Khotbah Minggu, 30 Juli 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
10 Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran.
11 Ia sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan dirinya di tempat itu.
12 Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu.
13 Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: "Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu.
14 Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.
15 Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu."
16 Ketika Yakub bangun dari tidurnya, berkatalah ia: "Sesungguhnya TUHAN ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya."
17 Ia takut dan berkata: "Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga."
18 Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya.
19 Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus.
20 Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai,
21 sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku.
22 Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu.”
Perjalanan/Pelarian dalam Ketidakpastian:
Pada teks ini kita melihat Yakub memulai perjalanan ke Haran, tidak yakin akan apa yang akan terjadi di depan. Pelarian Yakub dari kota Bersyeba di selatan ke kota Haran di utara tampaknya membalikkan perjalanan kakek neneknya Abraham dan Sarah, yang dulu melakukan perjalanan dengan iman dari tanah air mereka di Haran ke tanah yang dijanjikan Allah kepada keturunan mereka (Kejadian 12:1-9).
Kita tahu bahwa perjalanan Yakub ke Haran sebenarnya lebih sebagai pelariannya karena perselisihannya dengan abangnya Esau. Esau menaruh dendam kepadanya dan berencana membunuhnya (Kej. 27:41), sehingga dengan terpaksa Yakub disuruh pergi oleh orangtuanya (Ribka dan Ishak) ke rumah pamannya Laban di Haran, disuruh melarikan diri. Artinya, Yakub terpaksa meninggalkan keluarganya dan lingkungan yang selama ini sudah akrab dengannya, dia melangkah ke masa depan yang tidak diketahui. Walaupun pelarian dirinya ini merupakan akibat dari perbuatannya merebut hak kesulungan dengan mengakali ayahnya, tetapi Allah tetap menyertai dan melindunginya. Hal ini tidak berarti bahwa Allah setuju dengan perbuatannya itu, tetapi Allah hendak menunjukkan kasih setia-Nya yang begitu besar, tidak bisa dibandingkan dengan besarnya kesalahan ataupun hebatnya kesalehan seseorang. Yakub melangkah dan melarikan diri dalam ketidakpastian, tetapi Allah menyertainya. Banyak dari kita dapat memahami saat-saat ketidakpastian seperti itu ketika jalan hidup tampak tidak jelas. Namun demikian, satu yang pasti, pemeliharaan Tuhan tetap teguh.
Bertemu Tuhan di Tempat yang Tak Terduga:
Di tengah perjalanan, di lokasi yang dipilih karena malam tiba, Yakub mengalami mimpi luar biasa yang kemudian mengubah hidupnya. Mimpinya mengungkapkan kehadiran Tuhan yang seringkali tersembunyi bagi manusia, tetapi sesungguhnya tetap aktif pada setiap kesempatan, bahkan di sepanjang jalan hidup kita. Keterlibatan Allah yang berkelanjutan di dunia dan dalam kehidupan Yakub yang tidak pasti itu digambarkan melalui penglihatan yang mencolok tentang tangga yang membentang dari bumi ke langit (surga), dan malaikat naik turun di atasnya. Penglihatan ini mengingatkan kita pada ziggurat berundak atau gunung bata lumpur yang menyatukan langit dan bumi yang menonjol di kota-kota Mesopotamia seperti Babel, sebuah kota yang namanya berarti “gerbang para dewa.” Dalam Kejadian, Tuhan tidak muncul di hadapan para bangsawan atau para imam, tetapi kepada seorang pengungsi atau pelarian yang ketakutan. Mimpi Yakub tentang tangga yang kemudian dia berjumpa dengan Allah (dalam mimpinya) hendak menegaskan kesediaan Allah untuk hadir dan berjumpa dengan orang-orang yang sedang remuk hatinya, yang berada dalam situasi hancur, atau yang berada dalam ketakutan dan kekuatiran, serta yang sedang dalam perjalanan hidup yang tidak pasti.
Selain itu, mimpi Yakub ini juga menjadi pengingat yang kuat bahwa Tuhan tidak terbatas pada lokasi atau waktu tertentu. Dia menemui kita tepat di mana kita berada, di tengah tantangan dan pergumulan kita, mengulurkan kasih karunia dan bimbingan-Nya. Mimpi Yakub ini pada satu sisi memperlihatkan Allah yang agung dan menakjubkan, dan pada sisi lain hendak menyatakan adanya relasi yang begitu dekat dan personal antara Tuhan dengan manusia. Perjumpaan yang tak terduga antara Yakub dan Tuhan di Betel mengarah pada refleksi tentang di mana kita sebagai individu dan sebagai jemaat bertemu Tuhan secara tak terduga dalam perjalanan hidup ini.
Janji Kehadiran Tuhan:
Dalam mimpi itu, Tuhan berbicara langsung kepada Yakub, menegaskan kembali perjanjian yang telah Dia buat dengan nenek moyangnya. Tuhan berjanji untuk menyertai Yakub, melindunginya, dan menuntunnya kembali dengan selamat ke tanah airnya. Kepastian kehadiran Tuhan ini bukan hanya untuk Yakub tetapi untuk kita semua yang mencari Dia dengan hati terbuka. Dia berjanji untuk menjadi rekan tetap kita melalui setiap musim kehidupan (selengkapnya tentang janji Tuhan baca ayat 14-15).
Setelah terbangun dari mimpinya, Yakub tertegun. Dia menyadari bahwa dia telah berada di hadirat Tuhan, dan itu sangat memengaruhi dirinya. Sebagai tanggapan, dia mendirikan sebuah batu sebagai peringatan, menuangkan minyak ke atasnya, dan bersumpah kepada Tuhan. Yakub memandang tempat itu sebagai tempat kudus, mengakui kedaulatan Allah dan berkomitmen untuk mengikuti Tuhan dengan setia. Ini adalah komitmen setelah dia mengalami perjumpaan dengan Allah, komitmen untuk setia kepada Allah yang sebelumnya telah menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Yakub.
Sumpah Yakub menandakan pentingnya kembali ke tempat di mana kita bertemu dengan Tuhan. Meskipun Yakub melanjutkan perjalanannya ke Haran, dia tetap berorientasi ke Betel, “rumah Allah”, dengan rencana untuk kembali beribadah dan bersyukur. Keturunan Yakub di seluruh bumi juga menempati tempat khusus ini sebagai pusat orientasi. Bagi umat Kristiani, sumpah Yakub bergema dengan kembalinya kita setiap minggu dari perjalanan hidup kita sehari-hari ke tempat di mana kita berjumpa dengan Tuhan secara penuh melalui ibadah, sabda, dan sakramen.
Mencari Tuhan dalam Kebiasaan:
Salah satu aspek yang luar biasa dari perikop ini adalah bahwa Yakub tidak berada di bait suci atau tempat suci ketika dia bertemu dengan Tuhan. Dia berada di tempat yang sunyi dan biasa, namun itu menjadi ruang yang sakral karena Tuhan menyatakan diri-Nya di sana. Ini mengajarkan kita bahwa kita tidak harus berada di gedung gereja yang megah untuk mengalami kehadiran Tuhan; Dia dapat menemui kita dalam aspek sederhana dan duniawi dari kehidupan kita.
Perjalanan Pulang:
Perjumpaan Tuhan mengubah pandangan hidup Yakub. Dia memulai perjalanan pulangnya dengan tujuan dan keyakinan yang diperbarui. Demikian pula, ketika kita berjumpa dengan Tuhan dan menerima janji-janji-Nya, kita diberdayakan untuk menghadapi tantangan hidup dengan keberanian dan harapan.
Saat kita merenungkan kisah tangga Yakub, marilah kita ingat bahwa kita masing-masing sedang dalam perjalanan atau ziarah iman. Kadang-kadang, kita mungkin menemukan diri kita berada dalam ketidakpastian, maka kita mencari bimbingan Tuhan. Marilah kita terbuka untuk bertemu Tuhan di tempat-tempat yang tidak terduga, karena Dia dapat menyatakan diri-Nya kepada kita di saat-saat biasa dalam hidup. Sama seperti Tuhan berjanji kepada Yakub, Dia juga berjanji kepada kita, termasuk karunia kehadiran dan bimbingan-Nya sepanjang hidup kita.