Saturday, July 24, 2021

Allah Memelihara Umat-Nya / Lowalangi Zondrorogö Banua-Nia (2 Raja-Raja 4:42-44)

Khotbah Minggu, 25 Juli 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

42 Datanglah seseorang dari Baal-Salisa dengan membawa bagi abdi Allah roti hulu hasil, yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantong. Lalu berkatalah Elisa: “Berilah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan.”
43 Tetapi pelayannya itu berkata: “Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?” Jawabnya: “Berikanlah kepada orang-orang itu, supaya mereka makan, sebab beginilah firman TUHAN: Orang akan makan, bahkan akan ada sisanya.”
44 Lalu dihidangkannyalah di depan mereka, maka makanlah mereka dan ada sisanya, sesuai dengan firman TUHAN.

Pernahkah berada dalam kesulitan? Seperti apa rasanya?

Nas khotbah pada hari ini berbicara tentang kekurangan persediaan makanan pada zaman keterpurukan ekonomi Israel, terutama masyarakat atau rakyat biasa. Raja Yoram sedang berfokus menghadapi pemberontakan raja Moab, dengan mengajak raja Yosafat dari Yehuda, dan bersama mereka raja Edom. Biaya perang ini amat besar, sehingga perhatian pada kehidupan ekonomi rakyat banyak terabaikan. Hal ini mirip dengan situasi kita saat ini, baik di Indonesia maupun di berbagai negara di seluruh dunia. Pemerintah sedang berfokus dan berjuang habis-habisan menangani pandemi Covid-19, sehingga upaya pengembangan ekonomi terpaksa dikesampingkan. Situasi ini semakin berat pada masa-masa darurat (PPKM Darurat), roda perekonomian masyarakat hampir tidak bergerak maju. Benar bahwa ada sejumlah bansos di beberapa tempat, tetapi itu hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang kita alami akibat pandemi covid-19. Nah, seperti apa rasanya berada dalam situasi sulit seperti itu?

Tetapi, hari ini Elisa menunjukkan kepada kita bahwa kekurangan persediaan makanan tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berbagi. Apa pun ceritanya, bagaimanapun kekurangannya secara matematis, menurut Elisa 20 roti jelai serta gandum baru itu harus dibagikan kepada 100 orang yang membutuhkan makanan pada saat itu. Pelayan Elisa hampir stres, abu dödönia, lalu dia bertanya kepada Elisa: “Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?” (ay. 43). Namun, Elisa tetap menyuruh pelayan itu untuk menghidangkannya dengan keyakinan (pada TUHAN) bahwa roti jelai dan gandum itu cukup bahkan lebih bagi 100 orang (ay. 43). Syukur kepada Tuhan, keyakinan Elisa terbukti: “maka makanlah mereka dan ada sisanya, sesuai dengan firman TUHAN” (ay. 44b).

Bumi kita, dunia yang kita diami, sedang merintih kesakitan karena covid-19. Penduduk bumi dibuat tidak berdaya menghadapi virus yang ukurannya amat kecil, virus yang ukurannya tidak seberapa dibandingkan dengan ukuran tubuh manusia. Tetapi, sekali lagi, manusia menjadi tidak berdaya, semua negara babak belur, tidak peduli negara besar atau negara kecil, tidak peduli negara kaya atau negara miskin, tidak peduli pejabat atau rakyat biasa, tidak peduli pelayan gereja atau jemaat biasa, tidak peduli di kota ataupun di desa. Saat ini, kita pun semua mengeluh, berbagai masalah muncul: masalah kesehatan, masalah ekonomi, ditambah lagi berbagai masalah lain yang seringkali membuat kita stres. Dalam situasi seperti itu, kita pun bisa saja berseru kepada Tuhan, seperti seruan Yesus: “Eli, Eli, lama sabakhtani? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Saya yakin, banyak orang Kristen yang kadang-kadang mempertanyakan kemahakuasaan Allah di tengah-tengah penderitaan umat manusia saat ini, terutama karena pandemi Covid-19. Sayangnya, kita kadang-kadang tidak mampu melihat kemahakuasaan Allah itu, mungkin karena cara Allah menyatakan kuasa-Nya di tengah-tengah kesulitan itu tidak sesuai dengan rancangan dan harapan kita. Sebagian tidak mampu melihat kemahakuasaan Allah mungkin karena menginginkan Allah bertindak seperti: Power Rangers, Wonder Woman, Batman, dan Spiderman. Allah seringkali menyatakan kuasanya dalam cara yang berbeda dengan pandangan manusia secara umum.

Rasul Paulus pun pernah berada dalam situasi yang amat sulit, yang dia sebut sebagai “duri dalam daging”, dan dia tiga kali berseru kepada Tuhan supaya duri itu terbuang dari dalam dagingnya (2Kor. 12:7-8), tetapi Tuhan menjawabnya: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2Kor. 12:9a). Ingat: “dalam kelemahan, kuasa Tuhan menjadi sempurna”. Apa artinya? Ternyata, Allah pun berkenan menyatakan kuasa-Nya dalam ketidakberdayaan manusia. Kemampuan bertahan dalam situasi sulit merupakan bukti nyata kuasa Tuhan yang selalu menyertai kita.

Apakah ada yang dapat memisahkan kita dari kuasa kasih Kristus? Tidak! Dalam Roma 8:35, rasul Paulus mengajukan beberapa pertanyaan penting sehubungan dengan kesulitan dan penderitaan yang kita alami: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” Lalu, Paulus menyatakan keyakinannya: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 8:38-39). Mari kita jadikan keyakinan Paulus ini sebagai keyakinan kita juga, bahwa apa pun jenis virusnya, apa pun variannya, apa pun kesulitannya, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kuasa kasih Kristus. Ini tidak berarti kita tidak perlu hati-hati lagi, justru keyakinan pada kuasa Allah ini mendorong kita untuk bersikap dan bertindak dengan bijak dalam menghadapi berbagai kesulitan dan penderitaan, baik karena pandemi Covid-19 maupun karena berbagai faktor lainnya.

Kita tentu pernah berada dalam kesulitan, bahkan kesulitan itu kadang-kadang menghalangi kita untuk berani menghadapi kehidupan, menghambat kita untuk melangkah maju. Kita kadang-kadang berada dalam situasi dilematis, maju kena – mundur kena, sehingga kita pun pada akhirnya bimbang dan tidak berani mengambil risiko. Kita juga pernah mengalami kekurangan dalam berbagai hal, terutama kekurangan kebutuhan sehari-hari. Demikian juga, kita pernah menghadapi sakit penyakit, baik oleh diri sendiri, maupun anggota keluarga kita. Masih banyak lagi, yang pada intinya hendak menegaskan bahwa hidup tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Namun, di tengah-tengah kesulitan itu Allah pasti hadir dan memberi kita kelimpahan. Dalam Mazmur 34:11 TUHAN Allah menyakinkan kita: “Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik” (Ba nono zingo ambö gö ba olofo, ba ba zangalui Yehowa ba lö ambö fefu gofu hadia).

Merasa kurang merupakan salah satu penyakit manusia, termasuk orang-orang Kristen. Ada banyak contoh di sekitar kita tentang orang-orang yang selalu “merasa kurang”, dan kadang-kadang berjalan bukan pada jalan Tuhan karena merasa jalan Tuhan terlalu “ribet”, terlalu panjang, dan banyak proses yang harus ditempuh. Kita sedang hidup di era serba “instant”, serba cepat, siap saji. Akibatnya banyak orang yang menempuh jalan pintas hanya untuk mendapatkan apa yang diinginkan, dan tidak bisa melihat bahwa sesungguhnya Allah mampu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, bahkan mampu melipatgandakan kebutuhan manusia itu. TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi-Nya (Mazmur 145:20a).

Ba wa’atebaida, ba wa lö fa’abölöda, ba wökhöda, ba gameta’uö börö dungö corona, faduhu dödöda wa tanga Yehowa sabölö zi lö faröi khöda.

Allah Memelihara Umat-Nya / Lowalangi Zondrorogö Banua-Nia





No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...