Rancangan Khotbah Minggu, 22 Januari 2017
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
Setelah Yesus dibaptis (peneguhan diri) dan dengan sukses menjalani pencobaan (pengujian diri), maka kini Yesus hendak memulai pelayanan-Nya di dunia ini. Langkah awal yang Dia lakukan adalah dengan memilih orang-orang yang nantinya mendukung dan meneruskan pelayanan-Nya itu. Itulah yang Dia lakukan di tepi danau Galilea yang nantinya diteruskan dengan pengajaran dan penyembuhan pelbagai penyakit.
Ada yang “aneh” dari keputusan Yesus memilih orang-orang-Nya pada waktu itu, pilihan-Nya itu bukan para pejabat pemerintahan, bukan para pejabat agama, atau para elit tertentu, bukan kaum terpelajar yang berpengaruh, bukan orang kaya, bukan keluarga terhormat, dan sejenisnya, melainkan para nelayan. Para nelayan ini memang bukan orang yang miskin sekali, tetapi tetap saja secara mereka ini tidak memiliki jaminan kehidupan masa depan yang lebih baik. Namun, justru orang-orang seperti inilah yang dipilih oleh Yesus, sama seperti keputusan Allah memilih para gembala di padang sebagai orang yang pertama mendengar berita kelahiran Juruselamat (Luk. 2:8-11).
Walaupun demikian, ada beberapa karakter menarik dari para nelayan ini, yang mungkin menjadi pertimbangan Yesus memilih mereka:
1. Para nelayan sudah “terlatih” dengan berbagai tantangan, bahaya, atau ancaman di laut/danau, dan hal itu membuat mereka selalu waspada, siap sedia menghadapi berbagai risiko kehidupan (lö fa’ata’u ba lö fa’awuwu hewa’ae mobade);
2. Para nelayan sudah “terlatih” dengan “kegagalan” beberapa kali, namun hal itu justru membuat mereka tidak cepat menyerah, tidak cepat putus asa, sebaliknya mereka selalu berusaha dan berusaha lagi, so khöra wanaha-tödö, lö khöra fa’adagedage wohalöwö;
3. Para nelayan sudah “terlatih” menunggu hasil pekerjaan mereka menangkap ikan, kadang-kadang harus menunggu satu malam, dan itu pun belum tentu mendapatkan ikan. Namun, pengalaman ini justru membentuk mereka menjadi orang yang lebih sabar menunggu hasil pekerjaan mereka (so wombaloi, so wanaha-tödö);
4. Para nelayan sudah belajar dengan sangat baik waktu yang tepat menebarkan jala, demikian juga dengan umpan yang diberikan, selalu dengan pertimbangan yang matang (i’ila ifaudugö ginötö si sökhi awö lakhö sifaudu ba wagaisania);
5. Para nelayan sudah sangat tahu bahwa ikan akan pergi menjauh kalau (bayangan) para nelayan itu terlihat oleh mereka, oleh sebab itu para nelayan ini selalu bertindak hati-hati dengan tidak akan menonjolkan dirinya (tenga sibai ba wangoroma’ö ya’ia).
Jadi, sekarang dapat dimengerti mengapa Yesus memilih para nelayan, karena mereka memiliki karakter yang kuat dan yang sudah terlatih dalam pengalaman nyata. Orang-orang biasa dengan tipe seperti para nelayan inilah yang dipilih oleh Yesus untuk menjala manusia. Hal ini menegaskan kepada kita bahwa para penjala manusia pun harus memiliki kriteria tertentu, tidak cukup kalau hanya memiliki semangat “45” saja.
Setelah memilih orang-orang-Nya ini, dan mengajak mereka mengikuti Dia, lalu Yesus melanjutkan agendanya dengan mengajar di rumah-rumah ibadat (sinagoge), memberitakan Injil Kerajaan Allah, dan menyembuhkan pelbagi penyakit. Apa artinya? Yaitu bahwa Yesus datang/hadir untuk menyampaikan berita sukacita besar, berita yang tidak pernah didengar dan tidak pernah dialami oleh masyarakat pada zaman itu; Yesus datang untuk menyampaikan bahwa keselamatan itu kini ada di hadapan mereka, penyembuhan itu dapat mereka nikmati saat ini, sama seperti berita sukacita yang disampaikan kepada para gembala, HARI INI telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud (bukan kemarin, bukan juga besok). Berita sukacita seperti ini sangat penting bagi masyarakat pada zaman itu yang sudah cukup lama hidup dalam penderitaan, dan penantian akan kedatangan Mesias.
Berita ini pun sangat penting bagi kita, bahwa ternyata sukacita besar kini dapat kita nikmati sebab Kristus sendiri telah datang menyampaikannya kepada kita. Berbagai persoalan kehidupan yang kita alami, atau yang sedang kita hadapi saat ini, akan dapat kita lewati dengan baik apabila kita membuka hati, membuka diri atau menyerahkan totalitas kehidupan dalam bimbingan Tuhan Yesus, sama seperti murid-murid yang pertama, mengikuti Yesus tanpa mempersoalkan “kebutuhan” mereka nantinya.
Inilah yang dituntut dari kita, setelah “terjala” oleh kasih karunia Tuhan, maka kini kita pun harus menjadi penjala sesama kita manusia, tentu sesuai dengan panggilan kita masing-masing. Bagaimana menjadi penjala manusia itu? Yaitu dengan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di mana pun kita berada, mendatangkan sukacita dan mengambil bagian untuk menyelesaikan persoalan-persoalan manusia, sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan damai sejahtera dan menikmati sukacita dengan kehadiran kita.