Sunday, February 6, 2022

Menjadi Pengikut Yesus – Tobali Solo’ö Yesu (Markus 1:16-20)

Khotbah Minggu, 06 Februari 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

16 Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan.
17 Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”
18 Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
19 Dan setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, dilihat-Nya Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu.
20 Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, di dalam perahu bersama orang-orang upahannya lalu mengikuti Dia.


Teks ini berisi kisah tentang pemanggilan para murid Yesus dalam rangka proklamasi Kerajaan Allah. Yesus, berjalan di sepanjang Danau Galilea, melihat dua bersaudara Simon dan Andreas, nelayan, menebarkan jala mereka di danau. Dia memanggil mereka untuk mengikuti, dan dengan segera, dalam ketaatan, mereka meninggalkan jala mereka dan mengikuti-Nya. Hal yang sama terjadi dengan Yakobus dan Yohanes. Kata Yunani “kai euthys” (dan segera) pada ayat 18 dan 20, menunjukkan urgensi panggilan tersebut. Waktunya telah tiba, kerajaan Allah sudah dekat; tidak ada waktu untuk menunda-nunda, marilah, ikutlah Aku! Demikianlah kira-kira perkataan Yesus dalam versi Markus ini.

Sangat menarik bahwa keempat orang ini (dengan segera) meninggalkan segalanya untuk mengikuti Yesus jika mereka belum mengenal-Nya. Beberapa ahli biblika beranggapan bahwa mereka benar-benar mengenal Yesus, atau tahu tentang Dia, sebelum Dia memanggil mereka ke dalam pemuridan (lih. Yoh. 1:35-40). Kalau benar mereka mengenal Yesus seperti disebutkan oleh para ahli biblika tersebut, maka dapat diartikan bahwa pengenalan akan Yesus tersebut telah mendorong mereka untuk segera meninggalkan perahu mereka dan mengikuti Yesus.

Mengenal Yesus berarti mengikut Dia. Artinya, pengenalan akan Yesus tidak sebatas pengenalan kognitif, tidak sekadar mampu menjelaskan atau berkhotbah tentang Dia, tetapi bagaimana seluruh kehidupan diarahkan untuk mengikut Dia. Banyak orang Kristen yang pengetahuannya akan Yesus amat luas; banyak tokoh Kristen yang mampu berdebat tentang Yesus apalagi di YouTube; banyak orang Kristen yang setiap saat menyanyikan lagu tentang Yesus; banyak hamba Tuhan yang telah berkhotbah tentang Yesus; banyak para ahli yang menulis tentang Yesus; tetapi belum tentu semuanya telah menjadi pengikut Yesus yang sesungguhnya. Berefleksi dari kisah keempat murid pertama ini, pengenalan akan Yesus mestinya mendorong kita untuk mengikut Dia sepenuh hati. Mengikut seperti apa?

Dengan segera, demikianlah menurut Markus, keempat orang tersebut meninggalkan “segalanya” dan mengikut Yesus. Simon dan Andreas meninggalkan jala mereka, Yakobus dan Yohanes malah meninggalkan ayah mereka bersama orang-orang upahannya. Pada zaman itu, perikanan merupakan industri utama di Galilea, dengan sub-industrinya pengasinan ikan. Pada saat pergolakan sosial di Galilea, kedua industri ini saling mendukung dan tetap stabil.

Pemanggilan murid-murid ini dapat diartikan sebagai tantangan untuk meninggalkan (sumber) pendapatan dan stabilitas atau, seperti yang biasa kita katakan, untuk keluar dari “zona nyaman”. Secara khusus Yakobus dan Yohanes, dikatakan bahwa mereka meninggalkan ayah mereka Zebedeus bersama dengan “dengan orang-orang upahannya” (ay. 20). Tentu saja Yakobus dan Yohanes bukanlah orang-orang upahan atau buruh harian, melainkan pelaku bisnis keluarga mereka yang relatif sukses. Tidak hanya jala yang ditinggalkan, tetapi juga sang ayah, perahu, dan seluruh usaha/bisnis mereka yang selama ini cukup sukses. Dapat dikatakan bahwa untuk mengikuti Yesus, setiap orang mesti menunjukkan kesediaan untuk membiarkan identitas, status, dan nilai-nilai yang dimiliki ditentukan dalam hubungannya dengan Yesus.

Kesediaan para murid untuk meninggalkan stabilitas seperti itu cukup luar biasa. Stabilitas ekonomi bukan lagi tujuan utama mereka untuk bekerja. Namun demikian, penting untuk dipahami bahwa Yesus tidak menolak panggilan duniawi atau usaha duniawi, tetapi Dia mengarahkan panggilan duniawi tersebut dalam rangka Kerajaan Allah. Yesus menyebut Simon dan Andreas sebagai “penjala manusia” (Mrk. 1:17), sehingga dengan demikian menegaskan pekerjaan mereka sebelumnya sebagai gambaran dari peran baru yang akan mereka penuhi. Mengikut Yesus berarti siap dan bersedia meninggalkan situasi yang selama ini telah membuat kita cukup stabil dan nyaman, demi mencapai suatu situasi baru dalam rangka Kerajaan Allah. Mengikut Yesus berarti menempatkan diri dan segala pekerjaan kita dalam rangka Kerajaan Allah dengan segala nilai-nilai Kerajaan tersebut.

Hal mengikut Yesus juga tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan tugas dan tanggung jawab atas orang-orang di sekitar kita, atau atas keluarga. Murid-murid yang pertama tidak pernah disuruh untuk mengabaikan sama sekali situasi mereka sebelumnya (pekerjaan sebagai nelayan, keluarga/ayah). Meninggalkan segalanya dan mengikut Yesus tidak berarti memisahkan diri sama sekali dari segala sesuatu di dunia ini, dan menjadi tidak peduli dengan apapun yang dianggap urusan duniawi. Yesus tidak pernah bermaksud seperti itu. Sekali lagi, Yesus tidak pernah menolak sama sekali panggilan, pekerjaan, usaha duniawi! Yesus memanggil kita untuk menempatkan semuanya itu dalam landscape yang baru, dalam bingkai Kerajaan Allah. Apa pun pekerjaan atau usaha kita, mesti bercirikan nilai-nilai Kerajaan Allah, nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, nilai-nilai kehidupan.

Sebagian orang dipanggil untuk meninggalkan profesi duniawi mereka untuk menjadi hamba Tuhan sepenuhnya. Tetapi, pemanggilan para murid dalam teks ini tidak selalu bermaksud demikian. Kebanyakan orang Kristen tidak dipanggil untuk harus meninggalkan pekerjaan mereka dan menjadi pengkhotbah yang mengelilingi dunia. Inti dari pemanggilan kita adalah menempatkan identitas kita di dalam Kristus. Entah meninggalkan pekerjaan atau tidak, identitas seorang murid bukan lagi “nelayan”, “pemungut cukai”, atau apapun selain “pengikut Yesus”. Apa pun jenis pekerjaan atau usaha yang sedang kita geluti sekarang, kita mesti menyadari bahwa kini identitas kita adalah pengikut Yesus. Implikasinya ialah bahwa kita harus menahan diri dari berbagai godaan yang dapat mengaburkan identitas Kristen kita dalam pekerjaan atau usaha kita masing-masing.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...