Khotbah Minggu, 15 Juni 2014
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si
1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
1:3 Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.
Cerita tentang penciptaan langit dan bumi di kitab Kejadian 1 ini telah menimbulkan banyak pertanyaan dan keingintahuan kita bahkan kontroversi atau perdebatan yang tidak pernah berakhir. Kita tidak akan menyajikan di sini berbagai pertanyaan atau perdebatan dimaksud; kita sekarang mencoba melihat teks renungan kita pada hari ini sebagai satu kesatuan dari Kejadian 1, dan karenanya kita berusaha mendapatkan gambaran besar yang hendak disampaikan oleh teks ini.
Pertama-tama kita harus menyadari bahwa teks ini merupakan bagian dari kredo (pengakuan iman) bangsa Israel, yaitu sebagai pelengkap dan penjelasan dari pokok lahirnya atau terciptanya bangsa Israel itu sendiri. Karenanya, cerita penciptaan langit dan bumi ini bukanlah suatu catatan kronologis atau rekaman historis tentang bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi dimaksud, melainkan lebih sebagai suatu refleksi iman, pengakuan iman, kesaksian iman, dan pujian bangsa Israel akan keagungan Allah yang telah menciptakan, menjadikan, atau melahirkan mereka sebagai sebuah bangsa besar, yang tentunya tidak terlepas dari penciptaan langit dan bumi secara universal.
Pengisahan kembali cerita penciptaan ini bagi bangsa Israel dimaksudkan supaya mereka tetap hidup dalam persekutuan dengan TUHAN Allah, hidup dalam keteraturan dan tatanan kosmis yang begitu sempurna pada mulanya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Selain itu, cerita penciptaan ini juga penting bagi mereka untuk tetap percaya bahwa TUHAN Allah Israel memiliki kuasa di atas segala kekuatan/kekuasaan yang ada di langit dan di bumi, dan bahwa semua ciptaan itu tunduk pada kekuasaan, penataan, dan pengaturan Allah. Penekanan ini sangat penting mengingat semakin kuatnya godaan di sekitar bangsa Israel pada zaman itu, yaitu godaan untuk “melawan”, “merongrong”, atau “mereduksi” kekuasaan Allah. Maka berbagai pertanyaan “nakal” bahkan pertanyaan yang “mengolok-olok” pada zaman sekarang sehubungan dengan penciptaan langit dan bumi, tidak akan dijawab semua oleh teks ini karena – sekali lagi – nas ini ditulis bukan untuk pertanyaan “jahil” semacam itu.
Teks renungan kita pada hari ini, bahkan kitab Kejadian 1 nampaknya sederhana, tetapi sesungguhnya penuh dengan catatan keagungan karya Allah dalam menata atau mengatur langit dan bumi beserta segala isinya. Kita dapat membaca di ayat-ayat berikutnya bagaimana kisah penciptaan ini disajikan sedemikian rupa untuk menggambarkan keagungan dan keteraturan pekerjaan Allah, dan pada akhirnya menunjukkan keseimbangan kosmis sebagai hasil dari karya Allah tersebut. Segala sesuatu telah diciptakan begitu teratur, tertata, dan sempurna. Semuanya berada di bawah naungan kedaulatan-Nya yang istimewa. Mengapa begitu teratur, mengapa begitu tertata, dan mengapa begitu seimbang? Karena Allah sendiri telah menciptakannya menjadi baru (Ibr. Bara), membaharui segala kekacaubalauan, kehampaan, dan kegelapan menjadi teratur, bermakna, dan terang benderang. Tidak berhenti di situ, Allah sendiri bertindak sebagai pemimpinnya, dan dengan penuh kuasa Dia mengarahkannya. Langit dan bumi beserta segala isinya berfungsi dengan baik, karena Allah memang telah merancangnya begitu sempurna. Manusia sendiri di ayat 26 pasal 1 kitab Kejadian ini, digambarkan sebagai puncak dari penciptaan, dan malah diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Segambar dan serupa dengan Allah berarti melakukan pekerjaan Allah di dunia ini, yaitu pekerjaan keteraturan, pekerjaan penataan dan pekerjaan yang mendatangkan kesimbangan hidup.
Sayang sekali, dunia pada zaman sekarang sudah sangat jauh dari keadaan pada mulanya. Kekacaubalauan karena dosa dan persaingan untuk bertahan hidup seperti sekarang ini (sampai banyak orang yang menjadi serigala bagi sesamanya) sesungguhnya sangat bertentangan dengan semangat penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya pada mulanya. Pekerjaan Allah pada awalnya justru telah mengusir kekacaubalauan, telah mengisi kehampaan (ketiadaan makna) dan membawa segala sesuatu ke dalam kesempurnaan dan keseimbangan. Maka, kerusakan dunia dan umat manusia seperti sekarang ini tidak serta merta menyatakan bahwa Allah sudah tidak mampu lagi mengatasi kekacaubalauan, atau bahwa kemahakuasaan-Nya sudah tidak sempurna lagi. Tidak, tidak seperti itu! Kitalah yang harus bekerja untuk memulihkan dunia kita yang sudah kacau-balau, sudah porak-poranda dan begitu menakutkan itu, sehingga dunia ini benar-benar menjadi “tempat tinggal” yang mendatangkan damai sejahtera bagi kita semua.
Kita seringkali “mereduksi Allah” dengan menjadikan Dia bukan sebagai pemimpin sungguhan dalam hidup kita. Kita terlalu sering menempatkan Dia jauh dari dunia kita sehari-hari, sehingga kita pun berjalan menurut kehendak hatinyamasing-masing. Kita seringkali membuang Dia ke sudut-sudut yang tersembunyi dari kehidupan kita sementara kita sendiri menjalani kehidupan seenaknya, melanjutkan tujuan-tujuan ambisius kita dengan narsisme, hedonism, dan materialisme, dan tidak mengizinkan Allah untuk mengekang keserakahan kita.
Apakah kita merindukan kehidupan yang tertata dengan sempurna? Apakah kita merindukan kehadiran Allah yang begitu agung dalam karya-karya-Nya? Kehidupan yang teratur dan tertata dengan baik terjadi hanya apabila kita tunduk pada pimpinan Allah Sang Pencipta, memberi diri dihinggapi oleh Roh Allah yang terus “melayang-layang”; keluarga kita, jemaat kita, komunitas kita, masyarakat kita, suasana kantor kita, akan pulih menjadi lebih teratur, tertata, terang benderang, hanya apabila kita sungguh-sungguh mengakui bahwa Allah Sang Pencipta yang memimpin hidup kita masing-masing, memimpin keluarga kita, memimpin jemaat kita, memimpin komunitas kita, memimpin masyarakat kita, memimpin kantor kita, dlsbg. Suasana hati dan hidup yang gundah gulana dapat terpulihkan kembali apabila kita mau tunduk pada kekuasaan, penataan, dan pengaturan Allah. Mengapa? Karena kita semua berasal dari Dia, diciptakan oleh Dia dengan begitu sempurna. Kita percaya bahwa tidak ada satu lorong pun dalam kehidupan ini, tidak ada satu sudut pun di dunia ini yang tidak diketahui oleh Allah, sebab Dia yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya.
Sdra/i, pada mulanya Allah tidak menghendaki adanya kekacauan, Dia justru telah menata kekacauan menjadi suatu keteraturan yang sempurna. Allah tidak pernah merencanakan kehidupan yang amburadul, Dia justru menciptakan tatanan kehidupan yang teratur dan seimbang. Allah tidak pernah menghendaki kegelapan untuk menguasai kehidupan kita, Dia justru telah mengusir kegelapan itu dengan terang-Nya yang begitu sempurna (ay. 3 + 4a). Karena itu, hiduplah di bawah naungan kedaulatan Allah Sang Pencipta, hiduplah dalam bimbingan Roh-Nya yang Kudus, dan berjalanlah dalam terang-Nya yang begitu sempurna. Amin.