Monday, February 3, 2014

Apakah Tuntutan Allah bagi Umat-Nya? “Menyeimbangkan Keadilan Sosial dan Upacara Kurban” (Mikha 6:1-8)

Bahan Khotbah Minggu, 2 Pebruari 2014
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, S.Th, M.Si[1]

6:1     Baiklah dengar firman yang diucapkan TUHAN: Bangkitlah, lancarkanlah pengaduan di depan gunung-gunung, dan biarlah bukit-bukit mendengar suaramu!
6:2    Dengarlah, hai gunung-gunung, pengaduan TUHAN, dan pasanglah telinga, hai dasar-dasar bumi! Sebab TUHAN mempunyai pengaduan terhadap umat-Nya, dan Ia beperkara dengan Israel.
6:3    “Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku!
6:4    Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu.
6:5    Umat-Ku, baiklah ingat apa yang dirancangkan oleh Balak, raja Moab, dan apa yang dijawab kepadanya oleh Bileam bin Beor dan apa yang telah terjadi dari Sitim sampai ke Gilgal, supaya engkau mengakui perbuatan-perbuatan keadilan dari TUHAN.” (lih. Bil. 22:18; 25:1).
6:6    “Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?
6:7    Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?”
6:8    “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

Pengantar (Konteks dan Latarbelakang)
Nabi Mikha tinggal di Moresyet, sebuah kota kecil di Yehuda dan bernubuat di sana. Nampaknya dia aktif di Yehuda sebelum kejatuhan Samaria pada tahun 722 SZB, hidup pada masa pemerintahan raja Ahas (735-715 SZB) dan Hizkia (715-687 SZB). Nabi Mikha ini termasuk dalam kelompok nabi-nabi kecil, dan sering dianggap sebagai Yesaya kontemporer. Walaupun nubuatannya termasuk pendek, namun bukunya ini memiliki satu bagian yang sangat terkenal dalam PL, yaitu Mikha 6:8. Banyak penafsir mengatakan bahwa dalam nas ini Mikha hendak menegaskan bahwa keadilan sosial merupakan tuntutan satu-satunya Tuhan atas umat-Nya, dan karenanya Mikha menganjurkan penghapusan upacara kurban. Apabila kita mendalaminya lagi, ternyata Mikha dalam pasal 6:1-8, dan bahkan dalam seluruh kitab Mikha, tidak sekadar menganjurkan keadilan sosial, tetapi menyerukan adanya keseimbangan antara keadilan sosial dan upacara kurban.

Mikha menyadari bahwa kurban merupakan elemen penting dari perjanjian antara Tuhan dan umat Israel. Sambil tetap mempertahankan pemberian kurban ini kepada Tuhan, Mikha juga menyadari bahwa kurban itu bukanlah satu-satunya ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian itu. Karenanya Mikha mengingatkan umat Israel akan bagian penting dari perjanjian yang seharusnya dipenuhi, yaitu Mikha 6:8. Sayang sekali, umat Tuhan telah gagal memenuhi tuntutan itu. Sekali lagi, Mikha memberi penekanan penting pada keadilan sosial dalam ayat ini, atau lebih tepatnya sang nabi menganjurkan adanya keseimbangan antara keadilan sosial dan upacara kurban kepada Tuhan, dan tidak boleh mengabaikan salah satunya.

Mikha menyampaikan bahwa masih ada lagi yang harus dipenuhi dalam agama dan relasi Israel dengan Tuhan daripada sekadar upacara keagamaan dan pemberian kurban bakaran itu. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Mikha hanya menekankan keadilan sosial dan mengabaikan upacara keagamaan dan pemberian kurban persembahan tersebut. Sesungguhnya Mikha masih sangat mendukung ibadah formal, tetapi dalam keseimbangan dengan keadilan sosial. Saya kira itulah yang dimaksudkan di ayat 8 yang sering dihubungkan dengan teologi bait suci di Sion. Keseimbangan kedua aspek ini mendapat penekanan utama dari Mikha dalam pemberitaannya.

Apa Tuntutan (Permintaan) Tuhan bagi Umat-Nya?
Berbagai pandangan tentang agama dan kebaikan dalam masyarakat kita dan di dalam gereja dewasa ini. Bagaimana sikap kita terhadap Allah; kegagalan kita dalam upaya menjadi orang Kristen yang baik dengan memberikan waktu, uang, dlsb. Kita boleh mengajukan pertanyaan, “ayolah Tuhan, apa yang Engkau inginkan dariku?”
Pertanyaan ini menjadi tema panduan untuk memahami keinginan Allah dalam kehidupan umat-Nya. Apakah yang diminta oleh Allah?
a.       Tuntutan 1 – Perhatian kita (ay. 1-3). Allah meminta kita untuk berhenti berpikir tentang siapa Dia dan siapa kita. Dia mau supaya kita berpikir tentang perilaku dan sikap kita terhadapnya à orang sering memperdebatkan tentang siapa Allah, bagaimana rupa Allah, dsb, tetapi jarang mendiskusikan bagaimana seharusnya hidup di hadapan Tuhan. Dalam nas khotbah hari ini, terutama di ayat 1-3, Allah meminta kita untuk memperhatikan tuntutannya dan kalau bisa mencoba menjawabnya:
·         Pemberitaan-Nya – Allah dengan pasti meminta perhatian umat-Nya! Alam sendiri di sini diminta untuk menjadi saksi dari pengadilan itu.
·         Utang-Nya – Apakah Allah pernah membebani umat-Nya? Bagaimana Dia membebani kita? Apakah kita pernah berpikir bahwa Tuhan itu adalah beban bagi kita?
·         Tantangan-Nya – Jawablah Tuhan jika kita bisa! Allah tahu bahwa Dia tidak pernah membebani umat-Nya. Justru yang terjadi adalah sebaliknya!
b.      Tuntutan 2 – Ingatan kita (ay. 4-5). Allah mau kita mengingat kembali bagaimana Dia telah mengasihi, menolong, dan melindungi kita pada masa lalu. Hal ini kiranya dapat memberikan kita gambaran yang jelas akan keadilan dan kesetiaan Allah kepada kita.
·         Pembebasan – kisah Keluaran dari Mesir dan cerita Bileam. Allah telah menolong dan membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir dan mengutus para pemimpin di tengah-tengah mereka sepanjang sejarah. Dia melindungi mereka dari segala kutukan dan bahaya (yang diusahakan oleh Balak), dan dengan ajaib membimbing mereka menyeberangi sungai Yordan menuju tanah perjanjian. Kita harus mengingat masa lalu kita yang penuh dengan perbudakan dan bahaya lainnya, yang darinya Allah telah menolong dan membebaskan kita, dan sekarang telah membawa kita kepada kehidupan yang baru. Atau adakah orang yang berani mengatakan bahwa dia tidak pernah mengalami kasih dan pertolongan Tuhan?
·         Tindakan pendisiplinan dari Allah – kisah penghukuman bagi yang bersalah di Sitim (Bil. 25:1-9). Allah harus mendisiplinkan umat-Nya dari Sitim ke Gilgal, tetapi toh kita masih dapat melihat betapa besar kasih Tuhan dalam pendisiplinan itu (bnd. Amsal 3:11-12; 5:22-23).
·         Kesetiaan-Nya – ingatlah bagaimana Allah begitu setia/adil (ebua dödö).
c.       Tuntutan 3 – Hati umat-Nya (ay. 6-8). Kita tidak dapat membeli kebaikan Tuhan, atau membayar kasih-Nya melalui barang-barang mewah atau materi tertentu. Allah meminta kita untuk setia/taat kepada-Nya dan mengupayakan yang terbaik bagi sesama kita.
·         Nilai-nilai Ilahi – perhatikan urutan persembahan itu, mulai dari yang “murah” hingga ke yang “mahal”: (korban bakaran > anak lembu > domba jantan > curahan minyak > persembahan anak sulung dan buah kandungan)
Bandingkan dengan apa yang diminta oleh Tuhan, semakin lama menuju kerendahan hati: (tindakan keadilan > kesetiaan > hidup dengan rendah hati

Intinya: selain berbagai upacara keagamaan, Allah meminta umat-Nya untuk hidup dalam keadilan sosial. Hal ini sebenarnya telah diungkapkan sebelumnya dalam Ulangan 16:20 “Semata-mata keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.”

Upacara Keagamaan Penting! Keadilan Sosial juga Penting!
Yesus pernah mengecam ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan orang-orang munafik pada zaman-Nya, karena mereka seolah-olah sangat saleh dengan kehidupan segala macam persembahan mereka kepada Tuhan, padahal dalam kehidupan sehari-hari mereka melakukan tindakan ketidakadilan. Lengkapnya Yesus mengatakan:
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”

Apa yang sering terjadi dewasa ini? Bukankah seringkali dilaksanakan kebaktian yang terkesan mewah, monumental, dan “terlihat ramai”? Bukankah jumlah persembahan semakin besar dari waktu ke waktu? Bukankah semakin banyak orang yang memberi persembahannya dalam jumlah besar di gereja, apalagi di tahun politik ini? Bukankah banyak orang yang nampaknya sangat peduli dengan kegiatan kerohanian, atau dalam berbagai kegiatan keagamaan, termasuk ada orang yang beragama lain tetapi “rela” mengikuti kebaktian di gereja seolah-olah dia orang yang taat kepada Tuhan? Bukankah ada orang yang menyanyikan lagu rohani Kristen seolah-olah telah menghayati kehidupan kekristenan yang sesungguhnya?

Sekarang, kita sering melihat para penguasa menindas mereka yang kecil, para pengusaha mengeksploitasi buruhnya, korupsi terjadi di mana-mana bahkan terjadi di lembaga penegakan hukum. Orang kaya sering berlaku tidak adil kepada mereka yang miskin, penguasa sering menindas orang lemah, bahkan orang miskin dan orang lemah sendiri sering berlaku tidak adil satu terhadap yang lain.

Apa yang seharusnya kita lakukan di hadapan Tuhan? Yaitu: melakukan keadilan, mencintai kebaikan, dan berjalan dengan Tuhan dalam kerendahan hati.



[1]Bahan Khotbah Minggu, 02 Februari 2014, di Jemaat BNKP Faekhu Resort 2, oleh Pdt. Alokasih Gulö, S.Th, M.Si

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...