Bahan Khotbah Natal (Malam Kudus), 25 Desember 2018
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
1:26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,
1:27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.
1:28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”
1:29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.
1:30 Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
1:31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
1:32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
1:33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
1:34 Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
1:35 Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
1:36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
1:37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Jalinan cerita-cerita tentang kelahiran Yohanes (anak Elisabet dan Zakharia) membuka jalan masuk ke dalam kisah kelahiran Yesus (anak Maria dan Yusuf). Lukas adalah satu-satunya Injil yang menghubungkan kehidupan Yohanes dan Yesus sedemikian dekat, mengidentifikasi Elisabet dan Maria sebagai kerabat (1:36). Elisabet melahirkan Yohanes di usia tuanya, sedangkan Maria melahirkan Yesus pada masa mudanya.
Maria mungkin berusia sekitar 14 hingga 16 tahun ketika ia melahirkan Yesus. Ini adalah usia yang sangat umum bagi wanita muda untuk bertunangan dan menikah pada zaman Alkitab. Jadi putra Allah adalah putra seorang ibu yang masih remaja. Yusuf mungkin sedikit lebih tua, sekitar 30 tahun. Yusuf dan Maria adalah pasangan yang sangat biasa di Israel pada waktu itu. Mereka mungkin sangat miskin. Yusuf adalah seorang tukang kayu dan pekerjaan ini dilihat oleh beberapa pemimpin agama lebih sebagai tugas agama daripada profesi. Yusuf dan Maria sebenarnya adalah keturunan bangsawan, keturunan Raja Daud dari Israel, tetapi pada saat itu keluarganya dan negara Israelberada dalam posisi yang sulit, negara miskin pada waktu itu.
Nazaret, kota tempat mereka berdua tinggal, adalah kota perbukitan kecil di Israel. Kota itu juga memiliki pusat bagi para imam kuil, di mana mereka dapat datang dan berdoa dan berpuasa ketika mereka tidak bertugas di bait suci. Jadi, banyak orang akan bepergian dan mengunjungi kota seperti Nazaret. Di bawah hukum Yahudi, pertunangan seperti Yusuf dan Maria diperlakukan hampir seperti pernikahan dan hanya bisa dipatahkan oleh perceraian resmi. Jadi, tidak ada yang salah dengan hubungan (pertunangan) mereka pada waktu itu, walaupun Maria hamil dan melahirkan Yesus, berbeda dengan konteks kita saat ini, ikatan pertunangan masih bisa putus begitu saja, dan tidak boleh ada hubungan seperti suami istri selama pertunangan itu. Jelas beda, makanya kita jangan melihat hubungan dan ikatan pertunangan Yusuf-Maria dengan kacamata konteks kita saat ini, jelas tidak sinkron.
Di awal teks renungan kita hari ini disebutkan bahwa pada bulan keenam kehamilan Elisabet, malaikat Gabriel dikirim oleh Allah “kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria” (1:26-27). Malaikat Gabriel yang mengunjungi Maria, adalah malaikat pembawa pesan Tuhan dan hanya tampak bagi orang-orang yang sangat penting dalam Alkitab. Maria menerima kata-kata Gabriel dengan terkejut: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau. Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu” (1:28-29). Kepada seorang gadis muda yang bertunangan dengan Yusuf, datanglah kata-kata penghiburan dan janji: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus” (1:30-31).
Nama “Yesus”sendiri memiliki arti khusus baginya dan bagi semua orang Israel, karena berasal dari kata Ibrani “Jeshua” yang berarti “penyelamat”, menandakan janji datangnya orang yang menyelamatkan umat Allah. Maria tidak hanya akan mengandung anak dengan cara yang belum pernah terdengar sebelumnya, tetapi anak itu akan memainkan peran khusus dalam keselamatan semua umat Allah. Dengarkan pesan para malaikat: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk. 2:11).
Pernyataan tentang siapa dan seperti apa Yesus dalam teks ini menjadi salah satu pesan yang paling agung bahkan dalam seluruh kitab suci: “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (1:32-33). Di dalam Yesus, penggenapan zaman telah datang. Mesias yang begitu dinanti-nantikan dalam sejarah umat Allah, menyatukan pemerintahan Daud (yang sudah terpecah), dan janji hidup bagi keluarga Yakub / Israel. Karena itu, tidak mengherankan jika Maria bertanya keheranan: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (1:34). Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (1:35).
Maria sangat terkejut dengan Gabriel yang mengatakan bahwa Roh Kudus akan turun atas dirnya, karena dalam cerita-cerita Yahudi kuno, hanya orang-orang yang sangat penting yang dinaungioleh Roh Kudus. Dia mungkin tidak percaya bahwa hal itu akan terjadi, sebab dia masih sangat muda, secara sosial-ekonomi posisinya tidak patut dibanggakan, dia bukanlah orang penting pada zamannya. Itulah sebabnya Gabriel memberitakan kepadanya bahwa sepupunya Elisabet yang sudah tua itu pun sedang mengandung bayi laki-laki karena pekerjaan dan kuasa Roh Allah (1:36). Lalu, dia pergi menemui sepupunya Elisabet itu, hendak memastikan apakah berita itu benar (Luk. 1:39-40).
Kunci interpretatif untuk memahami dua pasal pertama Injil Lukas hadir dalam pesan malaikat: “Sebab bagi Allah, tidak ada yang mustahil” (1:37). Sebelumnya ada kisah tentang Zakharia-Elisabet-Yohanes (1:5-25), bacaan hari ini adalah kisah tentang Maria (1:26-38), dan seterusnya adalah tentang orang-orang beriman, dimana Allah terus menerus menyatakan keajaiban-Nya. Tema ini berlanjut di sepanjang seluruh kitab Injil Lukas hingga penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus Kristus - tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tanggapan terakhir Maria dalam teks ini mengungkapkan iman seorang ibu muda kepada Allah: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (1:38).
Jadi, dua pasal pertama dari Injil Lukas termasuk beberapa puisi yang paling indah di dalamnya, menyatakan “kehadiran Allah dalam kehidupan umat-Nya”, kehadiran yang membuat kemustahilan menjadi kemungkinan yang luar biasa, kemungkinan yang tidak mungkin dilakukan dan tidak mungkin dipahami sepenuhnya oleh manusia. Itulah makna Natal, Allah hadir dalam kehidupan umat-Nya, hadir bagi masyarakat biasa, hadir bagi rakyat kecil, hadir bagi siapa pun yang Dia kehendaki, dan kehadiran-Nya itu mengubah kemustahilan menjadi sesuatu yang mendatangkan sukacita bagi umat manusia.
Malam ini kita merayakan Natal, merayakan kelahiran Juruselamat kita, Yesus Kristus. Perayaan Natal tidak sekadar acara dan ibadah formalitas, tidak juga sekadar pernak-pernik Natal yang kadang-kadang memenuhi gedung gereja dan rumah-rumah kita. Perayaan Natal adalah perayaan kehadiran Allah dalam kehidupan umat manusia, perayaan kehadiran Allah di dunia yang semakin heboh dan aneh ini, perayaan kehadiran Allah di tengah-tengah kegalauan kita menghadapi kehidupan yang “turun-naik” ini, perayaan kehadiran Allah bagi orang-orang yang selama ini tidak diperhitungkan dalam masyarakat kita. Jadi, jangan sampai kehilangan sukacita perayaan kehadiran Allah itu hanya karena berbagai situasi kita saat ini yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Allah hadir, entah hujan atau panas, entah miskin atau kaya, entah lapar atau kenyang, entah kecil atau besar, …, dan kehadiran-Nya itu menjadi sumber sukacita bagi kita semua. Jadi, marilah kita merayakan kehadiran Allah yang mengubah kemustahilan menjadi kemungkinan yang ajaib.
Saat ini kita tdk bisa melihat kehadiran Allah secara fisik seperti ketika Yesus lahir lebih 2000 tahun yg lalu. Namun, Allah hadir melalui hikmat-Nya, dan hikmat Allah itulah yg kita rayakan dan yg kita hayati sampai saat ini.
Yang kedua, merayakan kehadiran Allah hanya bisa dilakukan dan dinikmati oleh orang-orang yang memiliki hikmat Allah. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki hikmat Allah akan mengolok-olok berita kelahiran Yesus Kristus, akan menyepelekan berita Natal, bahkan ada yang mengkafir-kafirkan peristiwa Natal. Jadi, milikilah hikmat Allah supaya mampu merayakan kehadiran Allah dengan penuh sukacita.