Saturday, January 9, 2021

Kemahakuasaan TUHAN (Mazmur 29:1-11)

Rancangan Khotbah Minggu, 10 Januari 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo


1 Mazmur Daud. Kepada TUHAN, hai penghuni sorgawi, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!
2 Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, sujudlah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan!
3 Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar.
4 Suara TUHAN penuh kekuatan, suara TUHAN penuh semarak.
5 Suara TUHAN mematahkan pohon aras, bahkan, TUHAN menumbangkan pohon aras Libanon.
6 Ia membuat gunung Libanon melompat-lompat seperti anak lembu, dan gunung Siryon seperti anak banteng.
7 Suara TUHAN menyemburkan nyala api.
8 Suara TUHAN membuat padang gurun gemetar, TUHAN membuat padang gurun Kadesh gemetar.
9 Suara TUHAN membuat beranak rusa betina yang mengandung, bahkan, hutan digundulinya; dan di dalam bait-Nya setiap orang berseru: “Hormat!”
10 TUHAN bersemayam di atas air bah, TUHAN bersemayam sebagai Raja untuk selama-lamanya.
11 TUHAN kiranya memberikan kekuatan kepada umat-Nya, TUHAN kiranya memberkati umat-Nya dengan sejahtera!


Mazmur ini merupakan himne pujian kepada TUHAN, Allah bangsa Israel. Dapat juga dikatakan bahwa mazmur ini merupakan himne anti-Baal, dewa orang Kanaan, yang dipercaya bertanggung jawab atas hujan (air) dan badai (guntur). Tentu saja kepercayaan Kanaan ini tidak dapat diterima oleh bangsa Israel, yang diwakili oleh pemazmur. Mazmur 29 menjelaskan bahwa TUHAN adalah Allah hujan dan badai yang sejati, bukan Baal, dewa Kanaan itu. Dengan demikian, mazmur ini hendak membentengi bangsa Israel dari pengaruh Baal yang begitu kuat, dengan penekanan bahwa hujan dan badai merupakan ciptaan TUHAN dan tunduk di bawah kuasa Allah Israel. Oleh sebab itu, segala kemuliaan dan penyembahan diberikan hanya untuk TUHAN saja, bukan untuk yang lain.

Pemazmur menggambarkan kemahakuasaan TUHAN Allah dengan menyebutkan kekuatan suara-Nya yang mengatasi kekuatan alam semesta, antara lain: air, guntur, dan pohon aras Libanon. Kata “suara TUHAN” (yang kuat) muncul sebanyak 7 kali dalam teks ini, yaitu di ayat 3, 4 (dua kali), 5, 7, 8, dan 9. Litani berulang ini dinyanyikan berjamaah secara berulang, dengan maksud supaya umat TUHAN sungguh-sungguh meyakini bahwa TUHANlah yang berkuasa atas segala sesuatu, dan bahwa dewa bangsa Kanaan tidak berdaya menghadapi TUHAN, serta kesombongan pohon aras Libanon tertunduk di hadapan TUHAN. Dengan kata lain, pengulangan litani ini diharapkan dapat memberikan semacam “efek afektif” umat TUHAN, sungguh-sungguh merasakan kemahakuasaan Allah. Ini mirip dengan menyanyikan suatu lagu rohani singkat tetapi berulang-ulang dalam kebaktian KKR, memengaruhi jemaat secara afektif, sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan ‘kehadiran’ Allah dalam hidupnya.

Suara TUHAN sangat kuat mengatasi segala kekuatan apa pun yang ada di alam semesta ini. Dalam kisah penciptaan disebutkan: “Tuhan berkata, ‘Jadilah terang,’ maka ada terang” (Kej. 1:3). Dengan firman-Nya, Tuhan menciptakan cakrawala, mengumpulkan air bersama di satu tempat, menghasilkan tumbuh-tumbuhan, memasang benda-benda penerang di langit, serta menciptakan berbagai jenis binatang dan akhirnya menciptakan manusia (Kej. 1:6-27).

Demikianlah kuatnya suara TUHAN, tidak bisa dibatasi dan tidak bisa dihalangi oleh tembok apa pun, tidak bisa dihentikan oleh arus manapun, musuh-musuh-Nya tidak berdaya mendengar suara-Nya. Bagi orang percaya, suara TUHAN merupakan suara yang meneduhkan, yang mendatangkan sukacita, suara yang membuktikan penyertaan-Nya, suara yang dapat membuat segala ciptaan seperti rusa dan hutan menyembah-Nya dengan hormat dan kemuliaan. Tetapi suara TUHAN itu menjadi tanda malapetaka bagi lawan-lawan Allah, sama seperti pohon aras yang konon terkenal keras dan kuat tetapi patah dan tumbang, padang gurun pun gemetar mendengar kekuatan suara TUHAN yang tidak dapat dibendung itu.

TUHAN Allah memang amat perkasa dan penuh keagungan. Air yang besar berada di bawah kendali-Nya, entah air hujan (air dalam awan di langit), air sungai, dan air laut atau pun samudera raya yang cukup ditakuti pada zaman kuno. Air bah yang pada zaman Nuh telah menjadi momok yang begitu menakutkan dan mematikan, justru menjadi tempat TUHAN bersemayam. Kekuatan-Nya mengatasi segala kekuatan yang cukup ditakuti di langit, guntur, sebab suara TUHAN sendiri dapat menyemburkan api yang dahsyat. Ketika langit mengguntur dengan suara kerasnya, itu pertanda badai akan datang, dan para pelaut takut, tetapi suara TUHAN mengatasi semuanya itu. Suara-Nya penuh keagungan, memiliki kekuatan dan pengaruh yang amat kuat.

Di ayat 5a disebutkan bahwa suara TUHAN mematahkan pohon aras (di Libanon). Pohon aras adalah pohon terbesar dan paling berharga di wilayah itu. Pohon aras bisa mencapai ketinggian 120 kaki (36 meter) dengan diameter delapan kaki (2,5 meter). Pohon ini merupakan satu-satunya pohon di wilayah itu yang cukup besar untuk pembangunan gedung-gedung yang sangat besar, seperti istana atau kuil. Pohon ini tahan terhadap serangan serangga yang biasanya merusak kayu. Aromanya juga harum, begitu disukai dan dibanggakan pada waktu itu. Pohon ini tumbuh berlimpah di pegunungan yang tertutup salju di Libanon di sebelah utara Israel.

Namun demikian, betapa pun kuatnya, pohon aras itu tetap tunduk pada suara gemuruh TUHAN. Suara badai TUHAN bisa mematahkan bahkan menumbangkannya. Dalam teks ini, pemazmur berbicara secara metaforis, ia tidak sekadar berbicara tentang pohon. Pohon aras Libanon berfungsi sebagai metafora untuk wilayah yang pada waktu itu dijadikan sebagai tempat penyembahan Baal. Jadi, pemazmur menegaskan bahwa TUHAN tidak hanya bisa mematahkan pohon aras itu, tetapi juga bisa mematahkan dewa-dewa palsu bangsa Kanaan tersebut, menghancurleburkan kuil-kuilnya hingga berkeping-keping.

Tetapi, pemazmur tidak hanya menggambarkan kemahakuasaan TUHAN dengan penekanan pada kekalahan dewa bangsa lain dengan segala simbolnya itu. Pemazmur menegaskan bahwa kemahakuasaan TUHAN dapat membuat “gunung Libanon melompat-lompat seperti anak lembu, dan gunung Siryon seperti anak banteng” (ay. 6). Libanon dan Siryon adalah tempat di utara Israel yang dipenuhi dengan pemujaan Baal. Mereka tampak perkasa dan tidak tergoyahkan, tetapi mereka akan menari ketika TUHAN berbicara. Baal adalah dewa badai Kanaan, yang dikenal sebagai “Penunggang Awan” dan sering digambarkan dengan tongkat di satu tangan dan tombak petir di tangan lainnya.

Jadi, mazmur ini menggunakan metafora air, guntur, dan pohon aras untuk menggambarkan kekuasaan TUHAN atas negara Baal dan mereka yang menyembah Baal. Pemazmur juga menggambarkan suara TUHAN menggunakan petir untuk membentuk kembali hutan (atau wilayah Baal) sesuai dengan rancangan yang dimaksudkan-Nya. Suara TUHAN mengguncang hutan belantara, mengguncang padang gurun Kadesh (ayat 8), representasi dari alam liar yang seringkali tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tetapi, dalam tangan TUHAN semuanya itu dapat diatasi, semua tunduk kepada-Nya.

Cukup banyak dan cukup luas sebenarnya gambaran kemahakuasaan TUHAN yang hendak disampaikan dalam mazmur ini. Intinya adalah bahwa TUHAN duduk dalam takhta-Nya dan memerintah untuk selama-lamanya. Bagi TUHANlah segala pujian, hormat, dan kemuliaan.

--- selamat berefleksi ---

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...