Khotbah Minggu, 28 Agustus 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
21 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.
22 Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.”
23 Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
24 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?
27 Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.
28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.”
Teks ini sebaiknya dipahami dalam hubungan dengan perikop sebelumnya ketika Petrus menyatakan pengakuan yang luar biasa bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (Mat. 16:13-20, khususnya ayat 16). Yesus pun mengapresiasi pengakuan Petrus tersebut, dan menyebutnya “berbahagia” (Mat. 16:17), serta memberi kepercayaan kepadanya bahkan termasuk kunci Kerajaan Surga (Mat. 16:18-19).
Namun demikian, tidak lama kemudian, Petrus yang tadinya mendapatkan apresiasi dari Yesus, kini mendapatkan kecaman keras dari Yesus yang sama, bahkan menyebut Petrus seperti iblis: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (ay. 23).
Kata-kata Yesus yang sangat keras ini muncul karena Petrus menyampaikan pernyataan yang bertolak belakang dengan pengakuannya sebelumnya tentang kemesiasan Yesus setelah mendengar bahwa Yesus, Sang Mesias, akan menanggung banyak penderitaan. Petrus tidak setuju dengan pernyataan Yesus akan penderitaan yang akan ditanggung-Nya tersebut, dan karena itu dia mengatakan: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau” (ay. 22). Di sini jelas bahwa Petrus mewakili kelompok para murid dan pengikut Yesus, bahkan para pembaca awal Injil Matius, bahwa Mesias itu mestinya datang dan hidup dalam kemenangan dan kejayaan besar, bukan malah menanggung banyak penderitaan. Petrus dkk tidak memahami dan sulit menerima Mesias yang menderita. Hal ini juga menggambarkan ketidaksediaan mereka dalam menanggung risiko akibat mengikut Yesus, Sang Mesias itu. Mereka masih belum memiliki mental pejuang, dan karena itu tidak siap menderita atas nama salib.
Lalu Yesus menjelaskan kepada Petrus dan para pendengar lainnya, tentang apa artinya bagi Dia menjadi Mesias dan apa artinya bagi kita untuk mengikuti Dia sebagai Mesias. It is not a golden way, but rather via dolorosa (bukan jalan emas melainkan jalan penderitaan). Itulah yang terjadi dengan Yesus, Sang Mesias, harus menanggung banyak penderitaan bahkan dibunuh, tetapi kemudian akan dibangkitkan pada hari ketiga. Di sini Yesus hendak memberikan pencerahan kepada para murid dan pengikut-Nya, bahwa diri-Nya harus menempuh jalan berliku dan penuh penderitaan, tetapi jalan itulah yang justru menghantarkan-Nya kepada kemuliaan Bapa, baik ketika dibangkitkan dari antara orang mati, maupun ketika melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya (ay. 27-28).
Apa artinya bagi kita?
Yesus telah menyatakan kepada ara murid dulu bahwa Dia akan menanggung banyak penderitaan, dan Dia sudah menunjukkan ketaatan-Nya pada jalan salib itu, sungguh suatu pengorbanan besar bagi keselamatan umat manusia. Kalau Yesus berbicara tentang pengorbanan-Nya yang nyata di sini, Dia hendak mengatakan bahwa jika seseorang ingin menjadi pengikut-Nya, maka mereka harus bersedia menyangkal diri, memikul salib mereka dan mengikuti Dia. Tentu saja manusia memikirkan nyawanya, dan berusaha untuk menyelamatkannya. Dalam pergumulan yang luar biasa di Taman Getsemani pun, dalam natur kemanusiaan-Nya, Yesus mencoba menyelamatkan nyawa-Nya tanpa melalui jalan salib, tetapi tidak bisa. Jalan penderitaan itu harus ditempuh, dan justru jalan itulah yang mendatangkan keselamatan dan kemuliaan yang sesungguhnya.
Itulah sebabnya Yesus mengingatkan kita bahwa “barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (ay. 25-26). Intinya adalah tidak ada gunanya kita berusaha mencari keselamatan diri dengan cara sendiri, apalagi dengan jalan mudah dan jalan pintas. Satu-satunya jalan yang memberikan jaminan keselamatan dan kehidupan adalah mengikut Yesus. Tetapi, ingat, mengikut Yesus itu harus siap menyangkal diri dan memikul salib.
Menyangkal diri berarti bersedia untuk melepaskan diri dari “kenyamanan” duniawi selama ini demi mengikut Yesus. Menyangkal diri berarti bersedia melepaskan diri dari alkoholisme, pornografi, narkoba, dan kenakalan-kenakalan lainnya. Menyangkal diri berarti bersedia melepaskan diri dari kecanduan game dan judi online, bahkan kecanduan internet lainnya yang juga telah hampir memperbudak kita. Beberapa dari kita memang tidak mau melepaskan kenyamanannya selama ini, bahkan ada orang yang justru semakin terjerumus dalam berbagai kenyamanan dan kenikmatan duniawi sampai pada akhirnya lupa diri dan lupa Tuhan.
Memikul salib berarti menanggung apa yang seharusnya tidak dia pikul. Itulah yang terjadi dengan Yesus, menanggung banyak penderitaan yang seharusnya tidak Dia pikul. Kalau mau menjadi pengikut Yesus, maka kita harus memikul salib, bersedia menanggung apa yang seharusnya tidak kita tanggung, terutama penderitaan. Persoalannya ialah bahwa banyak generasi muda Kristen yang tidak bersedia menempuh jalan sulit dalam menjalani kehidupannya. Yesus menghendaki para murid dan pengikut-Nya untuk memiliki mental yang kuat menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi akibat mengikut Yesus. Latihlah dan biasakanlah dirimu untuk berani menghadapi dan menjalani kesulitan, “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Fil. 1:29).
Mampukah kita untuk menderita bagi Kristus? Kalau Kristus yang hidup di dalam kita, maka kita akan mampu menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus.
Galatia 2:20a: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”