Khotbah Minggu, 31 Oktober 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.
17 Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.”
Penting untuk “mengoreksi” sedikit terjemahan teks ini menurut bahasa Yunani. Ayat 16a diterjemahkan oleh LAI (TB): “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil …”. Agaknya terjemahan ini kurang tepat, terutama satu kata Yunani “επαισχυνομαι” (epaischunomai), yang berarti “merasa malu”. Ayat 16a semestinya diterjemahkan: “Sebab aku tidak merasa malu akan Injil …”
Mengapa Paulus mengatakan: “aku tidak merasa malu?” Patut diduga bahwa kemungkinan ada orang yang berpikir bahwa Paulus akan malu dengan Injil tersebut, sebab dia berbicara kepada orang-orang Kristen yang tinggal di Roma, kota besar, kota yang canggih, dan pusat kekuatan duniawi, yang secara umum tidak begitu peduli lagi dengan hal-hal rohani. Tetapi, lihat bagaimana Paulus dengan tegas mengatakan bahwa dia tidak merasa malu akan Injil (sekalipun mungkin ada yang menganggap dia malu). Secanggih atau semodern apa pun suatu wilayah, Paulus (dan kita sampai hari ini), tidak perlu merasa malu, atau merasa kurang percaya diri dengan Injil yang diberitakan. Tidak ada alasan untuk merasa malu dengan Injil.
Apa yang membuat Paulus merasa tidak malu dengan Injil? Bagaimana Injil (Yun. euaggelion) dapat dibandingkan dengan kemegahan dan kekuatan kaisar Romawi dengan pengawalan dan dukungan legiun tentaranya? Dengan singkat, Paulus menegaskan alasan yang membuat dia tidak merasa malu dengan Injil: “karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya …” (16.b). Sekali lagi, Paulus tidak malu akan Injil, karena dia tahu kuasa ilahinya. Benar bahwa kaisar Romawi menikmati kekuasaan yang besar, tetapi kekuasaan itu bersifat sementara dan terbatas. Kuasa Tuhan tidak memiliki batas, tidak ada akhir. Kaisar yang pada waktu itu dianggap sangat berkuasa, tidak berdaya menghadapi Tuhan. Kehidupan sang kaisar pun berada di dalam tangan kekuasaan Tuhan. Keyakinan akan kuasa ilahi Injil inilah yang kemudian membuat Paulus berani dan tidak malu memberitakan Injil.
Paulus telah merasakan sendiri kuasa Injil. Dia mengalaminya di jalan ke Damaskus, ketika dia akan menganiaya orang-orang Kristen. Kuasa Yesus dimanifestasikan pada kesempatan itu oleh cahaya terang yang membutakan Saulus dan suara dari langit (Kis. 9). Itulah peristiwa yang tak terlupakan dalam hidup Paulus, dia melihat dan mengalami sendiri kuasa Injil Yesus. Sejak saat itu, Paulus telah melihat kuasa Tuhan dimanifestasikan dalam banyak cara. Dia telah melihat orang-orang disembuhkan dan orang-orang bertobat. Dia telah dibebaskan dari penjara oleh gempa bumi (Kis. 16:16-40, khususnya ay. 26). Dia telah berhasil berkhotbah di tempat-tempat yang tidak terduga (Kis. 17:16-33). Dia telah selamat dari berbagai bahaya (2Kor. 11:23-28). Singkatnya, Paulus telah melihat, merasakan, dan mengalami sendiri kuasa Allah dalam pemberitaan Injil, dan sekarang, bagaimana mungkin dia merasa malu akan Injil tersebut?
Injil ini adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya” (ay. 16b). Keselamatan dari apa? Keselamatan dari apa pun yang akan membawa kita kembali kepada kebiasaan dan perilaku lama kita! Kristus telah menyelamatkan orang dari narkoba dan perilaku merusak diri lainnya. Kristus telah menyelamatkan orang dari kebencian diri dan hidup tanpa tujuan. Kristus menyelamatkan kita dari keterpisahan dari Allah, dan membawa kita lebih dekat dengan Allah Bapa. Lalu, masihkah kita mau kembali ke kubangan hidup lama yang penuh dengan dosa? Masihkah kita kembali ke pola hidup dan pola persekutuan lama yang terkotak-kotak?
Menyelamatkan “setiap orang percaya?” Iya, menyelamatkan orang Yahudi maupun orang Yunani (ay. 16c). Perlu diingat bahwa orang Yahudi percaya bahwa orang non Yahudi dapat diselamatkan, tetapi hanya dengan menjadi proselit, yakni mengikuti praktik keagamaan orang Yahudi. Paulus, mengatakan bahwa Injil memiliki kuasa untuk menyelamatkan “setiap orang yang memiliki iman” termasuk orang non Yahudi. Paulus hendak menegaskan bahwa orang non Yahudi, orang Yunani diselamatkan bukan dengan menjadi proselit, melainkan oleh anugerah Allah di dalam Kristus Yesus.
Pelayanan Paulus sebagian besar ditujukan kepada orang-orang non Yahudi, tetapi toh dia mengakui prioritas orang Yahudi dalam rencana keselamatan Allah. Orang-orang Yahudi menikmati hubungan istimewa dengan Tuhan selama berabad-abad, dan Paulus sering berkhotbah di sinagoge-sinagoge Yahudi. Namun dengan kedatangan Kristus, “… tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:28).
Pada ayat 17a, Paulus berbicara tentang kebenaran Allah. Apa itu kebenaran Allah yang dimaksud? Tuhan itu adil, tetapi Dia juga telah membuktikan diri-Nya setia dalam hubungan-Nya dengan manusia berdosa. Jadi, Injil adalah kabar baik, terutama karena Allah telah memilih untuk membagikan kebenaran-Nya kepada kita, telah memilih untuk membenarkan kita: “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Rm. 3:24). Kebenaran ini ternyata bertolak dari iman memimpin kepada iman (ay. 17a). Kita sebenarnya tidak dapat mengetahui apa pun tentang kebenaran atau kasih karunia Allah, kecuali Allah sendiri menyatakannya kepada kita. Namun, dibutuhkan iman untuk melihat apa yang telah dinyatakan oleh Allah. Melalui iman kita dapat melihat kebenaran Tuhan. Melalui iman kita mengalami kebenaran. Untuk memperkuat idenya ini Paulus mengutip frasa umum dalam PL dan PB, “seperti ada tertulis: orang benar akan hidup oleh iman” (ay. 17b). Kutipan ini berasal dari Habakuk 2:4, ketika sang nabi membandingkan orang yang sombong dengan orang yang beriman. Habakuk mengatakan bahwa semangat orang sombong “tidak benar atau tidak lurus hatinya”, tetapi “orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Dalam Galatia 3:11, Paulus mengutip juga ayat dari Habakuk ini untuk mengatakan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat, sebab “orang yang benar akan hidup oleh iman.” Kata-kata Paulus di sini dimaksudkan untuk membantah pemahaman orang (Kristen) Yahudi yang masih bergantung pada hukum Taurat, padahal mereka sudah menjadi orang Kristen.
Dengan kata lain, keselamatan adalah anugerah (gratis) dari Allah kepada setiap orang percaya, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik para tuan maupun para hamba, baik laki-laki maupun perempuan. Manusia merespons anugerah tersebut dengan iman, dan iman itulah yang kemudian memampukan manusia untuk melihat kebenaran Allah, yaitu bahwa orang benar akan hidup oleh iman.
Hari ini kita merayakan 504 tahun reformasi gereja di seluruh dunia (31 Oktober 1517 – 31 Oktober 2021). Kita patut bersyukur bahwa ratusan tahun yang lalu, Martin Luther menggerakkan reformasi gereja dengan maksud supaya gereja kembali ke ajaran yang benar: hanya anugerah (sola gratia), hanya karena iman (sola fide), hanya Alkitab (sola scriptura). Dalam semangat itulah kita semestinya memanfaatkan hari reformasi ini sebagai momentum untuk melakukan pembaharuan yang terus menerus dengan berpedoman pada Injil. Gereja semestinya terus menerus membaharui dirinya (Ecclesia reformata semper reformanda). Gereja akan terus dibaharui kalau selalu hidup menurut Injil, hidup mengandalkan kekuatan Allah yang menyelamatkan. Gereja akan terus dibaharui kalau setiap orang percaya di dalamnya mau dibaharui.
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?