Pokok-pokok Tafsiran Khotbah Minggu, 22 September 2013
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si
4:23 Sesudah dilepaskan pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-teman mereka, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang dikatakan imam-imam kepala dan tua-tua kepada mereka.
4:24 Ketika teman-teman mereka mendengar hal itu, berserulah mereka bersama-sama kepada Allah, katanya: “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya.
4:25 Dan oleh Roh Kudus dengan perantaraan hamba-Mu Daud, bapa kami, Engkau telah berfirman: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia?
4:26 Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang Diurapi-Nya.
4:27 Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi,
4:28 untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu.
4:29 Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu.
4:30 Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus, Hamba-Mu yang kudus.”
4:31 Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.
Konteks (Amakahita)
Teks ini dikelilingi oleh tiga rangkaian peristiwa yang saling terkait: penyembuhan seseorang karena iman dalam nama Yesus (Kis. 3:1 – 4:4); kesaksian Petrus dan Yohanes di hadapan Mahkamah Agama atau Sanhendrin (Kis. 4:5-22); dan doa murid-murid serta kepenuhan Roh Kudus (Kis. 4:23-31). Kisah ini dibungkus di antara dua adegan yang memaparkan secara ringkas gambaran jemaat mula-mula. Dalam Kis. 2:42-47, komunitas bersatu itu memberitakan Kristus dengan berbagai tanda dan mukjizat. Gambaran lain tentang kehidupan jemaat mula-mula diulang lagi di Kis. 4:32-35. Dari kisah tentang gambaran jemaat mula-mula di pasal 2 yang banyak menyajikan informasi tentang mukjizat yang mengiringi kesaksian para murid, Lukas kemudian menunjuk pada mukjizat khusus di Kis. 3, dan peristiwa berikutnya yang membawa kita pada doa orang-orang percaya. Ada banyak mukjizat yang terjadi di kota itu, tetapi hanya satu saja yang direkam. Mengapa mukjizat ini yang dipilih untuk diceritakan kepada kita? Kemungkinan besar karena dalam kisah mukjizat itu melibatkan dua rasul penting yaitu Petrus dan Yohanes, dan juga berkaitan erat dengan penganiayaan pertama yang dialami jemaat pada waktu itu. Narasi penulisan Kisah Rasul ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Setelah kedatangan Roh Kudus pada hari raya Pentakosta, Petrus dan Yohanes melanjutkan tugasnya dalam ritual doa harian Yahudi di bait suci (lih. Luk. 24:53; Kis. 2:46; 5:12, 20-21). Kita dapat melihat selanjutnya bagaimana Petrus dan Yohanes tampil bersama memberitakan dan menyaksikan kasih serta kuasa Yesus, didahului dengan sebuah kisah menarik di Kis. 3:1-10. Pada suatu waktu, pukul tiga petang, Petrus dan Yohanes naik ke bait Allah, dan mereka harus melewati pintu gerbang bait Allah itu (yang dikenal sebagai Gerbang Indah), dan ternyata ada seorang laki-laki yang lumpuh di pintu gerbang tersebut. Kemungkinan besar mereka telah melalui pintu gerbang itu beberapa kali sebelumnya, termasuk berpapasan dengan orang lumpuh tadi. Tetapi, mengapa Allah memilih peristiwa di petang hari itu untuk menyembuhkan orang yang lumpuh tersebut, tidak diketahui dengan pasti. Sama seperti peristiwa luar-biasa lainnya sebagai wujud-nyata karya Roh Kudus, seperti orang yang disembuhkan di kolam Betesda (Yoh. 5:1-18), kita hanya dapat percaya saja bahwa itu semua adalah bimbingan Roh Kudus Tuhan untuk memnyembuhkan orang yang dikehendaki Tuhan untuk disembuhkan. Dikisahkan kemudian bagaimana Petrus (dan Yohanes) menolong yang lumpuh tersebut, tidak dengan emas dan perak, tetapi dengan penyembuhan di dalam nama Yesus, hingga akhirnya dia dapat berjalan (Kis. 3:1-10).
Orang banyak yang berkumpul dan melihat peristiwa penyembuhan itu, bersukacita dan memuji Tuhan, sebab orang yang sudah mengalami ke-lumpuh-an itu sekian lama, kini dapat berjalan karena kuasa Tuhan. Menanggapi keheranan orang banyak itu, Petrus kemudian berbicara tentang Mesias, yang di dalam nama-Nya orang lumpuh tersebut disembuhkan (Kis. 3:11-26). Ketika Petrus sedang berbicara kepada orang banyak itu, Mahkamah Agama (Sanhendrin), lembaga keagamaan, sosial dan sipil yang paling berkuasa pada waktu itu dalam komunitas Yahudi, memerintahkan penangkapan Petrus, Yohanes, dan orang yang telah disembuhkan itu. Alasan mereka sebenarnya ada dua. Pertama, karena kecemburuan mereka terhadap para rasul, sebab orang banyak kembali mengikuti pengajaran murid-murid Yesus, bukan pengajaran mereka. Kedua, karena mahkamah yang dikuasai oleh orang-orang Saduki itu, tidak percaya akan kebangkitan orang mati, dengan demikian mereka sangat tidak setuju dengan teologi kebangkitan yang diberitakan oleh Petrus. Kelompok orang yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati inilah juga yang pernah mencobai Yesus beberapa bulan sebelumnya.
Setelah semalam berada dalam penjara, Petrus, dikuasai oleh Roh Kudus, dan dengan berani memberitakan Yesus yang telah dibangkitkan itu di hadapan mahkamah agama. Petrus mengatakan: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). Keheranan sidang mahkamah agama itu (Kis. 4:13) menarik sekali. Sudah saatnya mereka mengevaluasi iman dan pengajaran mereka selama ini, terutama tentang sumber keselamatan dan kebangkitan itu. Kubur yang kosong, tidak terlalu jauh dari ruang sidang mereka tersebut, menjadi pengingat akan kebangkitan dan keselamatan di dalam Kristus, termasuk penyembuhan orang lumpuh tadi. Mahkamah agama itu tidak mampu menyangkal mukjizat yang telah terjadi, fakta menunjukkan bahwa orang lumpun telah disembuhkan di dalam nama Yesus. Walaupun demikian, karena kekerasan hatinya, mereka tetap melarang dan bahkan mengancam para rasul, supaya tidak lagi mengajarkan berbagai hal tentang Yesus (Kis. 4:21). Rasul tadi kemudian kembali ke kelompok murid-murid lainnya dan menceritakan pengalaman mereka tersebut. Dalam konteks yang seperti inilah kita harus memahami nas Kis. 4:23-31.
Maka, teks ini dipahami/ditafsir dalam beberapa bagian penting:
1) Kedaulatan Allah yang melebihi ciptaan
2) Kedaulatan Allah yang melebihi manusia
3) Kedaulatan Allah yang melampaui situasi sekarang (Berserah pada kedaulatan Allah, Keberanian berbicara, Mukjizat Penyembuhan)
4) Buah/dampak dari doa
Tafsiran Teks Kis. 4:23-31 (Fangosisi’ö)
Tidak ada informasi yang pasti tentang bagaimana persisnya adegan dalam nas ini terjadi, tidak jelas di manakah tempat mereka menceritakan perkataan para imam itu (ay. 23), demikian juga dengan bagaimana mereka berdoa, apakah hanya Petrus dan Yohanes yang berdoa, apakah semua rasul, atau semua murid, kita tidak tahu pasti. Penekanan di sini adalah pada kesatuan kelompok itu, dan bahwa doa mereka ditujukan kepada Allah Bapa. Perhatian Lukas (penulis Kisah Para Rasul) tidak tertuju pada infomasi rinci tentang peristiwa itu, tetapi pada isi peristiwa tersebut yang menggambarkan bagaimana kehidupan jemaat mula-mula.
Doa jemaat dalam nas ini terdiri dari 3 bagian yang masing-masing berisi pengakuan akan kedaulatan Allah: pertama kedaulatan Allah atas ciptaan-Nya (4:24); kedua kedaulatan Allah atas bangsa-bangsa atau umat manusia (4:25-28); dan ketiga kedaulatan Allah atas situasi zaman sekarang (4:29-30). Pada akhirnya disajikan bagaimana hasil/buah/dampak dari doa mereka (4:31).
1. Kekuasaan Allah atas Ciptaan-Nya (4:24)
Doa jemaat dalam teks ini diawali dengan kutipan dari Keluaran 20:11. “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya” (Kis. 4:24). Konteks dari nas yang dikutip ini adalah seremoni perjanjian antara bangsa Israel dengan TUHAN di gunung Sinai yang merupakan kelanjutan dari pembebasan mereka dari perbudakan di tanah Mesir. Setelah Allah mengundang bangsa Israel masuk ke dalam perjanjian-Nya (Keluaran 19:4-6), dan bangsa itu setuju memenuhi persyaratan-persyaratan yang diajukan Tuhan, maka seremoni dimulai dengan munculnya Tuhan di hadapan bangsa Israel, diikuti kemudian oleh persyaratan perjanjian yang diringkaskan dalam sepuluh hukum Taurat (Kel. 20:2-17). Khusus hukum yang berkaitan dengan hari Sabat, ada penekanan khusus di Keluaran 20:11, yang berbunyi “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”. Dengan mengutip peristiwa di gunung Sinai ini, dan secara khusus dalam kaitannya dengan hukum hari Sabat tadi, para murid Yesus sebenarnya hendak menekankan betapa luar biasanya kedaulatan atau kuasa Tuhan atas seluruh ciptaan-Nya dan atas umat pilihan-Nya itu.
Setelah diancam oleh para penguasa (mahkamah agama), orang-orang percaya menempatkan Allah di tahta-Nya dalam pengertian yang luas. Oleh karena Allah adalah Pencipta, Dia juga memiliki kuasa untuk mengontrol kekuasaan mahkamah agama Yahudi itu dan bahkan segala situasi sekarang. Lebih dari itu, Allah membuat persetujuan perjanjian dengan bangsa Israel supaya mereka menjadi milik-Nya di antara bangsa-bangsa lain. Bangsa Israel (seharusnya) menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus (Kel. 19:5-6). Dalam Keluaran 19:5, kepe-milik-an Allah atas bangsa ini terkait erat dengan kepemilikan/kedaulatan/kekuasaan Allah itu sendiri atas bumi. Jadi, bagi jemaat mula-mula yang hidup pada zaman perjanjian baru pada waktu itu, yaitu zaman Roh Kudus, meyakini bahwa kehidupan mereka seutuhnya berada dalam tangan kekuasaan Allah dan bukan di tangan mahkamah agama Yahudi, bukan juga di tangan siapa pun di dunia ini. Dengan demikian, mereka percaya bahwa mereka mewarisi janji Allah yang baru dan tidak perlu takut kepada siapa pun juga.
2. Kekuasaan Allah atas Bangsa-bangsa atau Umat Manusia (4:25-28)
Setelah dalam doa itu jemaat mula-mula mengakui kekuasaan Allah atas seluruh ciptaan, mereka kemudian fokus pada kekuasaan Allah atas bangsa-bangsa atau umat manusia. Kali ini, kutipan doa mereka berasal dari Mazmur 2:1-2. Sebelum kutipan ini, jemaat mula-mula menyatakan bahwa Roh Kudus telah memampukan para nabi-Na dan penulis kitab suci untuk memberitakan firman Tuhan. Kemudian, kutipan doa Daud, yang oleh bimbingan Roh Kudus berkata: “Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia? Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang Diurapi-Nya” (Kis. 4:25-26).
Ketika menulis dua ayat pertama dari Mazmur 2 ini, pemazmur (Daud), merenungkan bagaimana kekuasaan bangsa Mesir, Asur, dan Babilonia, yang mencoba menentang TUHAN. Bangsa-bangsa ini bersepakat untuk melawan TUHAN dan raja yang diurapin-Nya (Daud) dengan berkata: “Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita” (Mazmur 2:3). Pemazmur juga di sini membayangkan sesuatu yang hebat terjadi ratusan tahun ke depan, ketika bangsa-bangsa menentang Allah dan orang Yang Diurapin-Nya (Mesias). Inilah yang disadari oleh para murid Yesus pada waktu itu ketika mereka berkata: “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu” (Kis. 4:27-28). Baru beberapa minggu sebelumnya, para murid menyaksikan penggenapan nubuat ini, ketika mereka melihat dengan jelas penderitaan Yesus. Dengan mengutip Mazmur 2 ini, para murid menekankan hubungan antara mazmur Daud itu dengan situasi mereka saat ini, yaitu bahwa Yang Diurapi sebagaimana disebutkan di Mazmur 2 itu adalah Yesus dari Nazaret. Mereka memahami ini dengan cara: (1) menggunakan tiga gelar mesianis untuk Yesus yaitu Yang Kudus, Hamba Tuhan, dan Yang Diurapi; serta (2) menekankan karya Allah dalam peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus (Luk. 22:22; Kis. 2:23-25; 3:18), yang merupakan gema/gaung bagian kedua dari mazmur (Mazmur 2:4-6).
Sebagaimana telah kita lihat dari kutipan Keluaran tadi, jemaat mula-mula tidak mengutip sesuatu dari kitab suci terlepas dari konteksnya hanya untuk mendukung pemahaman mereka. Dengan maksud tertentu, orang-orang percaya membangun gagasan mereka atas kitab suci sebagaimana maksud aslinya dalam konteks awal dan konteks historisnya. Demikian juga dengan pengutipan Mazmur ini, selalu mencoba memahaminya dalam konteks Mazmur itu sendiri, dan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas ke depan, dan puncaknya tergenapi di dalam diri Yesus. Itulah yang tercermin dalam doa mereka dan buah dari doa mereka tersebut nanti. Maksud utama dari Mazmur 2 ini dalam pemahaman jemaat mula-mula adalah bahwa Daud menubuatkan penolakan dan kematian Yesus, Sang Mesias, dan itulah yang mereka saksikan dan beritakan. Penentangan bangsa-bangsa itu tidak pernah lepas dari kekuasaan Tuhan, dan karena itu Dia memberikan Putra-Nya, yang sekaligus berkuasa atas bangsa-bangsa. Dari tindakan Allah inilah kemudian datang orang atau bangsa dari berbagai latar belakang menyatakan ketaatan dan ibadahnya kepada Allah, Sang Raja dan Hakim. Dalam semuanya ini, kekuasaan Allah atas bangsa-bangsa atau umat manusia sangat mewarnai pikiran dan perasaan orang-orang yang berdoa di Kis. 4 ketika mereka mengutip Mazmur 2 tadi.
3. Kekuasaan Allah atas Situasi Zaman Sekarang (4:29-30)
Para murid di Kis. 4 ini tidak hanya mengakui kekuasaan Allah atas seluruh ciptaan, bangsa-bangsa atau umat manusia itu, tetapi mereka juga menggenapi Mazmur 2 dengan doa dan ibadah mereka. Dalam pengakuan akan kekuasaan tangan Allah yang mereka alami, jemaat mula-mula memegang janji Allah bahwa bangsa-bangsa akan menjadi milik kepunyaan-Nya. Mereka memahami bahwa mereka diikutsertakan dalam peristiwa kebangkitan Yesus melalui Roh Kudus, dan bahwa ketika mereka berdoa, Mesias itu sendiri berdoa juga. Mereka percaya bahwa sesungguhnya Yesus memili kesatuan spiritual dengan jemaat-Nya. Dalam pergumulan mereka itu, orang-orang percaya membuat tiga permintaan dalam doa mereka: “Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus, Hamba-Mu yang kudus” (Kis. 4:29-30). Pertama,mereka menyatakan penyerahan diri total kepada kekuasaan Tuhan; kedua, mereka meminta keberanian dalam memberitakan kebenaran firman Tuhan; dan ketiga, mereka meminta supaya Tuhan melakukan mukjizat-mukjizat penyembuhan dalam nama Yesus.
Pada akhirnya, jemaat mula-mula ini menerima atau menyaksikan buah atau hasil dari doa-doa mereka di hadapan Tuhan, dan itulah yang dicatat di ayat 31 “Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani”.
Pokok-pokok Renungan (Angerönua)
1) Hidup adalah milik Tuhan, demikian juga dengan pelayanan kepada-Nya. Kita harus mengakui hal ini, yaitu bahwa hidup dan pelayanan kita sesungguhnya berada dalam kekuasaan Tuhan. Karena itu, kita mesti menjalani kehidupan dan pelayanan kita dengan penuh keberanian sekaligus penuh penyerahan diri kepada Tuhan, Sang Pemilik.
2) Hidup dan pelayanan adalah perjuangan, dan itu adalah anugerah Tuhan. Rasul Paulus mengatakan: “Sebab kepadamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Filipi 1:29). Dengan demikian, kita menerima dan menjalani hidup serta pelayanan dengan penuh sukacita, berjuang sekuat tenaga, dan sekali lagi dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan, Sang Pemilik kehidupan dan pelayanan.
3) Tentu, kita tidak mesti memahami bahwa Tuhan pasti menjawab doa-doa kita sesaat setelah kita menyampaikan doa-doa itu. Kadang-kadang Tuhan menjawabnya langsung, kadang-kadang Dia juga menunda untuk menjawabnya, dan bahkan kadang-kadang Dia tidak menjawabnya. Mengapa? Karena segala sesuatu adalah hak milik-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mampu memaksa dan mempengaruhi Dia dalam kekuasaan-Nya itu, termasuk doa-doa kita. Namun, kita tetap percaya, bahwa Tuhan pasti menyertai orang yang percaya kepada-Nya, dan pasti menyertai hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu, doa kita setiap saat di tengah-tengah pergumulan, tantangan, dan ancaman di dunia ini adalah: “Ya Tuhan, berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu” (Kis. 4:29b).