Khotbah Minggu, 10 Januari 2016
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]
3:15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias,
3:16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
3:17 Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.”
3:21 Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit
3:22 dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”
Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis dengan sangat berani dan tegas, tentu mengejutkan sekaligus memunculkan harapan bagi banyak orang pada waktu itu (lih. Luk. 3:3-9). Seruan ini termasuk tegurannya terhadap raja wilayah Herodes karena berbagai kejahatannya (ay. 19), walaupun berakibat pada pemenjaraan (dan mungkin pembunuhan) dirinya. Demikian juga dengan tanggapannya terhadap beberapa pihak yang bertanya: “Apa yang harus kami perbuat?” (lih. Luk. 3:10, 12, 14a), sangat tegas dan langsung pada pokok persoalan (lih. Luk. 3:11, 13, 14b). Itulah sebabnya di ayat 15 Lukas menggambarkan suasana hati orang banyak yang sedang menantikan dan mengharapkan kedatangan Mesias, yaitu tokoh yang dipercaya dapat membebaskan mereka (secara politik) dari penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu, dan orang banyak tersebut mencoba mengaitkan tokoh Mesias dengan Yohanes pembaptis. Ternyata, demikian catatan Lukas, Yohanes pembaptis mengetahui suasana hati orang banyak itu, dan dia segera mengklarifikasinya, yaitu bahwa dia bukanlah Mesias seperti yang mereka harapkan. Dengan penuh kerendahan hati, Yohanes pembaptis ini menegaskan bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibanding dengan Mesias yang sesungguhnya itu (ay. 16, 17). Pengakuan Yohanes pembaptis ini juga sekaligus memberi penegasan tentang Mesias yang sesungguhnya itu. Mesias yang akan datang tersebut lebih berkuasa, membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api, di tangan-Nya sudah ada alat penampi (alat untuk membersihkan, sejenis nyiru) untuk memisahkan gandum dan jerami (ay. 16-17). Terakhir dan yang paling penting, Mesias yang diberitakan Yohanes itu adalah Yesus, yang ditandai dengan tahbisan atau pengurapan ilahi ketika Dia dibaptis: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (3:21-22). Kata-kata seperti dirumuskan pada ayat 22 ini biasanya hanya disampaikan pada waktu dan kepada orang yang diurapi oleh Allah menjadi tokoh penting sekelas raja atau imam besar. Sekarang, kalimat itu dialamatkan kepada Yesus, yang artinya sebuah penegasan ilahi bahwa Yesus adalah Mesias yang sesungguhnya, yaitu Mesias yang berasal dan mendapat legitimasi dari Allah sendiri. Oleh karena itu, orang banyak yang sudah cukup lama menanti dan berharap akan kedatangan Mesias, kini boleh bersukacita kembali, sebab Mesias itu telah datang. Berita tentang Mesias ini tentu sangat penting bagi pembaca awal Injil Lukas, memberi pengharapan dan kepastian tentang berita kerajaan Allah yang diberitakan oleh Yohanes pembaptis dan terutama dinyatakan oleh Yesus sendiri.
Pemberitaan tentang Mesias oleh Yohanes pembaptis seperti terungkap pada ay. 16-17, dan pengukuhan Yesus sebagai Mesias sebagaimana disebutkan pada ay. 21-22, memberi kepastian bagi kita bahwa Tuhan akan selalu datang tepat pada waktunya, dan penantian kita tidak pernah sia-sia. Berita ini seharusnya semakin mengokohkan harapan dan semangat kita untuk menjalani kehidupan yang sangat dinamis ini, termasuk dalam situasi kehidupan yang sepertinya sangat memprihatinkan. Tuhan selalu menyatakan diri-Nya bagi setiap orang yang berharap kepada-Nya, selalu menyatakan kuasa-Nya dengan berbagai cara yang seringkali jauh melebihi apa yang kita doakan dan pikirkan (bnd. Ef. 3:20). Contoh sederhana: pada tahun-tahun sebelumnya, bulan Desember hingga awal bulan Januari, adalah musim hujan, namun kita sudah saksikan sendiri kalau situasi akhir tahun lalu hingga sekarang sudah berbeda, bukan lagi musim hujan melainkan kemarau yang secara umum sangat menolong masyarakat kita yang sebagian besar hidup dari pertanian karet. Orang memang dapat menjelaskan musim ini sebagai bagian dari perubahan cuaca/iklim, namun orang percaya dapat melihat bahwa perubahan cuaca/iklim itu tidak pernah lepas dari kuasa Allah. Masih banyak lagi contoh yang lain.
Namun, pemberitaan tentang Mesias dan pengukuhan-Nya tersebut tidak sekadar memberikan pengharapan, semangat, dan kepastian bagi kita. Kedatangan-Nya juga sekaligus menegaskan bahwa kita harus rela dan siap untuk dibersihkan, tentu dengan berbagai konsekuensi. Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis, dan alat penampi di tangan Mesias, seharusnya mendorong kita untuk mengoreksi diri, memperbaiki tingkah laku, dan bertobat. Kita baru saja merayakan Natal, atau mungkin masih ada yang sedang merayakannya. Tema perayaan Natal kita sangat menarik: “Hidup bersama sebagai keluarga Allah – Fa’auri si sökhi ba fa’ogaena zi no soroiyomo Lowalangi” (bnd. Kej. 9:16). Tema ini, terutama teks rujukannya, memberi penekanan bahwa setelah peristiwa air bah, TUHAN Allah menyatakan bahwa pemusnahan/pembinasaan ilahi telah berlalu, perang atau permusuhan dihentikan karena hanya akan membawa penderitaan yang tiada henti, dan kini biarlah manusia menjalani kehidupannya dalam damai, tanpa gangguan dan ancaman dari si-apa pun juga (bnd. Kej. 8:22).
Oleh karena itu, kita harus selalu berjalan dalam kebenaran dan keadilan sebagai buah-buah dari pertobatan yang diserukan dalam teks renungan kita pada hari ini; kita harus selalu menciptakan perdamaian, keharmonisan dan kebersamaan di bumi ini, harus selalu menciptakan kehidupan yang lebih beradab, dan kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kehidupan dimaksud, mulai dalam keluarga, lingkungan, gereja, dan masyarakat, sebab kita semua adalah keluarga Allah (soroiyomo Lowalangi). Sekali lagi, berita tentang penyataan dan pengukuhan diri Mesias ini harus mendorong kita untuk mengoreksi diri, memperbaiki tingkah laku, dan bertobat. Kedatangan Mesias hanya akan bermakna apabila kita meresponinya dengan buah-buah pertobatan tadi, menjalankan kebenaran dan keadilan, hidup dalam perdamaian, hidup berbagi, dan memuaskan diri dengan apa yang Tuhan berikan bagi kita masing-masing. Penyataan diri Mesias akan menjadi berita sukacita apabila hidup kita “berisi” seperti gandum, dan tidak seperti debu jerami yang tidak berguna sama sekali. Tuhan selalu berkenan mengasihi dan bahkan mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya, namun kita pun harus meresponinya dengan hati dan hidup yang mencerminkan anak-anak Tuhan itu.