Bahan Khotbah Minggu, 19 November 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
7 Sebab TUHAN, Allahmu, membawa engkau masuk ke dalam negeri yang baik, suatu negeri dengan sungai, mata air dan danau, yang keluar dari lembah-lembah dan gunung-gunung;
8 suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan madunya;
9 suatu negeri, di mana engkau akan makan roti dengan tidak usah berhemat, di mana engkau tidak akan kekurangan apapun; suatu negeri, yang batunya mengandung besi dan dari gunungnya akan kaugali tembaga.
10 Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji TUHAN, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu.
11 Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;
12 dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya,
13 dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak,
14 jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan,
15 dan yang memimpin engkau melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air. Dia yang membuat air keluar bagimu dari gunung batu yang keras,
16 dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya.
17 Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.
18 Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.
Kita sering mendengar bahkan menyebutkan ungkapan “JAS MERAH”. Ungkapan ini sering dipahami sebagai singkatan dari “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.” Apabila mengacu pada pidato Presiden Soekarno (17 Agustus 1966), maka sebenarnya JAS MERAH merupakan singkatan dari “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Ungkapan JAS MERAH (… melupakan … atau pun … meninggalkan …) hendak menyadarkan kita bahwa hidup atau keberadaan kita, baik secara personal maupun secara komunal, memiliki sejarah yang tidak boleh dilupakan/ditinggalkan begitu saja. Penting untuk selalu mengingat sejarah perjalanan hidup kita dengan segala dinamikanya itu, supaya kita tidak bersikap dan bertindak gegabah dalam menjalani hari ini dan menghadapi hari esok. Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris: “All my yesterdays have brought me to this day, and all my tomorrows begin now” (Seluruh hari-hari kemarin saya telah membawaku ke hari ini, dan seluruh hari esokku dimulai sekarang). Hal ini mendorong kita untuk senantiasa berefleksi secara mendalam bahwa eksistensi kita hari ini tidak terlepas dari perjalanan dan pengalaman hari-hari kemarin, dan bahwa hari-hari esok kita dimulai sekarang. Refleksi yang baik akan membuat kita sadar bahwa selalu ada orang-orang yang telah menolong kita dalam perjalanan sebelumnya hingga hari ini, dan kita percaya bahwa akan ada orang-orang yang juga menolong kita menghadapi hari-hari berikutnya.
Demikianlah gambaran pesan yang hendak disampaikan dalam teks khotbah hari ini; pesan yang mengingatkan bangsa Israel bahwa keberadaan mereka pada saat Musa berpidato kepada mereka tidak terlepas dari perjalanan dan pengalaman sebelumnya, baik perjalanan dan pengalaman yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Dalam teks ini, Musa memberi penekanan secara khusus pada pertolongan dan penyertaan TUHAN dalam perjalanan bangsa Israel sebelumnya, mulai dari Mesir hingga sebentar lagi mereka akan memasuki tanah Kanaan dengan menyeberangi sungai Yordan. Itulah juga maksud dari penulisan kitab Ulangan ini, mengulangi atau mengingatkan generasi baru dari bangsa Israel akan pengalaman mereka dalam perjalanan di padang gurun, baik kasih karunia yang telah mereka terima maupun hukum-hukum Allah, yang pada intinya menuntut bangsa itu senatiasa taat kepada-Nya. Pasal 8 ini dimulai dengan seruan untuk menaati perintah-perintah TUHAN dan mengingat sejarah mereka—sejarah di mana Allah pernah “merendahkan” (menghukum) Israel di padang gurun—dan sejarah di mana Dia pernah memberi makan manna kepada bangsa Israel dan menjaga agar pakaian mereka tidak rusak. Pada ayat 6 Musa berkata, “Oleh sebab itu haruslah engkau berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan takut akan Dia.”
Pada ayat 7-10, Musa mengingatkan bangsa Israel bahwa TUHANlah yang telah membawa mereka ke tanah yang baik dengan segala kenikmatan dan kelimpahannya itu. Mereka perlu mengingat bahwa mereka tidak memasuki wilayah tersebut sendirian, TUHANlah yang membawa mereka ke negeri itu. Hal ini merupakan pesan jaminan bahwa TUHANlah yang akan menolong mereka untuk mengalahkan penduduk negeri itu, dan TUHANlah yang akan memenuhi kebutuhan mereka ketika tiba di negeri tersebut, TUHANlah yang akan memberkati segala usaha mereka, pertanian, peternakan, dan juga rumah-rumah mereka. Intinya, mereka tidak akan kekurangan apa pun kalau TUHAN yang menolong dan menyertai mereka. Kemakmuran, kelimpahan, dan kesuksesan adalah dari TUHAN saja, dan bangsa Israel harus terus mengingatnya.
Namun demikian, potensi untuk “terlena/terbuai” dalam kenikmatan dan keberhasilan, dapat membuat manusia melupakan sumber kenikmatan dan sumber keberhasilan itu. Oleh sebab itu, pada ayat 11-16, Musa mengingatkan bangsa Israel untuk selalu waspada untuk jangan sekali-kali melupakan TUHAN Allah yang telah membawa mereka sejauh ini menuju tanah Kanaan, tanah perjanjian yang penuh dengan madu dan susu. Mengingat perjanjian mereka dengan TUHAN akan membuat bangsa Israel tetap kokoh. Melupakan perjanjian akan membuat mereka terdampar di dunia yang berpotensi berubah menjadi pengkhianat. Mengingat tindakan perkasa TUHAN adalah jalan menuju kebijaksanaan dan kehidupan. Melupakan TUHAN adalah jalan menuju kebodohan dan kematian.
Padang gurun telah mengajarkan bangsa Israel bagaimana hidup dalam kesulitan. Di alam liar, mereka hanya mempunyai cukup makanan dan air untuk sehari. Mereka harus terus berpindah-pindah, antara lain untuk mencari makan bagi domba dan kambing mereka, dan juga karena mereka tidak mempunyai tanah air yang dapat dijadikan milik mereka. Bagi Israel, padang gurun bagaikan api di tempat pemurni, membersihkan sampah dan menyucikan keseluruhannya. Kini bangsa Israel harus mulai belajar bagaimana hidup dalam kemakmuran, suatu kondisi yang tidak mereka nikmati selama berabad-abad.
Tetapi, keadaan seperti ini harus diwaspadai, sebab banyak orang yang terbuai dengan kesuksesan, kenikmatan, dan kelimpahan yang diperoleh, sama seperti banyak orang yang terbuai dengan kedudukan dan kekuasaan yang telah didapatkan, dan akhirnya lupa diri. Bukankah banyak orang yang setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, sikap dan tindakannya berubah, dan kini menjadi “seperti kacang lupa akan kulitnya”, lupa akan masa lalunya, lupa akan perjalanan dan pengalaman sebelumnya, dan berpikir bahwa keadaannya saat ini semata-mata adalah karena kehebatannya. Hal ini harus diwaspadai. Kita mungkin akan tetap mengingat TUHAN dan tidak mengkhianati-Nya ketika berada dalam situasi sulit (walaupun banyak juga orang yang meninggalkan TUHAN ketika berada dalam kesulitan), Tetapi, seringkali kita melupakan TUHAN ketika sedang menikmati kejayaan, dan ini sangat berbahaya bagi diri kita dan bagi orang-orang di sekitar kita. Kesuksesan memang impian semua orang, tetapi harus disadari bahwa ada potensi menuju kehancuran dari kesuksesan tersebut. Thomas Burton pernah mengatakan: “Jika kesulitan telah membunuh ribuan orang, maka kemakmuran telah membunuh sepuluh ribu orang.”
Kita mungkin bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Jawabannya adalah, di tengah kemakmuran (kesuksesan dan sejenisnya), masyarakat cenderung melupakan disiplin dan nilai-nilai serta keimanan yang membuat mereka sejahtera. Di tengah kemakmuran, masyarakat menjadi bosan dengan kehidupannya yang serba ada, sehingga dengan mudah menjadi mangsa berbagai godaan duniawi: narkoba, alkohol, seks bebas, dan masih banyak lagi. Di tengah kemakmuran, manusia cenderung melupakan Tuhan.
Itulah sebabnya pada ayat 17-18, Musa mengatakan: “… janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.” Banyak orang yang jatuh justru karena terjebak dalam keangkuhan akan kesuksesan yang telah dicapai; sayang sekali banyak orang yang tidak mau diingatkan akan bahaya yang mengintai di balik keberhasilan yang telah dicapai. Ada sebuah penggalan lagu dari Mac Davis: “Ya Tuhan, sulit untuk menjadi rendah hati ketika saya sempurna dalam segala hal.” Iman kita mungkin bisa bertahan menghadapi kesulitan, tetapi bisa tidak dapat mengatasi godaan kemakmuran. Oleh sebab itu, “… haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (ay. 18).
Jadi:
“Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu”
(Ul. 8:11a)