Saturday, January 29, 2022

Dipanggil untuk Mengasihi - Tekaoni ba Wangomasi’ö (Yeremia 1:4-10)

Khotbah Minggu, 30 Januari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1:4

Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya:

1:5

“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”

1:6

Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.”

1:7

Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.

1:8

Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.”

1:9

Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.

1:10

Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.”

1Kor. 13:4

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong! - Fa’omasi andrӧ, ba no sebolo tӧdӧ, no sebua tӧdӧ; fa’omasi andrӧ ba lӧ i’afӧkhӧi tӧdӧ nawӧnia, lӧ isuno ia, lӧ mohokha.


Kita sudah tahu bersama bahwa Allah begitu mengasihi umat Israel, bangsa pilihan-Nya itu. Berbagai cara dilakukan oleh Allah untuk menunjukkan betapa Dia mengasihi umat-Nya. Sepanjang sejarah bangsa Israel, Allah selalu mencari jalan terbaik untuk menolong dan menyertai mereka, sebab Dia mengasihi mereka. Sayang sekali, bangsa Israel seringkali menyalahartikan dan menyalahgunakan kasih Allah atas mereka. Bangsa itu berulangkali mengkhianati Allah dengan menyembah allah lain, dan melakukan berbagai tindakan ketidakadilan. Hal itu juga yang dapat kita baca dalam kitab Yeremia.

Situasi kehidupan orang Israel pada zaman nabi Yeremia ini memang sangat menyedihkan; mereka yang tadinya dijadikan sebagai umat pilihan Allah, sekarang justru menjadi sumber masalah yang menyedihkan hati Tuhan dan mendatangkan murka-Nya atas mereka sendiri. Tuhan telah menguduskan mereka sebagai umat kesayangan-Nya, tetapi mereka justru menyembah allah lain, menaruh pengharapannya pada kekuatan manusia dan bangsa-bangsa lain, melakukan berbagai tindakan kecurangan, ketidakadilan dan ketidakbenaran. Hal ini dapat kita baca misalnya dalam pasal 2 ayat 13, yaitu bahwa mereka meninggalkan Allah yang adalah sumber air yang hidup, dan mereka menuju pada kolam yang bocor, yaitu pada landasan kehidupan yang tidak memberikan pengharapan yang benar. Mereka juga tidak suka ditegur, tidak mau dinasihati, dan tentunya tidak suka dengan kritikan. Itulah sebabnya mereka selalu mengancam setiap orang yang mencoba menasihati mereka supaya bertobat, termasuk Yeremia sendiri di kemudian hari. Bahkan Yeremia sendiri pernah dipukul dan dipenjarakan oleh para penguasa (pemerintah dan agama) pada waktu itu, dan juga diancam dengan hukuman mati, karena dia terus memberitakan firman Tuhan yang menubuatkan kehancuran Israel karena ketidaktaatan mereka pada Allah sumber air hidup itu (Yeremia 20:1-2; 26:7-11). Dan, sebagai orang Israel yang lahir, tumbuh, dan tinggal di tengah-tengah bangsanya itu, Yeremia tentunya tahu persis apa dan bagaimana situasi ini, terutama kekerasan kepala para penguasa pemerintahan dan agama pada waktu itu, serta ketidaksukaan mereka kalau mereka ditegur, dinasihati, dan diancam oleh hukuman Tuhan. Yeremia sadar bahwa bangsa Israel yang adalah bangsanya sendiri sudah menjadi bangsa yang berbalik melawan Tuhan, tidak mau mendengarkan firman-Nya, dan tidak mau diarahkan ke jalan-jalan Tuhan.

Adalah hal yang wajar kalau Yeremia merasa “tidak siap” dan “tidak mampu” menjalankan tugas sebagai nabi di tengah-tengah bangsa yang tegar tengkuk itu. Itulah sebabnya pada awalnya dia berusaha menghindar dari tugas kenabian yang diamanatkan Tuhan kepadanya. Dia merasa sedang berada di tengah-tengah gerombolan singa yang siap memangsanya, sehingga dia merasa takut atau enggan bergerak. Dia beralasan bahwa dia masih muda, dan karenanya tidak pandai berbicara. Apa artinya?

Pertama, Yeremia merasa tidak mampu berhadapan dengan para tua-tua Israel yang umurnya jauh di atas umur Yeremia. Secara psikologis hal ini sangat berpengaruh dalam diri Yeremia, dia merasa tidak “pantas” menasihati orang yang lebih tua darinya; dia merasa tidak “cocok” menasihati orang-orang yang memiliki jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi darinya. Mengapa muncul perasaan-perasaan yang seperti itu? Karena Yeremia sudah tahu bagaimana karakter bangsanya itu, merasa hebat dengan umur mereka yang sudah tua, apalagi dengan jabatan yang mereka miliki. Jadi, sulit rasanya menembus tembok kehidupan orang-orang yang seperti itu.

Kedua, Yeremia merasa bahwa dia tidak bisa “menyenangkan” hati bangsanya, apalagi para pemimpin pemerintahan dan agama di Israel; dia merasa tidak dapat “memoles” kata-kata untuk menyenangkan mereka; dia tidak bisa menyampaikan kata-kata yang memuji-muji para pemimpin sekalipun kehidupan mereka bobrok. Yeremia tidak bisa mengatur kata-katanya sedemikian rupa untuk memuaskan hati dan keinginan bangsa Israel yang bobrok itu. Yeremia sadar sepenuhnya bahwa dia pasti mengkritik mereka, dia pasti mengecam gaya hidup mereka, dia pasti mengeluarkan kata-kata yang pedas yang tentunya tidak menyenangkan hati para pemimpin bangsa itu. Hal ini merupakan masalah serius bagi Yeremia, karena pada satu sisi dia tidak bisa dan tidak mau berpura-pura hanya untuk mencari selamat atau menyenangkan hati bangsa yang jahat itu, dan pada sisi yang lain dia harus mengatakan kata-kata pedas kepada mereka. Nah, sangat dilematis memang! Itulah sebabnya Yeremia mengatakan bahwa dia tidak pandai berbicara, dia tidak pandai merayu orang-orang Israel yang jahat itu dengan kata-kata yang manis, dia tidak bisa bermuka manis kepada bangsa yang keras kepala itu.

Dengan alasan-alasan ini Yeremia berharap bahwa Tuhan tidak lagi menyuruhnya menjadi nabi di Israel. Tapi, ternyata Tuhan tetap “memaksanya” untuk bernubuat bagi bangsa Israel. Tuhan meneguhkan Yeremia untuk tetap maju sebagai nabi Allah apa pun risikonya. Tuhan pertama-tama menegaskan bahwa Dia telah mengenal Yeremia bahkan lebih dari pengenalan Yeremia sendiri akan dirinya. Itulah makna kata-kata Tuhan di ayat 5, yaitu bahwa apa pun alasan Yeremia untuk mengelak dari tugas itu, termasuk alasan ketidakmampuan, namun Tuhan sudah tahu bahwa Yeremia memiliki potensi untuk itu, bahkan secara radikal Tuhan menegaskan bahwa Dialah yang merancang kehidupan Yeremia untuk menjadi nabinya. Jadi, siapa yang dapat menolak, mengelak, dan menghindar dari rancangan dan keputusan Tuhan itu? Sebagai buktinya, di ayat 9 disebutkan bahwa Tuhan menjamah mulut (dan kehidupan) Yeremia untuk menjawab alasannya tadi bahwa dia tidak pandai berbicara.

Selanjutnya, Tuhan menegaskan kepada Yeremia bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dalam tugas itu. Kalau Tuhan sendiri yang mengutus, tentu dia juga menyertai; jadi, si-apa lagi yang harus ditakuti. Rasul Paulus di surat Roma 8:31 berkata “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Ba hadia niwa’öda ba da’ö? Na i’o’awögö ita Lowalangi, ba ha niha zi fa’udu khöda?).

Di ayat 8 Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa Yeremia tidak perlu takut kepada si-apa pun, karena ada Tuhan yang kuasa dan kekuatan-Nya jauh melebihi kuasa dan kekuatan para pemimpin yang keras kepala itu. Dan di ayat 10 Tuhan bahkan menegaskan bahwa melalui nabi Yeremialah terletak masa depan bangsa itu, yaitu bahwa kuasa Tuhan akan bertindak melalui pemberitaan atau nubuatan Yeremia. Ini adalah peneguhan dan pemberian harapan yang nyata dan pasti dipenuhi oleh Tuhan. Jadi, kunci keberhasilan, atau kegagalan/kehancuran, ada dalam kuasa Tuhan; bukan pada umur, bukan pada kepandaian/kebodohan, dan bukan juga pada tinggi-rendahnya jabatan/kedudukan yang dimiliki. Maka, Tuhan mendorong Yeremia untuk tidak takut, karena Tuhan tidak akan pernah meninggalkan orang yang diutus-Nya, dan Tuhan tidak pernah membiarkan orang yang diutus atau diberi-Nya kepercayaan terpisah dari kasih kuasa-Nya. Rasul Paulus pun pernah berkata bahwa tidak ada si-apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (baca: Roma 8:35, 38-39). Oleh sebab itu, karena Tuhan sudah merancang kehidupan kita sedemikian rupa, menempatkan kita dalam kasih kuasa-Nya, dan pasti menyertai kita dalam tugas pelayanan/pengabdian di tengah-tengah dunia yang semakin kacau ini.

Kecaman-kecaman yang disampaikan oleh nabi Yeremia sesungguhnya merupakan ekspresi keprihatinan Allah atas umat yang dikasihi-Nya itu. Allah telah mengasihi mereka, tetapi bangsa itu malah berjalan dalam jalan mereka sendiri yang sesat. Tidak ada jalan lain bagi Tuhan untuk menyelamatkan mereka karena kasih-Nya itu, selain menyampaikan teguran keras dan bahkan menghukum mereka. Teguran dan hukuman itu sebenarnya lebih sebagai wujud kasih Allah supaya bangsa itu tidak terus menerus masuk ke dalam jalan kesesatan. Dalam rangka itulah umat Tuhan dipanggil: DIPANGGIL UNTUK MENGASIHI. Tentu saja, cara Allah menyatakan kasih-Nya tidak hanya satu: kadang cara yang lembut, kadang juga cara yang agak keras, bahkan amat keras. Intinya, Allah mengasihi kita, dan kita pun mesti meneruskan kasih itu dalam kehidupan sehari-hari.


No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...