Sunday, August 7, 2022

Allah sendirilah Hakim – Lowalangi samösa Zanguhuku (Mazmur 50:1-6)

Khotbah Minggu, 07 Agustus 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1 Mazmur Asaf. Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi, dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya.
2 Dari Sion, puncak keindahan, Allah tampil bersinar.
3 Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat.
4 Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya:
5 “Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!”
6 Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim.

Teks khotbah hari ini (ay. 1-6) merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan ayat-ayat setelahnya (ay. 7-21). Oleh sebab itu, teks khotbah ini harus dipahami dalam satu kesatuan dengan seluruh ayat dalam pasal 50 ini. Mazmur 50 secara keseluruhan menyatakan dua dakwaan umum terhadap Israel, yaitu tentang praktik penyembahan atau ibadah mereka yang tidak diterima Tuhan (ay. 7-15), dan tentang kekosongan dan kemunafikan mereka (ay. 16-21). Atas kedua dakwaan tersebut, Allah menegaskan bahwa Dia adalah Hakim yang akan menghakimi mereka dalam keadilan-Nya.

Dalam ayat 7-15, dakwaan pertama, Allah mengecam praktik penyembahan Israel. Pada prinsipnya, Allah tidak menolah ibadah umat kepada-Nya, tetapi Allah menolak penyembahan yang menggantikan ibadah yang sejati kepada Allah. Ada semacam penyalahartian dan penyalahgunaan ibadah di Israel, terutama berkenaan dengan pemberian persembahan (ibadah korban). Bangsa Israel membayangkan bahwa persembahan adalah pemberian mereka kepada Tuhan. Dengan pemahaman seperti ini, bangsa Israel menempatkan diri mereka sebagai pihak yang memenuhi kebutuhan Tuhan. Mereka adalah subjek dan Allah merupakan objek dari penyembahan dan persembahan manusia. Ada klaim yang salah dengan pemahaman dan praktik ibadah seperti ini, yaitu bahwa merekalah yang memiliki apa yang seharusnya menjadi milik Tuhan.

Sebenarnya, tidak salah menyampaikan persembahan kepada Allah, itu malah merupakan bagian dari perjanjian Allah dengan umat-Nya. Masalahnya adalah bangsa Israel mulai melihat pengorbanan mereka sebagai sesuatu yang dibutuhkan Tuhan, sebagai sesuatu yang Tuhan andalkan. Pemahaman seperti ini mirip dengan praktik ibadah paganisme di sekitar Israel kuno, dimana umat merawat, memeliharan, dan memberikan makanan kepada para dewa. Dengan memberikan pengorbanan, para penyembah menjadikan para dewa sebagai klien atau pelanggan mereka yang siap sedia. Dengan kata lain, apabila manusia memberikan pengorbanan kepada para dewa, maka manusia pun dapat mengubah dewa tersebut menjadi hamba manusia yang akan melakukan apa yang diinginkan oleh manusia. Distorsi penyembahan seperti inilah yang secara perlahan tetapi pasti mematikan manusia itu sendiri, merayap ke dalam pikiran kita seperti ular yang mendesis.

Sikap seperti inilah yang dikecam oleh Allah, bertentangan dengan prinsip iman yang sesungguhnya, mengingkari perjanjian mereka dengan Tuhan. Maka, Allah sendiri yang akan menjadi Hakim yang adil atas mereka. Itulah sebabnya pemazmur menegaskan kepemilikan dan kekuasaan Allah atas seluruh ciptaan, untuk menyadarkan bangsa Israel akan kesalahan mereka dalam penyembahan dan pemberian korban kepada Allah. Apapun yang dipersembahkan oleh manusia kepada Allah, itu bukan pemberian kita seolah-olah kitalah yang memenuhi kebutuhan Tuhan. Persembahan yang disampaikan oleh manusia merupakan tindakan syukur kita atas semua yang telah dilakukan dan diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya. Bukan Allah yang membutuhkan pengorbanan (penyembahan dan persembahan) manusia, sebaliknya kita yang membutuhkan Allah. Apabila umat Tuhan tidak taat pada perjanjian ibadah seperti ini, maka Allah sendiri yang akan menjadi Hakim yang adil atas kita.

Dalam ayat 16-21, dakwaan kedua, keluhan serupa diajukan terhadap Israel. Pada dakwaan pertama, Allah, sebagaimana disampaikan oleh pemazmur mengeluhkan praktik beribadah bangsa Israel, sedangkan pada dakwaan kedua ini Allah mengeluhkan kekosongan dan kemunafikan bangsa yang mengaku beribadah kepada Tuhan itu. Mereka mempertontonkan ibadah (penyembahan dan persembahan) yang kelihatannya saleh, tetapi sesungguhnya penuh dengan kehampaan dan kemunafikan. Dalam realitasnya, mereka justru menjalani kehidupan yang rakus dan predator. Secara lahiriah, mereka rajin beribadah, seolah-olah taat pada keputusan Tuhan. Namun demikian, dalam kenyataannya, mereka hidup dengan cara yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak berdaya untuk menegakkan kehendak-Nya sendiri. Mereka melakukan apa yang baik menurut keinginan mereka, dan merasa bahwa Allah tidak bisa bertindak apa-apa atas mereka, sebab mereka sudah memberikan persembahan kepada-Nya.

Bangsa itu lupa pada perjanjian mereka dengan Allah, bahwa mereka seharusnya menunjukkan ketaatan yang tulus dan jujur di hadapan Allah. Oleh karena pelanggaran seperti ini, Allah tampil dan akan menjadi Hakim atas mereka, Hakim yang adil. Allah hanya meminta kepada manusia: “setialah dan tepati janjimu pada-Ku, seperti Aku menepati janji-Ku kepadamu.” Jangan pernah membayangkan bahwa kita bisa mengibuli Allah. Tidak akan ada satu pun yang tersembunyi di hadapan Hakim yang adil itu. Kasus Brigadir J yang viral dalam beberapa minggu terakhir, bisa saja tidak terungkap 100%, tetapi di hadapan Allah, Hakim yang adil, semuanya akan terlihat dengan jelas. Manusia tidak bisa merekayasa kasusnya di hadapan Allah, sebab Dia sudah tahu semuanya.

Banyak orang yang gagal dalam ibadah, bukan karena tidak melakukannya, melainkan karena beribadah dengan pemahaman dan cara yang salah. Banyak orang beribadah, tetapi beribadah dalam kesalahpahaman dengan arah dan orientasi yang salah. Kita bisa melihat, bahkan mungkin terlibat di dalamnya, betapa ibadah kita dewasa ini mengalami distorsi atau penyimpangan yang tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah. Bukankah banyak orang Kristen yang beribadah secara teratur, tetapi tidak sungguh-sungguh menghayati dan menghidupi ibadahnya itu? Bukankah banyak orang Kristen yang secara lahiriah beribadah secara rutin, tetapi dalam hidupnya sehari-hari justru menunjukkan ketidaktaatan kepada Tuhan yang dia sembah itu? Bukankah banyak orang Kristen yang merasa sudah memberikan persembahan kepada Tuhan, tetapi di dalamnya penuh dengan kehampaan dan kemunafikan? Bukankah ada orang Kristen yang dapat memuji Tuhan dengan penuh semangat di dalam gereja atau dalam persekutuan-persekutuan doa, tetapi kemudian menjadi “monster” dalam keluarga, di tempat kerja, dan dalam kehidupan sehari-hari? Atas hal-hal seperti ini, Allah tampil sebagai Hakim, Dia menyatakan penghakiman-Nya yang tegas.

Allah tidak akan berdiam diri melihat manusia yang seolah-olah beribadah kepada-Nya tetapi sesungguhnya hanya sebagai kamuflase untuk menutupi kebobrokannya. Allah datang sebagai Hakim dengan segala keperkasaan dan kemahakuasaan-Nya. Manusia akan melihat sendiri bahwa Allah adalah Hakim, dan “Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim” (Mzm. 50:6).

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...