Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo
11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu--sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --
12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.
13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.
14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,
15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,
16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat",
18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.
19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.
22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.
Pada teks khotbah hari ini penulis surat Efesus berfokus pada rekonsiliasi orang Yahudi dan non-Yahudi. Rekonsiliasi kedua belah pihak ini merupakan bagian dari misi Allah, yakni misi untuk mendamaikan umat manusia dan membebaskan manusia itu dari dosa dan kematian menuju kehidupan. Misi rekonsiliasi ilahi ini dalam praksisnya mewujud dalam perbaikan hubungan antara orang Yahudi dan non-Yahudi. Pokok persoalan perseteruan keduanya adalah masalah sunat. Orang Yahudi telah disunat, sementara orang non-Yahudi belum disunat.
Dalam masyarakat kita saat ini, hal sunat ini mungkin tidak terlalu dipersoalkan, tidak menjadi sumber perseteruan. Namun, hal ini berbeda pada zaman awal kelahiran dan penyebaran kekristenan. Ada perseteruan antara orang yang telah disunat (orang Yahudi) dengan orang yang tidak disunat (non-Yahudi). Ayat 11-12 teks renungan kita berfokus pada orang non-Yahudi yang dikucilkan dan dipisahkan. Mengapa? Karena mereka adalah “orang-orang yang tidak bersunat”. Penulis surat Efesus menggambarkan situasi orang-orang non-Yahudi ini sebagai orang yang “terpisah atau jauh dari Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan, dan tanpa Allah di dalam dunia”. Ini jelas bukan situasi yang menyenangkan, baik karena perseteruan dengan Tuhan (kalau belum menerima Kristus) maupun perseteruan antara orang Yahudi dan non-Yahudi (karena masalah sunat).
Situasi perseteruan di atas harus segera diakhiri, harus ada rekonsiliasi dan penyatuan mereka. Rekonsiliasi dan penyatuan ini hanya dapat terjadi oleh darah Kristus, darah yang tumpah di kayu salib (ay. 13-16). Pada satu sisi, penulis surat Efesus mengnigatkan orang-orang non-Yahudi tentang situasi mereka sebelum menerima Kristus (ay. 12) dan setelah menerima Kristus. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa Kristuslah yang telah menyelesaikan perseteruan mereka, tidak ada lagi tembok pemisah, Kristus telah mempersatukan mereka. Pada sisi lain, penulis surat Efesus juga hendak mengingatkan orang-orang bersunat (Yahudi) bahwa mestinya tidak lagi ada pemisahan dan perseteruan apabila telah sungguh-sungguh menerima Kristus. Kristuslah yang mempersatukan dan mendamaikan. Kristulah yang membuat kedua belah pihak beroleh jalan kepada Bapa, Kristulah yang mengakhiri pengotak-ngotakan dalam masyarakat (dengan istilah orang asing dan pendatang), Kristulah yang membuat semuanya menjadi kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, Kristuslah dasar dari bangunan kehidupan orang-orang yang telah menerima-Nya.
Pemisah-misahan (pengotak-ngotakan) dan perseteruan dapat kita temukan dalam masyarakat kita sampai hari ini. Sumber masalahnya mungkin bukan lagi tentang sunat, atau tentang Hukum Taurat seperti pada zaman dulu dalam kekristenan mula-mula. Ada berbagai bentuk ‘tembok pemisah’ kita pada zaman sekarang, yang membuat kita hidup dalam keterpisahan dan keterasingan satu dengan yang lain. Ada berbagai bentuk perseteruan kita pada zaman sekarang, walaupun mungkin kita satu jemaat atau satu desa, bahkan satu keluarga. Kita dapat menemukan fenomena tersebut dalam masyarakat kita. Lihatlah misalnya stigma dalam masyarakat Indonesia saat ini dengan sebutan “kadrun” dan “cebong”, atau “buzzeRp” dan “taliban”, dll. Kadang-kadang di berbagai tempat ada pemisahan dan perseteruan masyarakat yang dianggap “penduduk asli” dengan “pendatang”. Hal ini juga dapat terjadi di dalam jemaat, kadang-kadang muncul pada saat pemilihan BPMJ. Kita bisa menambah daftar pemisahan dan perseteruan ini sesuai dengan konteks kita masing-masing.
Apakah kita masih meneruskan pemisahan dan perseteruan itu? Apakah kita nyaman dengan situasi seperti itu? Siapakah yang merasa nyaman hidup dalam pemisahan dan perseteruan? Siapa? Hayo …
Hari ini, penulis surat Efesus mengingatkan kita bahwa Kristuslah yang mempersatukan dan mendamaikan kita. Orang-orang yang telah menerima Kristus, mestinya tidak lagi menciptakan keterpisahan dan perseteruan dalam berbagai bentuk. Orang yang sungguh-sungguh telah menerima Kristus justru berupaya untuk hidup dalam kesatuan dan perdamaian satu dengan yang lain. Darah Kristuslah yang telah menyelamatkan kita, yang telah mempersatukan dan mendamaikan kita. Oleh sebab itu, berhentilah membangun tembok atau jurang pemisah antara satu dengan yang lain; berhentilah melabeli orang/kelompok tertentu hanya karena berbeda dengan kita; berhentilah menciptakan dan memperparah permusuhan dalam jemaat dan masyarakat kita … sudahilah semua itu.
Saat ini, oleh karena kasih Kristus, oleh karena darah Kristus, mari hidup dalam kesatuan, hidup dalam perdamaian. Kita memang tidak mungkin menghilangkan perbedaan, tetapi biarlah perbedaan itu menjadi pewarna kehidupan kita untuk saling menopang, bukan untuk dipertentangkan. Pada hakikatnya, Kristus telah mempersatukan dan mendamaikan kita melalui peristiwa salib, lalu masihkah kita menafikan dan mengkhianati pengorbanan Yesus tersebut?
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?