Khotbah Kebaktian Subuh Minggu Paskah, 21 April 2019
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
28:1 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.
28:2 Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.
28:3 Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju.
28:4 Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.
28:5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.
28:6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.
28:7 Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu.”
28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.
28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.
28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”
Peristiwa tragis itu baru saja terjadi, lö sahöwö mbongi, Guru Agung yang selama ini diharapkan dapat memulihkan umat Tuhan (secara politis) ternyata harus ditangkap, disalibkan, dan mati. Kematian-Nya menjadi pukulan berat bagi para pengikut-Nya, pukulan yang mengecewakan, pukulan yang menyedihkan, dan tentu saja pukulan yang menakutkan. Kematian memang sebuah kepastian, akan dialami oleh siapa pun, tetapi bagaimana mungkin seorang Yesus, yang diakui sebagai Guru Agung yang mengajarkan kebaikan dan kehidupan, yang dipercaya sebagai Tuhan yang menyelamatkan itu mengalami kematian dengan cara yang amat tidak manusiawi untuk suatu tuduhan yang tidak dilakukan-Nya? Ini tidak benar, ini tidak adil, tetapi siapa yang dapat melawan para penguasa Romawi dan para pemimpin agama Yahudi pada waktu itu? Jangankan para pengikut-Nya, Yesus sendiri pun tidak bisa berbuat banyak selain berserah pada (katanya) kehendak Bapa-Nya.
Beberapa hari setelah penyaliban dan kematian Yesus, kesedihan dan ketakutan ternyata belum selesai, ancaman belum berakhir. Para pemimpin agama Yahudi pun “memaksa” Pilatus untuk menempatkan para penjaga di kuburan Yesus, yang dapat diartikan sebagai ancaman bagi para pengikut-Nya (dan bagi siapa saja) yang mencoba mendekati kuburan itu. Kuburan Yesus itu sendiri telah ditutup dengan batu besar, telah disegel dengan batu besar, sehingga sulit bagi siapa pun untuk menggulingkannya. Demikianlah para pengikut Yesus diperhadapkan pada situasi yang sangat sulit dan berbahaya. Jangankan membuka segel batu besar (yang mustahil dilakukan oleh satu-dua orang), mendekati kuburan itu saja sudah amat sulit, sebab tentara Romawi telah ditempatkan di luar makam untuk menjaganya terhadap perampok/pencuri di kuburan (bnd. Mat. 27:64). Bagi Matius, batu besar di depan kuburan adalah simbol kematian akhir. Batu raksasa itu ibarat kuasa besar kematian yang kita hadapi semua. Para perempuan (Maria Magdalena dan Maria lainnya) tidak berdaya untuk memindahkan batu itu, sama seperti kita juga tidak berdaya untuk menghapus kematian dari hadapan kita. Batu tersebut begitu besar, dan dalam pandangan Matius, tidak ada kekuatan manusia yang cukup besar untuk mengangkat atau menghilangkannya. Sulit sekali, teramat sulit bagi para pengikut Yesus untuk menghadapi dan melewatinya, sulit sekali bagi para perempuan yang datang ke kuburan tersebut untuk mengatasinya.
Namun, benarlah sebuah ungkapan yang amat populer: “tidak ada yang mustahil bagi Tuhan”. Tantangan besar di sekitar kuburan itu, yakni segel batu besar dan para tentara yang menjaga makam, pada akhirnya dapat diatasi. Apa yang tidak bisa dihadapi dan diatasi oleh manusia, kini terselesaikan oleh guncangan keras, disebutkan sebagai guncangan gempa bumi yang hebat, dan itulah kebangkitan Kristus yang kita rayakan pagi ini. Jadi dalam teks ini kita mendapatkan kekuatan yang lebih besar, kekuatan yang datang dalam bentuk gempa bumi. Hal ini mengatakan bahwa kebangkitan bukanlah peristiwa manusia; itu adalah peristiwa kosmik, sesuatu yang hanya bisa terjadi dengan campur tangan ilahi. Kebangkitan Kristus ternyata amat mengguncangkan, sehingga batu kematian yang amat besar itu tergulingkan (oleh malaikat yang penampilannya seperti kilat), dan tentu saja para tentara Romawi yang menjaga makam tersebut terguncang hebat dan amat ketakutan (ay. 4). Peristiwa yang mengguncangkan ini merupakan simbol harapan yang muncul di saat manusia diliputi oleh rasa takut yang luar biasa, saat-saat dimana manusia berada dalam kesulitan dan ancaman yang luar biasa. Dari mana harapan tersebutberasal? Harapan yang sejati tidak mungkin datang dari dunia manusia, hanya datang dari dan oleh kuasa Tuhan saja. Kebangkitan Kristus berarti guncangan harapan bagi orang yang percaya kepada-Nya, tetapi sebaliknya menjadi guncangan menakutkan bahkan mematikan bagi mereka yang tidak percaya.
Satu hal yang sangat jelas dalam semua cerita kebangkitan, terutama dalam Injil Matius ini adalah bahwa kita diguncang oleh kebangkitan dan kehadiran Kristus. Terguncang … dalam arti terguncangkan oleh kenyataan bahwa kita tidak sendirian di dunia ini, bahwa kita tidak harus menghadapi batu kematian yang begitu besar, dan bahwa kita tidak sendirian menghadapi tantangan yang ada di hadapan kita. Sementara itu, para penjaga kuburan, para tentara yang katanya siap mati setiap saat, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang yang hanya mengandalkan kekuatan manusia, pada akhirnya terguncang keras, diliputi rasa takut yang luar biasa, yang membuat mereka menjadi seperti orang-orang mati, tidak berdaya menghadapi kekuatan ilahi tersebut.
Peristiwa kebangkitan Kristus merupakan sukacita besar bagi kita, sebab kuasa maut yang amat menakutkan itu telah ditaklukkan, sebagaimana ditegaskan oleh Rasul Paulus: “maut telah ditelan dalam kemenangan” (1Kor. 15:54). Untuk itulah kita beribadah pada pagi ini, merayakan kemenangan Kristus atas kuasa maut, merayakan kemenangan yang pasti kita dapatkan atas segala kekuatan yang mengancam dan menakutkan di dunia ini. Di hadapan kita kini tidak ada lagi batu kematian besar, tidak ada lagi kekuatan para tentara penjaga makam, yang ada hanyalah kemenangan besar yang melampaui segala kesulitan dan bahaya yang mengancam setiap saat, yang hanya didapatkan dalam kebangkitan Kristus. Itulah harapan iman kita! Selamat Paskah!