Pokok Pikiran Khotbah Minggu, 23 Juni 2013
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si
10:16 “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
10:17 Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya.
10:18 Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah.
10:19 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.
10:20 Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.
10:21 Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka.
10:22 Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.
Teks ini berada dalam konteks pemanggilan dan pengutusan para murid oleh Yesus, yang tentunya sebagai persiapan (latihan) bagi mereka untuk pelayanan yang jauh lebih kompleks ke depan. Pada pasal 10 ayat 1-4 Yesus memanggil kedua belas rasul dan memberi kuasa kepada mereka dalam pelayanan. Selanjutnya di ayat 5-15 secara resmi Yesus mengutus para murid dalam tugas pelayanan, dan bahkan Dia memberikan beberapa petunjuk/arahan teknis. Kedua bagian ini merupakan semacam pengantar kepada sesuatu yang sangat mendasar dalam hal mengikut Yesus dan melayani-Nya, yaitu bahwa akan ada tantangan besar yang akan dihadapi oleh para pengikut Yesus, dan bahwa tantangan itu dapat mengancam kehidupan mereka sendiri. Itulah yang mulai diberitakan pada ayat 16 renungan kita pada hari ini.
Dapat dikatakan bahwa nas ini merupakan wejangan dan bahkan peringatan Yesus bagi para murid dan pengikut-Nya tentang situasi rawan dalam pelayanan dan konteks kehidupan yang tidak selalu kondusif bagi mereka. Pada saat yang sama, Yesus juga hendak menegaskan ketidakberdayaan para murid dan pengikut-Nya di tengah-tengah situasi dan konteks kehidupan yang seperti itu. Hal ini jelas sekali dengan kata-kata Yesus di ayat 16a: “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala”.
Paling tidak ada tiga tantangan dan ancaman besar yang diungkapkan oleh Yesus dalam teks ini, yaitu agama (ay. 17), pemerintah/negara (ay. 18), dan keluarga (ay. 21). Ketiga tantangan dan ancaman besar ini akan menuntut para pengikut Yesus hingga ke pengadilan, menganggap mereka sebagai orang gila, dan keluarga sendiri pun mengusir mereka. Mengapa? Karena para pengikut Yesus sering dianggap sebagai orang-orang yang mengusik kenyamanan mereka, menjengkelkan, dan bahkan mengganggu kemapanan mereka dalam agama, negara, maupun keluarga. Yesus hendak mengatakan bahwa dunia di mana para pengikut-Nya berada sedang dan bahkan selalu berada dalam situasi yang “kacau”, saking kacaunya keluarga pun saling memberontak dan membunuh (ay. 21).
Yesus memaparkan semua tantangan dan ancaman ini, untuk mengingatkan para pengikut-Nya akan segala konsekuensi yang harus mereka tanggung dalam mengikut dan melayani Dia. Maka, bersiaplah untuk dibenci oleh semua orang demi nama Yesus itu (ay. 22). Namun, Yesus tidak sekadar “menakut-nakuti” para pengikut-Nya. Dia juga meyakinkan mereka bahwa Roh Bapa akan memampukan para pengikut-Nya untuk mempertanggungjawabkan iman mereka kepada siapa pun, terutama kepada para penguasa (agama dan negara) pada saat mereka dibawa ke pengadilan mana pun (ay. 19-20).
Melalui teks renungan kita pada hari ini, Yesus mengingatkan bahwa mengikut Dia, apalagi melayani Dia, sama artinya dengan “Menjadi Domba di Tengah Serigala”. Nah, menempatkan domba di tengah serigala terdengar aneh. Mengapa? Karena hal itu sama saja dengan membunuh domba itu sendiri! Atau, ketika domba menempatkan dirinya di tengah-tengah serigala (entah sengaja atau pun tidak), merupakan tindakan terbodoh. Mengapa? Karena hal itu sama saja dengan bunuh diri (harakiri). Mengadu domba dengan serigala pun sangatlah tidak seimbang, sebab domba adalah binatang yang tidak berdaya, dan karenanya dia akan menjadi mangsa empuk sang serigala. Namun, gambaran domba di tengah-tengah serigala seperti inilah yang dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan bagaimana para pengikut-Nya di dunia ini. Malah, Yesus dengan tegas mengatakan bahwa kita diutus dalam situasi dan konteks yang penuh ancaman seperti itu. Pada satu sisi, kita diingatkan akan ketidakberdayaan kita (seperti domba) di tengah-tengah dunia yang penuh dengan bahaya (seperti serigala); dan pada sisi lain, kita diingatkan juga bahwa dunia saat ini tidak ada bedanya dengan “serigala”, bahkan manusia sendiri telah menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).
Kalau demikian, apa yang mesti kita lakukan? Atau, bagaimanakah kita menghadapi situasi dan konteks kehidupan yang seperti itu? Dengan singkat Yesus mengatakan: “... hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (ay. 16b). Menarik bukan? Yesus tidak meminta kita untuk menjadi hanya seperti ular saja, atau sebaliknya hanya seperti merpati saja. Coba bayangkan kalau kita diminta untuk hanya cerdik seperti ular, maka kita akan memakai kecerdikan itu untuk memakan sesama kita (tabali’ö femangamangada nawöda); sebaliknya kalau kita diminta untuk hanya tulus seperti merpati, maka kita akan dimanfaatkan sedemikian rupa oleh yang lain untuk kepentingan/nafsu mereka (labali’ö femangamangara ita).
Bagaimana rupanya kecerdikan ular yang dimaksud oleh Yesus?
Ular cerdik: tahu bahaya, waspada, tahu apa yang mesti diperbuat ketika ada ancaman. Walaupun ular itu terkenal “ganas”, namun dia sebenarnya selalu menghindar ketika ada bahaya yang mengancam, tidak menantang, kecuali tidak ada jalan keluar. Bentuk utama pertahanan mereka adalah menghindar demi keselamatan mereka sendiri, bersembunyi di balik batu dan tumbuh-tumbuhan. Ular selalu waspada terhadap bahaya yang mengancam, tidak teledor, tidak sesumbar, tidak gegabah, dan tidak agresif seperti yang biasa kita bayangkan. Kewaspadaan, kehati-hatian, kesiapsiagaan dan kecerdasan seperti inilah yang perlu kita kembangkan dalam menyikapi dan menghadapi dunia yang digambarkan tadi oleh Yesus seperti “serigala”. Maka, tepatlah kata-kata bijak di Amsal 27:12, “Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka”. Ini merupakan semacamwejangan untuk tidak mati konyol!
Lalu, bagaimana rupanya ketulusan merpati yang dimaksud?
Dikatakan bahwa merpati itu “tulus”. Dalam bahasa Inggris dituliskan as innocent as (innocent= tidak berdosa, tulus); ada juga terjemahan harmless (tidak berbahaya). Artinya, merpati itu tidak membahayakan kita, tidak menyerang, dan yang lebih penting tidak provokatif. Ketulusan, kejernihan hati dan pikiran, kecerdasan emosional dan spiritual, dan kemurnian motivasi seperti inilah yang perlu kita miliki untuk mendukung kecerdikan atau kecerdasan tadi dalam menyikapi dan menghadapi situasi dunia kita yang penuh dengan tantangan dan ancaman.
Waspadalah! Waspadalah!
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?