Khotbah Minggu, 26 September 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
8 Karena itu, sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus engkau lakukan,
9 tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya dari padamu. Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagipula sekarang dipenjarakan karena Kristus Yesus,
10 mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus
11 --dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku.
12 Dia kusuruh kembali kepadamu--dia, yaitu buah hatiku--.
13 Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil,
14 tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela.
15 Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya,
16 bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.
17 Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri.
Di dunia Yunani-Romawi kuno, banyak orang yang menjadi budak, antara 35-40% dari keseluruhan penduduk. Pada zaman itu, budak merupakan milik tuan atau majikannya, dapat dibeli dan dijual sesuai kebebasan majikannya. Dalam faktanya, budak sering diperlakukan semena-mena, yang paling sering adalah diusir dari rumah tuannya ketika budak tersebut sudah tua atau sakit. Tidak ada BPJS-TK, tidak ada BPJS Kesehatan seperti dewasa ini. Hal yang cukup mengerikan adalah bahwa seorang majikan memiliki hak untuk membunuh budaknya ketika dia melarikan diri. Itulah ancaman yang mesti dihadapi oleh Onesimus, budak Filemon yang melarikan diri dari tuannya. Jadi, nasihat atau permintaan Paulus kepada Filemon di sini ada hubungannya dengan hidup atau mati Onesimus.
Disebutkan bahwa Paulus berada di penjara ketika dia menulis surat atau menyampaikan permohonannya kepada Filemon. Walaupun Paulus mestinya memikirkan dirinya yang dipenjara, tetapi hal itu tidak menghalangi dia untuk memikirkan bahkna memperjuangkan hidup-mati Onesimus. Satu hal yang mungkin membuat Paulus optimis adalah bahwa Filemon, (mantan) majikan Onesimus, merupakan orang baik. Paulus mengenal Filemon dengan baik, kemungkinan dia merupakan seorang pemimpin di gereja Kolose. Paulus memanggilnya sebagai “saudara dan teman sekerja” (Fil. 1:1). Ini mengindikasikan adanya ikatan pribadi antara Paulus dan Filemon. Sebagai seorang rasul, Paulus menggunakan posisi dan otoritasnya untuk memediasi Filemon dan Onesimus supaya hubungan keduanya menjadi harmonis kembali, tanpa mengganggu atau membatalkan hubungan tuan-budak. Paulus meminta Filemon untuk menerima kembali Onesimus yang sempat melarikan diri itu, sama seperti Filemon menerima diri Paulus.
Paulus amat mengapresiasi kebaikan, iman, dan kasih Filemon, itulah sebabnya Paulus begitu semangat mengajukan permintaannya atas nama Onesimus (1:8-22). Dengan kata-kata yang penih simpati dan kasih, Paulus memohon Filemon untuk menerima kembali Onesimus bahkan untuk selama-lamanya (ay. 15). Paulus tidak memerintahkan Filemon, Walaupun Paulus sebenarnya dapat memberi perintah kepada Filemon, tetapi dia justru memilih pendekatan yang simpatik, dia “mengajukan permintaan” (ay. 10) kepada Filemon, “atas dasar kasih” (ay. 9). Paulus pun meminta Filemon untuk melakukan perbuatan baik (untuk menerima Onesimus) secara sukarela dan karena paksaan (ay. 14).
Paulus sendiri mengakui bahwa dia sudah menerima Onesimus dan bahkan menganggapnya sebagai anaknya yang didapatkannya ketika dia di penjara (ay. 10), menyebutnya sebagai buah hatinya (ay. 12), dan saudara yang kekasih (ay. 16). Apa maksud dari kata-kata Paulus ini semua? Tentu saja Paulus bermaksud mengajak secara simpatik Filemon untuk menerima Onesimus kembali, sama seperti Paulus telah menerimanya ketika dia berada di penjara. Lebih jauh, Paulus meyakinkan Filemon bahwa berdasarkan pengamatannya, Onesimus sudah berubah menjadi lebih baik. Pada ayat 11 Paulus berkata: “dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku”. Jadi, Onesimus tidak lagi sekadar budak (yang dianggap tidak berguna), tetapi sebagai sesama manusia (yang berguna).
Apa saja refleksi kita dari teks ini?
Pertama, kita belajar dari sikap Paulus yang simpatik dan rendah hati, seperti ditunjukkannya kepada Filemon. Teks ini mengingatkan kita untuk bersikap seperti Paulus dalam hubungan kita dengan sesama. Walaupun praktik perbudakan tidak lagi seperti pada zaman dulu di dunia Yunani-Romawi kuno, tetapi sikap Paulus ini tetap menjadi pedoman bagi kita supaya tidak menggunakan posisi dan otoritas yang kita miliki untuk memaksakan kehendak kepada orang lain. Seorang pemimpin yang baik dan rendah hati akan mampu memengaruhi bawahannya dengan pendekatan dan kata-kata yang simpatik. Di sini kita diajak untuk menjadi sahabat yang baik kepada sesama tanpa pengecualian.
Kedua, kita belajar dari sikap Paulus yang menunjukkan kewibawaannya dengan cara dan bahasa yang lembut dan penuh kasih. Kewibawaan seseorang tidak terletak pada cara dan bahasanya yang keras dan kasar dengan dalih tegas, tetapi justru pada pendekatannya yang humanis yang dicirikan, antara lain, dengan cara dan bahasa yang lembut dan penuh kasih. Kewibawaan seseorang tidak terletak pada intimidasi dan kesulitan yang dia ciptakan bagi orang lain, tetapi pada jalan keluar yang memberi kemudahan kepada sesama tanpa mengabaikan kualitas hidup. Cara dan bahasa yang keras, kasar, mengintimidasi, dan menyulitkan, sesungguhnya cerminan dari diri kita yang belum sepenuhnya bebas dari gaya dan pendekatan kolonialis. Apakah gaya dan pendekatan itu ada sampai sekarang? Mungkin saja!
Ketiga, kita belajar dari Paulus, sebagaimana dia teruskan kepada Filemon, untuk menerima orang lain yang pernah melakukan kesalahan. Onesimus telah melarikan diri dari majikannya, Filemon, seharusnya dihukum keras. Paulus tahu apa konsekuensi yang harus diterima oleh Onesimus, tetapi dia melihat bahwa ada perubahan signifikan dalam diri Onesimus tersebut. Oleh sebab itu, dia meminta Filemon untuk memaafkan atau mengampuni Onesimus, dan menerimanya kembali. Ajaran penting di sini adalah TIDAK ADA DOSA YANG TERLALU BESAR UNTUK TIDAK DIAMPUNI, dan TIDAK ADA SEORANG PUN YANG BEGITU HINA UNTUK TIDAK DICINTAI. Kita mestinya mampu dengan rendah hati menerima mereka yang pernah berbuat salah kepada kita, itulah salah satu ciri khas pengikut Kristus.
Dari perkataan-perkataan Paulus dalam teks ini, kita belajar bahwa orang (Kristen) yang baik mestinya mampu mengampuni dan menerima orang lain sekalipun sudah pernah berbuat salah kepadanya. Inilah juga salah satu maksud dari perumpamaan Yesus tentang pengampunan sebagaimana tertulis pada Matius 18:21-35. Pada perumpaan tersebut Yesus memberikan contoh pengampunan dengan ilustrasi orang yang berutang. Ada orang yang punya utang kepada sang raja, tetapi kemudian raja mengasihani dia sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Sayang sekali, orang tersebut tidak melanjutkan belas kasihan yang telah diterimanya itu kepada kawannya yang berutang kepadanya, dan malah menjebloskan kawannya tersebut ke dalam penjara. Akhirnya, sang raja tadi mendengar kasu tersebut dan marah, dan menghukumnya. Dalam pandangan sang raja, setiap orang yang sudah merasakan belas kasihan, mestinya meneruskan belas kasihan tersebut kepada sesamanya. Setiap orang yang sudah merasakan pengampunan dan kasih Tuhan, merstinya mampu juga meneruskan pengampuan dan kasih tersebut kepada sesamanya. Kata sang raja: “Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (Mat. 18:33).