Saturday, June 4, 2016

Pemulihan Kehidupan di "Masa Depan" (Wahyu 22:1-5)



Rancangan Khotbah Minggu, 5 Juni 2016

Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
Kita sudah tahu bersama bahwa sejak kejatuhan manusia pertama dalam dosa sampai saat ini, kehidupan kita di dunia ini seringkali jauh dari “tanda-tanda kehidupan” itu sendiri, sebab dalam banyak kasus (disadari atau pun tidak) hidup kita justru “terhanyut” dalam arus kehidupan yang semakin menggila – semakin menguatirkan – semakin menakutkan – semakin mematikan. Orang-orang beriman sendiri pun tidak dapat “membebaskan diri” dari situasi kehidupan yang tidak pasti tersebut, mau tidak mau harus dijalani/dihadapi. Pertanyaannya adalah apakah kita (sebagai orang beriman) akan terus menerus menjalani kehidupan yang seperti itu? Bagaimanakah ke depannya? Hadia manö lualua wamatida?Teks renungan kita pada hari ini memberikan kita gambaran tentang kehidupan dan dunia “masa depan” tersebut.

Di ayat 1 dan 2 pasal 22 ini, malaikat Tuhan memperlihatkan atau menunjukkan kepada Yohanes sebuah sungai air kehidupan (ay. 1-2). Tentang “sungai  kehidupan” ini sendiri dapat dibaca di kitab Zakharia 14:8, dan Yehezkiel 47:1-12. Namun, sedikit berbeda dengan kitab-kitab PL tersebut, di kitab Wahyu ini ada penekanan bahwa tempat sumber sungai kehidupan itu adalah takhta Allah dan Anak Domba (Yesus Kristus). Dari takhta yang terletak pada titik tertinggi kota itulah Yohanes melihat mengalir sungai air kehidupan yang sangat jernih (ibarat kristal yang tembus cahaya dan jernih seperti kaca). Ini merupakan sebuah penegasan bahwa sumber kehidupan yang sesungguhnya berasal dari Tuhan Allah yang kita kenal melalui Yesus Kristus (Anak Domba). Inilah semacam jaminan pertama dan utama, yaitu bahwa Tuhan Yesus akan mengalirkan kehidupan bagi setiap orang yang tetap teguh beriman kepada-Nya, sungguh suatu pemulihan kehidupan yang didambakan oleh setiap orang.

Tidak hanya itu, Yohanes pun melihat adanya pohon-pohon kehidupan di tengah-tengah jalan kota (Yerusalem baru), yaitu pohon-pohon yang memberi kehidupan kekal kepada orang-orang yang memakan buahnya. Pohon-pohon kehidupan itu berada di dekat jalan utama kota itu, sehingga buahnya pun mudah dipetik. Penglihatan tentang pohon kehidupan yang buahnya mudah dipetik ini mengingatkan kita pada pohon kehidupan di Taman Eden (firdaus); kalau sejak zaman dulu manusia dijauhkan dari pohon kehidupan di Taman Eden (Adam dan Hawa), kini pohon kehidupan itu diberikan kembali kepada manusia. Kehidupan yang “hilang” karena ulah manusia sejak zaman dulu itu, kini “hadir” kembali dari takhta Allah dan Anak Domba. Tuhan sungguh-sungguh memulihkan kehidupan umat-Nya menjadi seperti sedia kala (sebelum kejatuhan manusia dalam dosa), suatu kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan.

Konkretnya, kebahagiaan hidup yang digambarkan dalam penglihatan Yohanes ini: ada kelimpahan sama seperti buah pohon yang berlimpah-limpah itu (berbuah tiap-tiap bulan, berbuah sepanjang tahun, bukan pohon musiman seperti durian); tidak ada lagi penyakit sebab daun-daun pohon itu sendiri menyembuhkan orang-orang dari segala bangsa (bukan hanya menyembuhkan bangsa Israel). Penglihatan ini tentunya menjadi sumber penghiburan, penguatan dan pengharapan umat Tuhan, untuk tetap teguh di dalam iman sekalipun sedang berada di situasi yang sangat sulit. Kalau sebelumnya umat Tuhan sering mengalami kekurangan dan menderita berbagai penyakit, kini Tuhan sendiri memulihkannya menjadi kehidupan yang berkelimpahan dan tiada penyakit. Siapa yang tidak meng-impikan kehidupan yang seperti ini?

Kebahagiaan hidup di Yerusalem baru ini dipertegas lagi di ayat 3: “tidak akan ada lagi laknat”. Kalau Allah pernah “mengutuk” manusia di taman eden karena ulah manusia sendiri (lih. Kej. 3), kini “kutuk” (laknat) itu tidak ada lagi, kehidupan yang sempat “terkutuk” kini “dipulihkan” kembali. Kalau pada zaman dulu manusia diusir dari “taman kehidupan” yang dapat diartikan sebagai situasi “jauh dari Allah”, kini di Yerusalem baru dapat beribadah kepada-Nya (ay. 3), bahkan dapat melihat wajah-Nya (ay. 4) serta nama-Nya tertulis di dahi mereka (ay. 4). Ini semua merupakan ekspresi pengharapan dan kebahagian umat Tuhan, bahwa dunia baru datang, dan dalam dunia baru itu ada kehidupan baru dengan segala kelimpahan, ketiadaan penyakit, dan ketiadaan laknatnya. Allah dan Anak Domba sendiri dari takhta-Nya akan mengalirkan kehidupan bagi setiap orang yang teguh percaya kepada-Nya, mengalirkan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, kehidupan impian semua orang, jauh melampaui slogan “Nias Pulau Impian”.

Terakhir, kabar besarnya adalah bahwa di dunia baru itu, “Tuhan Allah sendiri yang akan menerangi umat-Nya, dan umat-Nya itu akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya (ay. 5).” Kalau sebelumnya umat Tuhan harus hidup di bawah cahaya dan kekuasaan raja-raja duniawi, dimana mereka tidak bisa menikmati kebebasan dan kehidupan yang lebih manusiawi, kini bersama Tuhan orang-orang percaya tersebut memerintah sebagai raja bahkan sampai selama-lamanya. Ini merupakan pembalikkan atau pemulihan kehidupan yang sangat ekstrem, dan itu (hanya) bisa dilakukan oleh Tuhan, dan (hanya) bisa dirasakan oleh setiap orang yang teguh beriman kepada Tuhan Yesus. Demikianlah kehidupan “masa depan” orang-orang yang tetap teguh percaya kepada Yesus, masa depan mereka sangat menjanjikan, ada jaminan kehidupan kekal yang penuh kebahagiaan dari Tuhan sendiri. Lualua wamati saro ba fa’auri si lö aetu, haga Zo’aya lö aefa’aefa ba wa’aurira, ba fao ira awö Zo’aya ba wa’asalawa irugi zi lö aetu!



[1] Khotbah Minggu, 05/06/2016, di kebaktian siang BNKP Jemaat Hosiana.

1 comment:

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...