Khotbah Perayaan Natal dan Syukuran Tahun Baru 2014
Partai Golkar Kabupaten Nias Barat[1]
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, S.Th, M.Si
Tema : Datanglah ya Raja Damai (Yes. 9:5) à Aine khöma Salawa Wa’atulö (Yes. 9:6)
Sub Tema : Melalui kegiatan ini, marilah kita mencari pemimpin yang cakap dan takut akan Allah, orang yang dapat dipercaya dan yang benci kepada pengejaran suap (Keluaran 18:21)
2 Moze 18:21 : Ba tutuyu ba niha sato zangata’ufi Lowalangi, ba si faduhu dödöda, ba si lö mangalui khöra hadia ia, ba fataro ira sanguhuku sihönöhönö ba si otu’otu ba si limalima wulu ba si fulufulu.
Tema Perayaan Natal dan Syukuran Tahun Baru pada hari ini sudah tidak asing lagi bagi kita, karena sejak akhir tahun lalu, tema ini secara terus menerus direnungkan dalam setiap perayaan Natal oleh sebagian besar gereja-gereja di Indonesia, termasuk gereja-gereja di Kepulauan Nias. Hal ini tidak berarti bahwa tema natal yang dikutip dari Yesaya 9:5 tersebut sudah tidak menarik lagi. Bukan, bukan itu maksudnya! Saya juga tidak bermaksud mengabaikan makna dari teks Yesaya tersebut dengan memilih teks kutipan sub-tema sebagai bahan renungan pada hari ini. Saya justru mengajak kita untuk merenungkan secara mendalam tema natal ini mulai dari sub-temanya. Dengan demikian, perenungan kita pada hari ini akan fokus pada Kel. 18:21, dan ayat-ayat lainnya dibaca untuk menolong kita memahami dengan lebih baik ayat 21 dimaksud. Pada akhirnya kita akan mengarahkan perenungan ini pada tema perayaan natal dan syukuran tahun baru hari ini.
Musa, seorang pemimpin besar bagi bangsa Israel, dinasihati oleh Yitro, ayah mertuanya, tentang bagaimana seharusnya mencari dan memilih pemimpin bagi suku-suku di Israel. Pencarian dan pemilihan para pemimpin dengan kriteria tertentu menurut Yitro penting dilakukan untuk menolong diri Musa sendiri, dan terutama untuk memenuhi kebutuhan bangsa Israel akan pelayanan publik yang lebih baik dan lebih adil. Di ayat 16 disebutkan istilah “perkara” dan “mengadili”, yang sebenarnya tidak hanya menggambarkan “ruang/suasana pengadilan” seperti pada zaman sekarang. Maknanya lebih dari itu! Semua hal-hal yang perlu diajarkan, dipedomani, dan ditaati oleh bangsa Israel pada zaman itu, terutama hukum-hukum TUHAN, dianggap sebagai “perkara” yang harus diterapkan dan dilaksanakan secara adil, tentu termasuk persoalan penyelesaian kasus oleh para hakim seperti pada masa kita sekarang ini. Sekali lagi, maknanya lebih luas. Ternyata Yitro melihat bahwa bangsa Israel ini terdiri dari beberapa suku dengan jumlah penduduk yang cukup besar, sehingga kebutuhan mereka pun sangatlah kompleks, dan tidak mungkin ditangani oleh Musa sendiri (single-fighter), dan tidak mungkin dilayani oleh orang-orang yang dalam rekam jejaknya (track-record) tidak memenuhi kualifikasi (kriteria) tertentu. Istilah sekarang, tidak sekadar memilih “kucing dalam karung”. Sekali lagi, dalam rangka memenuhi kebutuhan bangsa Israel, maka perlu dicari dan dipilih para pemimpin di setiap suku untuk kemudian melaksanakan tugas pelayanan dalam kelompok tertentu, sehingga kepemimpinan di Israel dapat berjalan dengan baik dan adil.
Secara sederhana, melalui nasihatnya ini kepada Musa, Yitro hendak mengajar kita tentang bagaimana seharusnya memilih para pemimpin yang baik di tengah-tengah masyarakat, supaya kita tidak terjebak pada tampilan luar yang sepertinya baik padahal isinya sulit ditebak, bahkan cenderung membingungkan (apalagi dengan foto editan sekarang, kadang-kadang foto lebih cantik/ganteng dari aslinya). Dalam hal ini Yitro mendorong kita untuk mencari dan memilih pemimpin yang memenuhi kualifikasi tertentu, kualifikasi yang melampaui kepentingan politik sesaat (pragmatis), melampaui kepentingan atau hubungan keluarga/etnis/suku, dan melampaui kepentingan atau hubungan sosio-kultural tertentu.
Apa saja kualifikasi orang yang dapat dipilih sebagai pemimpin? Ayat 21 dengan jelas menyebutkannya, yaitu “... orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap ...”. Dari teks ini paling tidak ada 4 (empat) kualifikasi yang perlu dipenuhi:
(1) Dalam hal pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah:
Orang yang cakap (able men), yaitu orang yang memiliki kesanggupan/ kemampuan, kemauan dan keberanian untuk melakukan sesuatu yang baik dan adil; orang yang tegas tetapi bijaksana; tenga bulu gae hili, orang yang berpendirian teguh sekaligus berpikiran jernih (bukan orang yang mengambil keputusan secara emosional); orang yang tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan sesaat; dan orang yang sudah terbukti dapat menyelesaikan masalah dengan bijak. Orang yang cakap berarti memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya, tidak sekadar “cangkokkan” di bidang itu.
(2) Dalam kehidupan spiritualitas dan keagamaan:
Orang yang takut akan Allah, yaitu orang yang percaya bahwa ada Allah di atasnya; orang yang percaya bahwa ada Allah yang melihat apa saja yang diperbuatnya bahkan di tempat yang paling gelap sekali pun; orang yang sadar bahwa dia mempertanggungjawabkan seluruh tugas dan kehidupannya kepada Allah yang kelak akan mengadilinya; orang yang selalu mendasarkan seluruh hidup dan pekerjaannya atas kebenaran firman Tuhan (tenga ha sakali 5 fakhe manöröi osali); orang yang sadar sesadar-sadarnya bahwa jabatannya adalah pemberian Tuhan, bukan pembelian dari Tuhan, bukan pembelian suara rakyat. Takut akan Tuhan inilah yang merupakan benteng pertahanan manusia dalam melawan segala cobaan ketidakadilan (bnd. Ef. 6:10-11, 13, 17-18).
(3) Dalam hal integritas dan kejujuran:
Orang-orang yang dapat dipercaya, yaitu orang yang selalu menyeimbangkan perkataan dan perbuatannya; orang yang selalu memenuhi janji-janjinya; orang yang tidak sekadar asbun; orang yang tidak sekadar mengobral janji-janji setinggi langit; orang yang dapat dipercaya perkataannya; orang yang mampu menyeimbangkan kehebatannya berdebat dengan kehebatannya berkarya nyata di tengah-tengah masyarakat; tenga niha sangai töinia ba zi lö erege dödönia; orang yang berani memilih untuk tidak mengatakan apa pun daripada mengatakan suatu kebohongan kepada masyarakat.
(4) Dalam hal kekayaan duniawi:
Orang yang benci kepada pengejaran suap, yaitu orang yang tidak menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya dengan cara yang tidak benar dan tidak adil; orang yang mau dan mampu membuang jauh-jauh pikiran akan suap-menyuap; lebih luas dalam Yesaya 33:15 disebutkan “orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya supaya jangan melihat kejahatan”. Dengan demikian, kualifikasi seperti ini tidak bisa dipenuhi oleh orang-orang yang nantinya melakukan “money-politics”atau tuko-be.
Orang-orang yang memenuhi kualifikasi inilah yang oleh teks renungan kita pantas dicari dan dipilih menjadi pemimpin. Nasihat ini juga sekaligus mengingatkan para pemimpin dan calon pemimpin untuk tidak bermain-main dalam pemilihan caleg ke depan, baik sebelum pileg maupun sesudahnya, dan secara khusus setelah terpilih nantinya. Nasihat ini dimaksudkan supaya semua orang mendapatkan hak dan kewajibannya dengan adil, dan dari ke-adil-an itulah muncul rasa damai.
Sampai hari ini, kita tentu sangat membutuhkan “damai”, dan kita tentu terus berusaha mendapatkannya. Tentu juga pemahaman kita mengenai “damai” itu beragam, antara lain: DAMAI – Kekayaan/pekerjaan yang hebat, keturunan, kehormatan atau kemuliaan; DAMAI – Pendidikan dan gelar tinggi dan banyak sampai ada yang dulunya membeli gelar; DAMAI – gaya hidup glamor (hedonisme), materialis, konsumeris, dan individualis. Kalau mau jujur dan sedikit lebih rendah hati, DAMAI ini semua sifatnya “semu”. DAMAI yang sesungguhnya hanya ada di dalam Tuhan, hanya ada ketika kita memiliki rasa takut akan Tuhan.
Tema natal ini adalah Datanglah ya Raja Damai! Ini adalah seruan dan doa sekaligus harapan kita, agar Raja Damai itu berkenan tinggal dan memerintah kehidupan kita di dunia yang telah dikuasai oleh ketidakdamaian, kekacauan, konflik, kebencian, dan lain sebagainya. Kita membutuhkan damai:
- Bebas dari segala ancaman dan rasa
- Bebas dari segala macam kekuatiran, ketidakpastian
- Bebas dari segala macam kebencian, kelicikan, kemunafikan
- Bebas dari segala macam praduga/curiga yang tidak jelas dan tidak berdasar
- Bebas dari sikap saling menjatuhkan, dendam dan sakit hati
DAMAI berarti dapat menikmati kehidupan dengan bebas dalam keadilan, kebenaran, dan kedamaian itu sendiri. DAMAI berarti menjalani kehidupan sedemikian rupa dalam terang kasih Tuhan. DAMAI berarti hidup dikuasai oleh Raja Damai itu dan bukan oleh berbagai kesuksesan, prestise, dan kebanggaan duniawi. DAMAI berarti berkompetisi dengan sehat sebelum, selama, dan sesudah pileg.
Seperti apa pemimpin yang kita butuhkan dan kita cari?
Seorang anak muda pencari kerja di sebuah kantor, diwawancarai oleh seorang pejabat penting di kantor tersebut. inilah petikan wawancara itu:
Pejabat : Apakah Anda bisa mengoperasikan komputer?
Pemuda : Tidak!
Pejabat : Apakah Anda bisa melakukan tugas pengarsipan?
Pemuda : Tidak!
Pejabat : Apakah Anda bisa melipat surat-surat kantor dan amplopnya?
Pemuda : Tidak!
Pejabat : Apakah Anda bisa membersihkan kantor?
Pemuda : Tidak!
Pejabat : Apakah Anda bisa membuatkan minuman (kopi & teh)?
Pemuda : Tidak!
... dst ... akhirnya sang Pejabat kantor itu mengajukan pertanyaan terakhir:
Pejabat : Kalau begitu, apa yang Anda bisa lakukan?
Pemuda : Saya bisa melakukan segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, kebenaran dan kedamaian bagi kantor ini.
Datanglah ya Raja Damai!
Damai itu dirasakan oleh rakyat kalau pemimpin yang muncul adalah pemimpin yang cakap dan takut akan Allah, pemimpin yang dapat dipercaya dan yang benci kepada pengejaran suap. Pemimpin yang dicari dan dibutuhkan adalah pemimpin yang dapat mendatangkan kebaikan, kebenaran, dan kedamaian bagi orang banyak.
[1]Bahan Khotbah Perayaan Natal dan Syukuran Tahun Baru 2014 Partai Golkar Kabupaten Nias Barat, Onolimbu, Minggu, 9 Pebruari 2014, oleh Pdt. Alokasih Gulo