Khotbah Minggu, 16 Juni 2019
Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo[1]
1 Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: “Abraham,” lalu sahutnya: “Ya, Tuhan.”
2 Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
3 Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.
4 Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh.
5 Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.”
6 Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
7 Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa.” Sahut Abraham: “Ya, anakku.” Bertanyalah ia: “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?”
8 Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
9 Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api.
10 Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.
11 Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.”
12 Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.”
Cerita ini merupakan salah satu kisah populer di kalangan orang-orang Yahudi dan Kristen, dianggap sebagai kisah fenomenal tentang kesetiaan Abraham kepada TUHAN, sebab dia mau saja mengorbankan anak yang paling dicintainya, Ishak, demi ketaatan-Nya pada perintah TUHAN. Itulah sebabnya, Abraham sering dijadikan sebagai “model” bagi orang-orang beriman sampai saat ini. Secara singkat, cerita ini dikenal sebagai kisah “pengorbanan Ishak”, kisah iman dan kepatuhan, walaupun sebenarnya kisah ini sendiri memiliki makna yang jauh lebih dalam.
Praktik “mengorbankan anak” sudah dikenal dalam budaya di sekitar Israel kuno, dan mungkin juga pernah dipraktikkan di Israel sendiri. Namun demikian, dalam Alkitab sendiri, ada beberapa rujukan yang dengan tegas melarang pengorbanan anak (mis. Imamat 18:21; Yeremia 7:30-34; Yehezkiel 20:31). Umat TUHAN tidak boleh mengorbankan anak-anaknya sebagai persembahan kepada ilah-ilah, dewa-dewi atau berhala-berhala, tetapi mengapa dalam teks khotbah hari ini TUHAN malah meminta Abraham untuk mengorbankan anaknya Ishak sebagai persembahan kepada-Nya? Penjelasan tentang hal ini tidak mudah, namun intinya menunjukkan bahwa semua yang dimiliki manusia sesungguhnya adalah milik TUHAN, dan bahwa TUHAN sendiri menyediakan semuanya.
Bagi orang Kristen, cerita pengorbanan Ishak ini dihubungkan dengan peristiwa pengorbanan Yesus di kayu salib. Selain itu, kesediaan Abraham untuk mengorbankan putranya menjadi salah satu contoh terbaik bagi kehidupan beriman orang Kristen: “Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, … Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali ”(Ibrani 11:17, 19). Kisah ini dipahami sebagai kisah iman yang melawan segala rintangan, dan sebagai pertanda pemberian diri oleh Tuhan dalam Yesus Kristus.
Catatan awal yang mesti diingat adalah bahwa TUHAN sebenarnya tidak bermaksud meminta pengorbanan anak (manusia), Dia hanya “mencoba” Abraham. Cerita dimulai, “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham” (22:1). Dan apa yang termasuk “semuanya itu”? Panggilan Tuhan kepada Abraham untuk pergi ke negeri yang belum pernah dilihatnya, janji Allah kepada Abraham bahwa ia akan menjadi bapak bangsa yang besar, tahun-tahun panjang kemandulan Sarah, kelahiran Ismail, dan akhirnya, kelahiran ajaib putra kesayangan Abraham yang mereka sebut “tawa” (Ishak). Anak yang paling disayangi inilah yang diminta TUHAN untuk dipersembahkan kepada-Nya di gunung Moria.
Prosa Ibrani dari kisah ini indah dan singkat. Abraham melakukan apa yang diminta Allah, dan berangkat bersama putranya. Abraham tidak banyak bicara. Ishak mengatakan lebih sedikit, dan orang dibiarkan membayangkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Narator menggunakan pengulangan untuk meningkatkan kepedihan: “Keduanya berjalan bersama-sama,” ketika ayah dan anak itu berjalan bersama dalam keheningan pada hari ketiga (22:6). Bersama dalam tujuan, bersama dalam cinta. Narator terus menekankan hubungan antara keduanya, seolah-olah kita perlu diingatkan: “Abraham mengambil kayu dari korban bakaran dan meletakkannya di atas putranya Ishak.” Ishak berkata kepada Abraham ayahnya, “Bapa!” Dan dia berkata, “Ya, anakku” (22:7) (Inilah aku, putraku).
Dan Ishak berkata, “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Dan Abraham, hati yang terbelah dua, berkata, “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Dan, sekali lagi, “Mereka berdua berjalan bersama-sama” (22:7-8). Keduanya berjalan bersama, ayah dan putranya, sang putra membawa kayu untuk pengorbanannya sendiri. Cerita ini sering dikaitkan dengan peristiwa salib: “Ishak membawa kayu untuk pengorbanan sama seperti orang yang membawa salibnya sendiri.”
Mereka mencapai tempat pengorbanan, dan Abraham membangun mezbah. Lagi-lagi, seolah kita perlu diingatkan, narator menekankan hubungan antara ayah dan anak. “diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api … Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya” (22:9-10).
Pada saat itu, Tuhan memanggilnya, “Abraham, Abraham!” Dan Abraham membalas untuk ketiga kalinya dan terakhir dalam cerita, hineni, “Aku di sini” (Ya, Tuhan). TUHAN berfirman, “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku” (22:12). Ternyata, Allah hanya mencoba Abraham, menguji dia, pakah dia setia atau tidak, sebab sebelumnya Allah sendiri telah mempertaruhkan segalanya pada Abraham.
Kemudian, seperti yang dikatakan Abraham kepada Ishak, Tuhan menyediakan; Tuhan menyediakan seekor domba jantan untuk menggantikan anak yang dikasihi itu. “Maka Abraham menyebut tempat itu ‘TUHAN akan menyediakan’; seperti yang dikatakan sampai hari ini, ‘Di atas gunung TUHAN, akan disediakan’” (22:14).
Kisah pengorbanan Ishak ini memiliki makna yang begitu dalam:
(1) Semua yang kita miliki, bahkan hidup kita sendiri dan orang-orang yang paling kita sayangi, pada akhirnya menjadi milik Tuhan, yang memberikannya kepada kita sejak semula.
(2) Kisah ini meyakinkan kita bahwa Allah akan menyediakan, bahwa Allah akan hadir di sepanjang kehidupan manusia.