Khotbah Minggu, 21 Maret 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
5 Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: “Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”,
6 sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.”
7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,
10 dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.
6 sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.”
7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,
10 dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.
Surat Ibrani berupaya meyakinkan audiensinya bahwa di dalam Yesus Kristus Allah dapat dikenal dengan baik. Untuk itu, penulis surat ini menggunakan analogi untuk menggambarkan salah satu peran yang dilakukan Yesus sebagai penyelamat umat manusia, yakin peran sebagai Imam Besar atas nama orang lain. Pasal 5 dari surat Ibrani ini berfokus pada peran Imam Besar, yang dalam PL terlihat dalam diri Melkisedek, dan sekarang terwujud dalam diri Yesus Kristus.
Pada ayat 5-6, dibahas keilahian Yesus dan rencana Allah secara historis melalui fungsi imamat. Kutipan pertama diambil dari Mazmur 2:7, yang pertama kali dinyatakan pada pasal 1:5. Ayat ini menegaskan keilahian Yesus. Secara teologis, kutipan ini mengacu pada Kristologi Injil Yohanes, yang hendak menegaskan bahwa Yesus bukanlah makhluk ciptaan, bukan bentuk Tuhan yang lebih rendah, melainkan Dia “diperanakkan bukan dibuat”. Inilah yang kemudian terungkap dalam Pengakuan Iman Nicea.
Pada ayat 5-6, dibahas keilahian Yesus dan rencana Allah secara historis melalui fungsi imamat. Kutipan pertama diambil dari Mazmur 2:7, yang pertama kali dinyatakan pada pasal 1:5. Ayat ini menegaskan keilahian Yesus. Secara teologis, kutipan ini mengacu pada Kristologi Injil Yohanes, yang hendak menegaskan bahwa Yesus bukanlah makhluk ciptaan, bukan bentuk Tuhan yang lebih rendah, melainkan Dia “diperanakkan bukan dibuat”. Inilah yang kemudian terungkap dalam Pengakuan Iman Nicea.
Kutipan kedua adalah Mazmur 110:4. Teks ini memperkenalkan tokoh legendaris, Melkisedek, yang dibahas dalam Kejadian 14 dalam hubungannya dengan Abraham. Sosok ini unik, sebab memiliki kesinambungan historis dari rencana Tuhan dalam hubungannya dengan Yesus. Melkisedek adalah prototipe dari Yesus sebagai putra Allah, Imam Besar par excellence bagi seluruh umat manusia. Ibrani 7:3 menggambarkan Melkisedek ini dalam istilah mistik dan ahistoris sebagai sosok yang: “tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.” Namun demikian, sosok ini disebut sebagai model manusia yang spesifik dan terpuji untuk seorang Imam Besar.
Apa saja peran Imam Besar?
Apa saja peran Imam Besar?
Buku-buku Perjanjian Lama, seperti Imamat dan Ulangan penuh dengan diskusi tentang pentingnya imam. Dalam bagian khusus ini, penulis Ibrani menggambarkan Yesus sebagai seorang Imam Besar. Empat ayat pertama yang mendahului teks khotbah hari ini menguraikan peran Imam Besar tersebut. Imam Besar mewakili Tuhan bagi orang-orang, khususnya tentang persembahan dan korban karena dosa (5:1). Seterusnya, Imam Besar memiliki peran pastoral yang mesti menunjukkan simpati dan empati dengan orang yang dia layani (5:2-3). Peran ini ditegaskan kembali pada pasal 5:7-9. Akhirnya, imam merupakan anugerah Tuhan, suatu panggilan yang sungguh mulia (5:4, 9). Semua peran ini ada dalam diri Yesus. Yesus adalah Imam Besar, baik dalam konteks kerangka historis Israel tentang sosok imam besar maupun seperti yang dicontohkan oleh tokoh legendaris Melkisedek.
Apa artinya bagi kita?
Yesus adalah Imam Besar kita sampai saat ini. Kita tidak perlu bimbang dan ragu seperti pembaca mula-mula surat Ibrani. Dalam Yesus, semua peran Imam Besar itu telah tergenapi. Ia berasal dari Allah, dan telah ditetapkan oleh Allah untuk menjadi Imam Besar kita sampai selama-lamanya.
Sebagai Imam Besar, Yesus telah mempersembahkan persembahan dan korban yang amat berharga untuk pengampunan dosa-dosa kita, sekali untuk selama-lamanya. Itulah diri Yesus sendiri yang telah dipersembahkan dan dikorbankan di kayu salib sebagai tebusan atas dosa-dosa kita. Persembahan dan korban ini sempurna dan tidak bisa digantikan dengan yang lain lagi. Pada satu sisi pengorbanan Yesus untuk penebusan dosa-dosa kita ini telah menyucikan diri kita, tetapi pada sisi lain hendak mengingatkan kita untuk tidak menyalahartikan dan menyalahgunakan pengorbanan Tuhan tersebut dengan hidup sesuka hatinya masing-masing. Hanya orang yang dewasa dalam iman yang mampu bersyukur dan mennghargai pengorbanan Imam Besarnya, sebab anak-anak tidak bisa melakukannya (bnd. Ibr. 5:14).
Yesus adalah Imam Besar yang memiliki rasa simpati dan empati atas apa yang sedang dialami oleh umat manusia. Ia sungguh-sungguh mengerti keluh kesah kita, telah merasakan derita dan ratap tangis umat manusia (ay. 7). Ia pun tahu betapa jahilnya, betapa sesatnya, serta betapa lemahnya kita sebagai manusia biasa yang berdosa (Ibr. 5:2). Sebagai Imam Besar, Yesus tahu semuanya itu, itulah sebabnya Dia mempersembahkan doa dan permohonan belas kasihan Allah bagi kita, supaya kita diselamatkan (ay. 7-10 pemenuhan peran Imam Besar sebagaimana disebutkan pada ay. 1-4). Yesus telah menunjukkan kesetiaan-Nya sebagai Anak kepada Bapa-Nya, telah menyerahkan diri-Nya sebagai persembahan dan korban untuk penebusan dosa-dosa kita, dan telah mengalami penderitaan yang amat menyakitkan untuk keselamatan umat manusia.
Yesus telah melakukan segalanya bagi kita. Yesus telah memenuhi secara sempurna peran-Nya sebagai Imam Besar. Sekarang, bagaimana kita merespons tindakan Yesus yang menyelamatkan itu? Kalau kita bercermin dari orang-orang Ibrani pembaca mula-mula surat Ibrani seperti yang terungkap pada ayat-ayat setelah nas khotbah hari ini (5;11-14), maka paling tidak ada dua tipe manusia dalam memahami arti pengorbanan Yesus dalam hidupnya, yaitu: (1) tipe anak kecil (lih. Ibr. 5:13), dan (2) tipe orang dewasa (lih. Ibr. 5:14).
Tipe anak kecil, sukar untuk dijelaskan (5:11), lamban dalam hal mendengarkan (5:11), memerlukan susu atau makanan yang masih lembek (5:12), dan tidak memahami ajaran tentang kebenaran (5:13). Tipe orang dewasa, memahami dengan baik ajaran tentang asas-asas pokok dari penyataan Allah (5:12), mampu memakan makanan keras atau makanan orang dewasa (5:14), dan mampu membedakan yang baik dari pada yang jahat (5:14).
Pertanyaannya ialah orang Kristen dengan tipe yang manakah kita sampai hari ini? Kalau ditinjau dari sudut waktu sejak kita mendengarkan berita Injil, atau sejak kita menjadi orang Kristen, maka mestinya kita adalah orang-orang Kristen dengan tipe dewasa. Bagaimana dalam realitasnya?
--- selamat berefleksi ---
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?