Saturday, November 11, 2023

Saling Membangun dalam Menanti Kedatangan Tuhan – Faoma Mitolo Nawömi ba Wombaloi Fe’aso Zo’aya (1 Tesalonika 5:16-24)

Bahan khotbah Minggu, 12 November 2023
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1 Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu,
2 karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam.
3 Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput.
4 Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri,
5 karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan.
6 Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar.
7 Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam.
8 Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.
9 Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,
10 yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia.
11 Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.

Konsep “kedatangan Kristus” (“hari Tuhan”) telah menimbulkan beberapa kesalahpahaman yang mewujud pada perbuatan/tindakan yang keliru. Dalam beberapa kasus, perihal kedatangan Kristus ini digunakan untuk menakut-nakuti orang agar hidup dalam ketaatan, tetapi ketaatan yang salah. Ini mirip dengan cara-cara orangtua zaman dulu yang menakut-nakuti anak-anaknya bahwa pada malam hari itu ada setan supaya anaknya berhenti menangis. Dalam kasus lain, perihal kedatangan Kristus ini telah mengarah pada iman yang mementingkan diri sendiri yang berakar pada kasih karunia yang murahan, sebab setiap orang didorong untuk mengusahakan keselamatannya.

Dalam kasus komunitas kecil yang dibahas oleh Paulus di Tesalonika, kedatangan Kristus menyebabkan beberapa pengikut Yesus menjadi menganggur (1 Tesalonika 4:10; 5:14), dan secara eksplisit ditegur oleh Paulus pada suratnya yang kedua kepada jemaat di Tesalonika ini (lih. 2 Tesalonika 3:10). Jika Kristus segera datang kembali, apa perlunya bekerja? Beberapa orang berusaha untuk terus berdoa agar mereka siap ketika saatnya tiba. Berita tentang kedatangan Kristus itu telah disalahartikan dan disalahgunakan oleh beberapa orang dengan tidak bekerja, atau tidak peduli dengan persoalan-persoalan yang ada di sekitar mereka, sebab menurut mereka tidak ada artinya, toh Kristus segera datang. Itulah sebabnya Paulus merasa perlu meluruskan pemahaman yang keliru tersebut dengan tetap menekankan kepastian datangnya Kristus.

Paulus memandang kedatangan Kristus sebagai sumber pengharapan, karena pada saat itulah kita akan dibangkitkan bersama Kristus (1 Tesalonika 4:16-17). Ia juga memandang kedatangan Kristus sebagai momen pertanggungjawaban (4:1), karena pada saat itulah kita harus menghadap Tuhan dan diri kita sendiri dengan jujur. Karena kedua alasan ini, beliau mendorong kita untuk hidup penuh sukacita menantikan kedatangan Kristus. Menantikan kedatangan Kristus tidak berarti berhenti beraktivitas, bermalas-malasan, atau tidak peduli dengan dunia di mana kita berada. Menantikan kedatangan Kristus berarti menanti-Nya dalam sukacita pengharapan sambil tetap bekerja, beraktivitas, dan melayani.

Untuk menyemangati para orang-orang Kristen di Tesalonika, Paulus menggunakan cara retoris yang lazim pda waktu itu, dengan membuat semacam daftar yang kontras antara “kita” (yang sungguh-sungguh percaya pada Kristus) dan “mereka” (yang tidak hidup menurut jalan Kristus):

Kita adalah anak-anak terang dan anak-anak siang vs mereka adalah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan.
Kita hidup dalam ketenangan vs mereka hidup dalam kemabukan.
Kita tetap berjaga-jaga vs mereka tertidur (terlena).

Sebenarnya tujuan Paulus adalah memusatkan perhatian pada kita dan siapa kita sebenarnya. Jika kita adalah anak-anak terang/siang, maka kita harus tetap waspada dan berjaga-jaga sambil tetap berkativitas seperti biasa, karena kita tahu bahwa Kristus sudah dekat.

Pada ayat 3 Paulus mengingatkan jemaat untuk tidak cepat-cepat merasa “aman” dengan situasi yang ada, sebab Kristus datang “seperti pencuri di malam hari” (5:2). Perasaan “aman-aman” saja dapat menyebabkan jemaat terlena dan tidak mempersiapkan diri dengan baik, termasuk tidak siap menghadapi berbagai kemungkinan buruk yang bakal terjadi menjelang kedatangan Kristus. Itulah sebabnya Paulus menganalogikan situasi itu seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin (ay. 3). Ini adalah gambaran tentang kepastian datangnya rasa sakit menjelang kedatangan Tuhan, oleh sebab itu setiap orang jangan dulu merasa “aman-aman” saja, apalagi kalau hanya mengandalkan keamanan atau rasa damai yang ditawarkan oleh pemerintah duniawi. Pada sisi lain, rasa sakit (seperti yang dialami oleh perempuan hamil) dapat memberi jalan kepada kehidupan baru, yang mungkin mengisyaratkan “perolehan keselamatan” (1 Tesalonika 5:9).

“Kedatangan Kristus” yang dinanti-nantikan ini memberikan kita sebuah batasan sementara: sebuah momen ketika kita bertatap muka dengan Kristus. Tentu saja ada cara-cara lain di mana kita bisa bertatap muka dengan Kristus: ketika kita berjumpa dengan orang asing, misalnya, atau ketika kita dengan penuh doa merenungkan kehidupan kita dalam pengakuan dosa. Namun kedatangan Kristus akan membawa kita ke suatu masa yang tidak dapat ditunda, ketika kita akan dimintai pertanggungjawaban, ketika rasa sakit bersalin menimpa kita, ketika hal-hal yang selama ini kita cari akan kedamaian dan keamanan terungkap.

Oleh sebab itu, Paulus memerintahkan jemaat untuk “berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan” (1 Tesalonika 5:8). Dengan menggunakan gambaran baju pelindung tentara Romawi, Paulus hendak menegaskan bahwa baju pelindung kita adalah: iman, kasih, dan pengharapan; itulah kekuatan kita yang sesungguhnya.

Tentu saja, iman, kasih, dan pengharapan tidak secara otomatis melindungi para pengikut Yesus dari penindasan yang berat (1 Tesalonika 1:6), tetapi paling tidak ketiganya melindungi jemaat dari ketakutan akan murka yang akan datang (5:9). Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan (ay. 11).

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...