Sunday, March 27, 2016

Jangan Takut (Matius 27:62-66)



Renungan Sabtu Sunyi STT BNKP Sundermann
Oleh. Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]



27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus,
27:63 dan mereka berkata: “Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.
27:64 Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama.”
27:65 Kata Pilatus kepada mereka: “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya.”
27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.


Dunia kita saat ini penuh dengan penderitaan dan kematian. Iman kita kepada Yesus membawa kita ke berbagai tempat dan situasi dimana penderitaan yang mendalam muncul di berbagi belahan dunia kita - anak-anak yang diambil untuk menjadi tentara di Afrika; korban perang di Afghanistan, Irak, Suriah; keluarga yang berduka karena kehilangan anak-anak mereka, kehilangan suami dan istri, kehilangan ibu dan ayah, oleh karena pengeboman teroris (terakhir di Belgia); di berbagai tempat banyak orang dengan usia muda ditembak mati di jalan atau di kamp-kamp tahanan di perbatasan; orang-orang miskin atau para pengungsi pergi tanpa makanan atau pun perawatan medis, tanpa pekerjaan ... tanpa harapan masa depan yang jelas. Sulit untuk dipercaya memang, dan kita kadang-kadang berharap supaya rasa sakit itu tidak ada sama sekali, paling tidak jangan sampai “menyentuh” hidup kita.

Sdra/i, orang-orang Kristen generasi pertama pernah mengalami situasi hidup yang serba sulit, antara keputusasaan karena kematian Yesus dan nubuat bahwa Ia akan bangkit; tetapi ini belum terlalu pasti, masih samar-samar; mereka sangat tertekan dan menderita. Penderitaan dan kematian memang masih membutuhkan penjelasan; kegelapan makam (tanpa lampu hias, dan malah dijaga oleh para prajurit bayaran) dan kekosongan hati kita masih terus menggoncang iman kita kepada Tuhan.

Bacaan Alkitab kita pada malam ini mengingatkan kita untuk kembali berharap. Kisah para murid pasca Yesus mati mengingatkan kita tentang “siapa kita” dan “siapa Allah”. Kita belajar dari mereka untuk senantiasa memiliki pengharapan yang teruji sekali pun para penguasa sedang “menginteli” mereka, pengharapan yang lahir dari pengalaman empiris (bukan pengalaman buatan, bukan tampilan wajah puasa yang dibuat-buat), pengalaman ril kita tentang tindakan Allah dalam sejarah. Kita memiliki Allah yang menciptakan dunia yang pada mulanya “amat baik”. Kita memiliki Allah yang selalu bertindak di saat-saat kita hampir kehilangan pegangan dan harapan hidup. Kita memiliki Allah yang memilih membebaskan budak rendahan di Mesir dan mendorong mereka untuk bergerak maju bahkan ketika tidak ada jalan keluar untuk melewati laut Teberau. Kita memiliki Allah yang tetap setia, tidak pernah meninggalkan kita, dan tidak pernah menunda pertolongan-Nya. Pada saat ini, sebagaimana kita berdiri/duduk terdiam di depan kuburan Tuhan, Allah meminta kita untuk mengingat dan berharap, bahwa banyak hal dalam hidup ini tidak selalu seperti yang kelihatan di permukaan.

Ketika Yesus dikuburkan di makam pada hari Jumat Agung, asumsi mereka semua yang hadir pada waktu itu – mulai dari pengikut-Nya yang paling setia hingga lawan-lawan yang mengatur kematian-Nya – adalah bahwa penguburan-Nya ini adalah akhir dari semua kisah Yesus. Para murid bersembunyi, berserakan dan takut, bertanya-tanya bagaimana kini nasib Guru Agung mereka dan apakah Dia juga menantikan mereka sama seperti mereka menantikan Dia. Lawan-lawan Yesus juga sedang bersiap-siap pulang dan kembali pada kesibukan mereka masing-masing seperti biasanya, mereka merasa aman dalam keyakinan mereka bahwa ancaman terhadap kekuasaan mereka telah dieliminasi/disingkirkan. Tetapi dunia akan segera terbalik. Esok hari, setelah penantian dalam keheningan/kesunyian yang amat dalam itu, “more than silent night”, orang-orang percaya mendapatkan berita yang menggoncang dunia, yaitu Tuhan telah bangkit. Jadi, janganlah takut dengan kesemrawutan dunia ini, sebab penantian kita tidak akan berakhir sia-sia.


[1] Renungan Ibadah Sabtu Sunyi STT BNKP Sundermann, 26/03/2016

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...