoyahkan imannya sehingga pada akhirnya terbukti bahwa imannya itu masih sangat lemah.
2.       Setelah mereka menyaksikan kuasa yang dimiliki oleh Yesus, pada akhirnya mereka menyatakan pengakuan yang luar biasa di ayat 33: “Sesungguhnya Engkau Anak Allah”. Bagi penulis Injil Matius, hal ini sangat penting, terutama bagi para pembacanya yang nampaknya masih ragu-ragu mengamini Yesus sebagai Anak Allah. Tentu keragu-raguan mereka ini tidak terlepas dari latar belakang iman Yahudi mereka apalagi di tengah-tengah badai kehidupan yang melanda mereka.Namun, hal ini justru memberikan dorongan yang kuat bagi penulis Injil Matius untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Anak Allah, Dialah yang mampu menolong orang-orang yang percaya kepada-Nya untuk melewati gelombang atau badai yang datang silih berganti. Pengalaman dan keahlian para murid selama ini dalam berlayar tidak membuat badai tenang, dan tidak menjamin keselamatan mereka. Status mereka sebagai orang-orang Yahudi bahkan orang-orang Kristen pun tidak menjamin bahwa badai akan jauh dari hadapan mereka. Status sebagai murid Yesus pun, apalagi seorang Petrus, tidak serta merta memberikan jaminan bahwa iman mereka pasti besar/kuat, masalah pasti tidak ada, dan lain sebagainya. Yang terjadi adalah bahwa karena Yesus mereka mampu melewati masa-masa kritis itu, dan pengalaman berharga bersama Yesus itu menuntun mereka pada pengakuan yang luar biasa bahwa Yesus adalah Anak Allah, Yesus memiliki kuasa di atas segala penguasa yang ada.

Sdra/i yang dikasihi Tuhan,
Suka atau pun tidak suka, siap atau pun tidak siap, kita harus menghadapi berbagai tantangan, ancaman, dan badai kehidupan. Kalau ada jalan pintas untuk menghindar dari badai itu tentu saudara-saudari bahkan saya sendiri pun akan memutar haluan ke jalan pintas itu. Sayang sekali, jalan untuk menghindar tidak ada. Karenanya, sekali lagi kita harus menghadapinya dengan penuh keberanian dan keyakinan bahwa badai pasti berlalu.

Jangan Takut! Itulah perkataan Yesus kepada para murid yang ketakutan karena perahu mereka terombang-ambing badai (Mat 14:27). Ketakutan membuat seseorang tidak dapat melihat segala sesuatunya dengan jelas, dan bahkan dapat mengaburkan iman. Namun, pandangan yang terus-menerus kepada Yesus dapat menguatkan iman, serta dapat memberikan pengharapan yang pasti kepada kita. Iman yang teguh membuat kita dapat melangkah dengan pasti dan pengharapan di dalam Yesus membuat kita terus bertahan untuk mencapai tujuan akhir. Oleh karena itu, mari kita menghadapi tantangan dan badai kehidupan dengan memusatkan pandangan kita kepada Yesus, yang terus-menerus berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”





[1]Khotbah Minggu, 10 Agustus 2014 di BNKP Jemaat Moi Resort 23.
[2]Sama misalnya seorang anak SMP sudah mulai mampu berbahasa Inggris, itu bukan hal yang terlalu istimewa di zaman sekarang, sebab mereka memang sudah sewajarnya belajar dan tahu bahasa Inggris. Kemampuan berbahasa Inggris akan menjadi sesuatu yang istimewa kalau hal itu dilakukan oleh seorang anak yang masih anak PAUD dan belum pernah diajarkan bahasa Inggris.

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...