Saturday, April 16, 2016

Tuhanlah yang Memberikan Jaminan Kehidupan (Mazmur 23:1-6)


Bahan Khotbah Minggu, 17 April 2016

Pdt. Alokasih Gulo[1]

23:1  Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
23:2  Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;
23:3  Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
23:4  Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
23:5  Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.
23:6  Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.


Kita hidup di dunia di mana banyak sekali orang yang tenggelam dalam berbagai ketakutan dan kecemasan. Ada yang takut akan masa depannya, mereka cemas tentang apa yang akan terjadi. Ada yang takut akan masa lalunya dan mereka cemas tentang apa yang telah terjadi. Ada yang takut tentang situasi sekarang, kecemasan melanda jiwa mereka, dan mereka merasa tidak berdaya menghadapi berbagai realitas buruk dalam kehidupan mereka saat ini. Banyak orang setiap hari bangun dari tidurnya dengan membawa beban yang tidak terhitung, dan hari-hari mereka diisi dengan berbagai kecemasan. Apakah Ibu/Bapak/Sdra/Sdri termasuk salah satu dari orang-orang yang seperti ini?

Secara sosio-psikologi sebenarnya tidak ada yang salah dengan ketakutan dan kecemasan. Yesus sendiri pernah mengalami ketakutan dan kegentaran yang luar biasa menjelang penangkapan-Nya di taman Getsemani (lih. Markus 14:32-34). Namun kemudian dengan jelas diungkapkan bahwa Yesus tidak menyerah begitu saja dalam ketakutan dan kegentaran yang dialami-Nya, Dia tidak mati dalam ketakutan, kegentaran atau kecemasan yang luar biasa itu. Dia berhasil melewati masa-masa sulit itu karena disertai dengan penyerahan totalitas kehidupan ke dalam tangan Tuhan Allah.

Pertanyaannya kemudian bagi kita adalah “bagaimana Tuhan menginginkan saya menanggapi ketakutan dan kecemasan dalam hidup saya?” Ini merupakan salah satu pertanyaan mendasar dalam kehidupan kita, dan hari ini Alkitab memberi kita jawaban yang dapat dijadikan sebagai pegangan hidup. Tidak tanggung-tanggung, pengalaman yang diberikan adalah kehidupan raja Daud yang diekspresikannya dalam Mazmur 23.

Kita sudah tahu bersama, bahwa selain kejayaannya sebagai raja Israel, Daud memiliki segudang pengalaman “buruk”, baik sebelum menjadi raja maupun selama menjadi raja; dia berhadapan dengan banyak musuh yang mengancam nyawanya, yang dia sebut sebagai “lembah kekelaman” (di tengah-tengah bayang-bayang maut, Nias: bawa danö si göna lumö wa’amate). Ketika dia masih berstatus sebagai gembala kambing-domba, dia sering berhadapan dengan binatang-binatang buas di padang belantara (lih. 1 Sam. 17:34-36); setelah itu dia pernah berhadapan dengan raksasa Filistin Goliat (lih. 1 Sam. 17); sebelum dikokohkan menjadi raja Israel Raya dia beberapa kali dikejar dan dibunuh oleh raja Saul; dan ketika menjabat sebagai raja Israel nyawanya juga pernah terancam karena “pemberontakan” putranya sendiri Absalom sampai-sampai dia harus melarikan diri (lih. 2 Sam. 15:14). Kita tahu sendiri bahwa orang yang berada dalam tekanan dan ancaman, terlebih-lebih kalau melarikan diri, tentu tidak bisa menikmati hidup dengan bebas, makanan pun sulit didapatkan.

Namun, pengalaman-pengalaman ini justru melahirkan suatu pengakuan dan kesaksian dari Daud bahwa ternyata Tuhan menginginkan dia untuk berserah sepenuhnya dalam “penggembalaan” Tuhan saja, dan di dalam Tuhan ada jaminan kehidupan. Di bagian lain pengakuannya, Daud mengatakan: “Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik” (Mzm. 34:10 (34-11). Jadi, apalah artinya ancaman, tekanan, kesulitan, ketakutan dan kecemasan kalau Tuhan besertaku dan melindungiku?”

Sama seperti pengalaman pemazmur, sebagai manusia biasa kita pun seringkali berada dalam situasi sulit, terancam, tertekan, takut dan cemas. Ada yang kesulitan ekonomi mungkin karena harga hasil alam dan pekerjaan yang tidak jelas; kecemasan akan biaya hidup yang semakin tinggi sementara pendapatan menetap bahkan menurun; masa depan keluarga terutama anak-anak terancam di zaman yang semakin “edan” ini; kecemasan dan ketakutan akan hari esok karena kehilangan atau kepergian orang-orang yang dikasihi, apalagi kalau selama ini dia adalah tulang punggung keluarga; kecemasan akan keselamatan diri, anak-anak di rumah dan perjalanan apalagi dengan berbagai kasus menakutkan akhir-akhir ini; tekanan-tekanan dalam pekerjaan bahkan dalam keluarga sendiri; intimidasi dari orang lain atas diri kita ataupun atas orang-orang yang dekat dengan kita; cemoohan dari dunia sekitar kita karena memilih berjalan dalam jalan kebenaran; kecemasan karena penyakit yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah mencari pengobatan di mana-mana; pengalaman-pengalaman traumatis; termasuk masa depan jemaat kita ini secara khusus karena belum adanya pendeta jemaat yang definitif; dan masih banyak lagi yang lain. Siapa yang tidak takut? Siapa yang tidak cemas? Siapa yang tidak gentar? Siapa yang tidak tertekan? Siapa yang tidak terancam? Hayo ngaku cepat ...

Dalam situasi mencekam seperti itu kita dikuatkan oleh Firman Tuhan pada hari ini bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan kita berjalan sendiri dalam “lembah kekelaman” sekalipun; Tuhan tidak pernah membiarkan kita pergi dan menjalani kehidupan sendirian; Tuhan tidak pernah membiarkan kita mati kelaparan. Pemerintah dan PLN boleh saja membiarkan kita dalam kegelapan selama 12 hari tetapi Tuhan tidak akan pernah melakukan hal buruk seperti itu, sebab Dia adalah Sumber terang. Pemerintah dan PLN boleh saja menjadikan kita sebagai “tumbal” atas kegagalan mereka, tetapi Tuhan tidak akan pernah melakukan tindakan paling gegabah seperti itu, Dia malah yang menjadi korban atas keberdosaan kita. Para pengusaha boleh saja menurun-naikkan harga karet sesuka hatinya, tetapi Tuhan pasti menyediakan kebutuhan (makanan, minuman, dll) bagi orang-orang yang takut akan Dia. Tanah atau negeri kita boleh saja kekurangan sumber kehidupan karena kerakusan beberapa pihak, tetapi Tuhan justru memberi kita segala kebutuhan dan kesegaran (rumput hijau dan air tenang ay. 2, hidangan, ay. 5a), kelimpahan (pengurapan dengan minyak dan piala yang penuh, ay. 5b), kebajikan dan kemurahan (ay. 6a). Para pejabat pemerintahan dan bahkan pejabat gereja boleh saja “bermain-main” dengan kebijakan mereka atas rakyat, masyarakat, atau jemaat, tetapi Tuhan malah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (lih. Rom. 8:28).

Jadi, siapakah yang akan melawan kita jika Allah di pihak kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (Rom. 8:31, 35). Sesungguhnya, tidak ada! Sebab, menurut keyakinan Paulus, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rom. 8:38-39).


[1] Khotbah Minggu, 17/04/2016, Jemaat Sibohou R. 26, Pdt. Alokasih Gulö

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...