Bahan Khotbah Minggu, 17 Maret 2019
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Surat Ibrani mengetengahkan beberapa kisah bangsa Israel pada zaman PL, baik kisah orang-orang tertentu maupun kisah bangsa itu secara keseluruhan, sebagai bahan pertimbangan bagi orang-orang Ibrani dalam menghadapi berbagai penganiayaan, kesulitan, dan penderitaan karena iman mereka kepada Yesus Kristus. Mengapa? Karena, orang-orang Kristen Yahudi (Ibrani) pada waktu itu mulai menunjukkan tanda-tanda meninggalkan iman mereka kepada Yesus karena berbagai penganiayaan, kesulitan dan penderitaan yang membuat mereka putus asa.
Pada pasal 3 ayat 8-11, dikisahkan kembali bagaimana pemberontakan atau ketidaksetiaan bangsa Israel kepada Allah ketika mereka dalam perjalanan di padang gurun menuju tanah perjanjian, dan bagaimana kemudian Allah menghukum mereka sehingga mereka tidak sampai di tanah perjanjian itu. Demikian juga sebaliknya pengisahan kembali kehidupan Abraham yang dianggap sebagai teladan yang baik dalam iman (Ibr. 6:13 dab). Beberapa contoh lain dapat dibaca di pasal 11, dimana orang-orang yang bertahan dalam iman, apa pun situasi yang mereka hadapi, pada akhirnya mendapatkan berlimpah-limpah kebaikan dan berkat dari Tuhan. Apa maksud dari pengisahan kembali orang-orang PL ini? Maksudnya supaya orang-orang Ibrani yang telah menerima Kristus tetap bertahan dalam iman mereka sekalipun ada banyak cobaan yang mereka hadapi. Surat Ibrani ini hendak menegaskan bahwa orang-orang yang tidak setia dalam imannya akan menuai hasil-hasil dari ketidaksetiaannya itu; sebaliknya orang-orang yang tetap setia walaupun harus mengalami berbagai cobaan dan penderitaan akan menuai buah dari kesetiaannya itu. Jadi, pilih yang mana?
Surat Ibrani ini tidak berhenti pada kisah-kisah PL tersebut, penulisnya juga menegaskan bahwa masih ada “tokoh” sempurna yang menjadi pegangan atau jaminan bagi orang-orang Kristen yang teraniaya itu, tokoh yang walaupun tidak berbuat dosa tetapi dia mampu merasakan kelemahan-kelamahan bahkan pernah mengalami cobaan-cobaan yang jauh lebih pahit daripada yang kita alami. Tokoh itu adalah Yesus Kristus, yang disebut sebagai Imam Besar Agung. Pada ayat 15 ditekankan kemampuan Yesus untuk mengidentifikasi diri-Nya dengan kelemahan manusia, Yesus pernah mengalami penderitaan dan kematian yang seharusnya tidak Dia tanggung, tetapi Dia rela menjalaninya untuk menyelamatkan manusia. Jadi, Yesus sendiri, Tuhan yang kita imani, telah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa atas kehendak Allah Bapa, dan itulah sebabnya segala kuasa diberikan kepada-Nya.
Jadi, orang-orang percaya memiliki Imam Besar Agung yang amat sempurna, bukan saja untuk mampu menghadapi berbagai cobaan hidup, tetapi juga untuk mendekati tahta kasih karunia Allah dengan penuh keberanian. Dan ini adalah pengharapan dan sumber kekuatan baru bagi orang-orang percaya dalam menjalani kehidupannya, termasuk dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup.
Imam Besar Agung kita amat memahami dinamika kehidupan manusia, secara khusus kehidupan orang-orang percaya. Mengapa? Karena Dia pernah menjadi manusia, sama seperti kita, hanya saja Dia tidak berbuat dosa.
· Dia lahir dan besar dalam keluarga yang amat sederhana, bahkan miskin, jadi Dia tahu seperti apa rasanya hidup miskin itu.
· Dia pernah mengalami kesulitan, jadi Dia memahami kesulitan-kesulitan kita.
· Dia pernah lapar dan haus, jadi Dia juga tahu betul rasa lapar dan haus yang sering kita alami.
· Dia pernah ditolak bahkan di kampung halamannya sendiri, sehingga Dia pun amat mengerti perasaan kita ketika ditolak.
· Dia pernah sedih dan menangis, jadi Dia amat memahami kesedihan dan tangisan-tangisan kita.
· Dia pernah mengalami kesakitan yang luar biasa ketika ditangkap dan disiksa atas sesuatu yang tidak pernah Dia lakukan, sehingga Dia pun mengerti rasa sakit yang sering kita alami, baik sakit fisik, sakit hati, dll.
· Dia pernah mengalami kematian, sehingga Dia pun memahami ketakutan-ketakutan kita menghadapi kematian.
· Yesus, Sang Imam Besar Agung kita, tidak seperti para politisi yang dengan mudahnya mengatakan membela rakyat kecil dan memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin, sementara dia atau mereka sendiri tidak pernah menjadi rakyat kecil dan tidak pernah menjadi miskin, malah hidup dalam kelimpahan. Yesus, Tuhan kita, tidak seperti itu, jadi jangan ragu untuk tetap setia kepada-Nya. Yesus turut merasakan kelemahan-kelamahan kita.
Atas dasar itulah kita patut percaya bahwa kita pun dapat menghampiri tahta kasih karunia Tuhan, sebab Dia adalah Imam Besar Agung kita yang sempurna, di dalam Dia ada jaminan keselamatan dan kehidupan.
Selamat berefleksi, selamat melayani.