Rancangan Khotbah Minggu, 22 April 2018
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi--dan memang sungguh-sungguh demikian--sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.
2:14 Sebab kamu, saudara-saudara, telah menjadi penurut jemaat-jemaat Allah di Yudea, jemaat-jemaat di dalam Kristus Yesus, karena kamu juga telah menderita dari teman-teman sebangsamu segala sesuatu yang mereka derita dari orang-orang Yahudi.
2:15 Bahkan orang-orang Yahudi itu telah membunuh Tuhan Yesus dan para nabi dan telah menganiaya kami. Apa yang berkenan kepada Allah tidak mereka pedulikan dan semua manusia mereka musuhi,
2:16 karena mereka mau menghalang-halangi kami memberitakan firman kepada bangsa-bangsa lain untuk keselamatan mereka. Demikianlah mereka terus-menerus menambah dosa mereka sampai genap jumlahnya dan sekarang murka telah menimpa mereka sepenuh-penuhnya.
2:17 Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu.
2:18 Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu--aku, Paulus, malahan lebih dari sekali--,tetapi Iblis telah mencegah kami.
2:19 Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?
2:20 Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami.
Setelah berbicara tentang pelayanannya di ayat 1-12, sekarang Paulus fokus pada jemaat Tesalonika. Ayat 13 diawali dengan perkataan: “dan karena itulah …”, yang ada kaitannya dengan ayat-ayat sebelumnya, secara khusus ayat 12 ketika Paulus meminta jemaat untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Jadi, Paulus mengucap syukur karena jemaat Tesalonika, sejauh ini, telah bertahan dalam berbagai kesulitan dan mereka masih hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Jadi, dalam teks khotbah hari ini, Paulus mengucap syukur kepada Allah karena jemaat Tesalonika: (1) telah menerima firman Allah yang diberitakan oleh Paulus; (2) telah menjadi penurut-penurut (pengikut) jemaat-jemaat Allah; dan (3) telah mengambil risiko menderita karena berita Injil.
Sebenarnya, ada kekuatiran kalau jemaat Tesalonika menjadi tidak setia kepada Allah oleh karena berbagai penganiayaan yang mereka alami. Sejauh ini memang mereka tetap bertahan dalam iman, walaupun orang-orang Yahudi terus menerus mendatangkan penderitaan bagi mereka. Dalam situasi seperti ini, Paulus merasa penting memberi dukungan kepada mereka, sebab penganiayaan atau penderitaan yang tiada henti-hentinya dapat saja melemahkan iman, mengendurkan semangat dan menghambat pertumbuhan rohani jemaat.
Bagaimana Paulus memberikan dorongan/semangat kepada jemaat itu?
Pertama, dengan menyadari bahwa saudara-saudara mereka (orang-orang Kristen) yang ada di Yudea pun mengalami penganiayaan atau kesulitan yang sama, terutama penganiayaan dari saudara-saudara Yahudi mereka. Namun demikian, jemaat-jemaat Allah di Yudea tetap setia. Hal ini diharapkan dapat menjadi teladan dan motivasi bagi jemaat Tesalonika untuk terus bertahan, untuk tetap setia sekali pun ada banyak kesulitan yang harus dihadapi karena mengikut Yesus.
Kedua, teladan Paulus sendiri. Dia (dan rekan-rekan yang lain) juga mengalami penganiayaan dari orang-orang Yahudi (padahal dia sendiri berasal dari bangsa Yahudi) oleh karena mengikut dan melayani Tuhan. Para penganiaya inilah yang dia maksud dengan sebutan “iblis” (ay. 18). Iblis ini yang selalu menghalangi dia untuk mengunjungi jemaat Tesalonika, tujuan Iblis tersebut adalah supaya jemaat-jemaat semakin menderita, terisolasi, dan pada akhirnya mereka menjadi tidak setia. Namun, Paulus pun tetap setia, dan mencari jalan lain untuk memberikan semangat kepada jemaat Tesalonika, antara lain dengan mengirimkan surat kepada mereka. Jadi, Paulus tidak menyerah pada rintangan yang diciptakan oleh iblis, tidak kendur walaupun para penganiaya selalu menghalanginya.
Ketiga, murka Allah yang akan menimpa para penganiaya (ay. 16). Dengan kata-kata ini, Paulus hendak memastikan kepada jemaat Tesalonika bahwa Allah tidak pernah diam, tidur, atau membiarkan begitu saja para penganiaya (iblis) melakukan sebebas-bebasnya kejahatan mereka. Tuhan tahu semuanya, tahu siapa sesungguhnya para iblis itu, tahu siapa para penganiaya itu, tidak ada satu pun yang tersembunyi di hadapan Tuhan. Pada saatnya, Tuhan akan menimpakan murka-Nya atas mereka sepenuh-penuhnya. Artinya, keadilan ilahi akan ditegakkan, jadi orang-orang percaya haruslah tetap bertahan dalam iman mereka.
Terakhir, Paulus menggunakan pendekatan emosional untuk memberikan dorongan kepada jemaat untuk tidak menyerah, yaitu bahwa pengharapan, sukacita, mahkota atau kemuliaan Paulus adalah jemaat Tesalonika. Kalau bukan mereka, lalu siapa lagi? Jadi, Paulus ingin mereka setia sampai Kristus kembali. Menurut Paulus, sejauh ini mereka sungguh luar biasa, namun Paul ingin melihat jemaat itu sampai pada garis akhir, setia sampai pada kesudahannya, seperti perkataan Yesus di Matius 24:13 “tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”. Inilah yang disebut dengan “happy ending”.
Bacalah Roma 8:35, 38-39 Ã tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.