Rancangan Khotbah Minggu, 29 Mei 2016
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
Pengakuan akan Kebesaran dan Kesetiaan TUHAN (8:22-23)
Setelah menyelesaikan pembangunan istananya dan bait Allah di Yerusalem dengan segala kemegahannya, Salomo kemudian melaksanakan acara “peresmian” yang tergolong mewah. Mendahului semua acara “peresmian” tersebut, Salomo menyampaikan doa permohonan kepada TUHAN yang isinya adalah tentang pengakuan akan kebesaran dan kesetiaan TUHAN yang tiada bandingannya dengan siapa pun juga. Kebesaran dan kesetiaan TUHAN Allah itu terlihat dari selesainya pembangunan istana raja Salomo dan pembangunan bait Allah yang megah pada zaman Salomo, persis seperti perjanjian TUHAN sebelumnya kepada raja Daud (lih. 2 Sam. 7:1-17). Di hadapan TUHAN dan di hadapan rakyatnya, Salomo mengakui bahwa keberhasilannya mendirikan kedua bangunan megah itu tidak terlepas dari campur tangan TUHAN yang begitu besar, berkuasa, dan itu semua merupakan bukti bahwa TUHAN selalu setia pada janji-janji-Nya.
Sebenarnya, pada zaman itu kondisi sosial ekonomi bangsa Israel tidak memungkinkan mendirikan kedua bangunan megah tersebut, apalagi melaksanakan upacara peresmian mewah, karena masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Namun, pada akhirnya kedua bangunan monumental tersebut selesai, dan bahkan diresmikan dengan acara yang menghabiskan biaya yang sangat besar. Dengan kondisi bangsa Israel yang tergolong miskin itu, bagaimana mungkin menyelesaikan dan meresmikan kedua bangunan itu? Dalam doanya di hadapan TUHAN dan segenap jemaah Israel, Salomo menegaskan bahwa semuanya itu adalah bukti kebesaran dan kesetiaan TUHAN bagi mereka, secara khusus bagi Salomo dan keluarga ayahnya Daud.
Pengakuan Salomo dalam doanya ini memberi penegasan bahwa ke-raja-annya itu berasal dari Allah sendiri, dengan demikian pembangunan dan peresmian istana raja dan bait Allah di Yerusalem adalah semata-mata kebesaran TUHAN saja. Ini adalah pengakuan dan penegasan yang tentunya sangat penting bagi eksistensi ke-raja-an Salomo sendiri, dan sebuah komitmen bahwa dia mempersembahkan kembali pembangunan itu bagi TUHAN Allah, dan karenanya seluruh rakyat Israel pun harus tunduk pada kebesaran Allah dimana Salomo sebagai raja yang telah ditetapkan-Nya, dan bait Allah di Yerusalem sebagai pusat peribadatan mereka.
Ini sangat penting, bahwa dalam seluruh rencana, seluruh kegiatan, bahkan seluruh keberhasilan yang kita capai, haruslah ditempatkan dalam kerangka pengakuan akan kebesaran dan kesetiaan Allah. Apa pun yang kita capai, keberhasilan dan atau kegagalan, tidak terlepas dari pengaruh kebesaran dan kesetiaan Tuhan. Benar bahwa sebagian orang berhasil karena latar belakang pendidikannya yang memadai, atau karena perjuangannya, atau karena status sosial ekonomi yang cukup baik, dst. Karena anggapan inilah banyak orang yang terlena, bahkan angkuh dengan apa yang mereka capai, namun kemudian secara perlahan dan tidak disadari mereka pun jatuh dan sulit bangkit kembali. Bahkan Salomo sendiri pun mengalaminya, awalnya dia mengakui kebesaran dan kesetiaan TUHAN Allah, namun di masa tuanya dia menjadi tidak setia kepada TUHAN, dan akhirnya dia pun jatuh, kerajaannya pecah pada masa pemerintahan anaknya Rehabeam. Benar bahwa di dunia ini ada “orang-orang besar” karena menduduki suatu jabatan tertentu, atau karena memiliki pengaruh yang kuat dalam jemaat dan masyarakat, namun harus diakui bahwa sebesar-besarnya status diri manusia tidak akan pernah mengalahkan “kebesaran” Allah. Bagi kita, dalam terang iman Kristen, kebesaran Allah itu mengalahkan segala sesuatu. Kesadaran akan hal ini akan membuat seseorang selalu mengarahkan seluruh kehidupannya hanya untuk kemuliaan Allah yang besar itu.
Supaya Segala Bangsa Mengenal & Takut akan TUHAN (8:41-43)
Doa Salomo ini kepada TUHAN juga meluas hingga ke bangsa-bangsa lain (di luar Israel). Ada penegasan dalam doa Salomo ini bahwa bait Allah di Yerusalem tidak hanya untuk bangsa Israel saja, tetapi juga untuk orang asing. Dia memohon agar TUHAN juga mendengarkan seruan doa orang asing yang datang ke rumah Tuhan itu, sama seperti Allah mendengarkan doa bangsa Israel. Hal ini menunjukkan betapa bait Allah tersebut menjadi simbol kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya bahkan bagi orang asing; bait Allah menjadi simbol penyataan diri Allah yang berkenan mendengarkan seruan setiap orang yang memohon kepada-Nya. Namun, ada hal yang sangat menarik dari doa Salomo ini, menegaskan keinginannya bagi bangsa-bangsa, yaitu “supaya segala bangsa di bumi mengenal nama TUHAN, sehingga mereka takut akan TUHAN, sama seperti umat Israel mengenal dan takut akan TUHAN”. Artinya, ibadat yang berlangsung di bait Allah itu diharapkan dapat membuat siapa pun untuk semakin mengenal dan takut akan TUHAN. Tentu, hal ini sering kontras dengan realitas pada zaman sekarang, dimana banyak orang Kristen yang semakin sering beribadat justru semakin menunjukkan tingkah laku seperti orang-orang yang tidak mengenal dan tidak takut akan TUHAN. Malah, banyak orang Kristen yang merasa lebih berkuasa dari TUHAN, kalau bisa mengatur Tuhan sesuai keinginannya. Namun, hari ini kita diajak untuk sadar bahwa hanya TUHAN sajalah yang paling besar dan setia, oleh sebab itu ibadah kita pun harus untuk kemuliaan-Nya yang besar itu, dan kehidupan kita sehari-hari mestinya menunjukkan bahwa kita ini sudah mengenal dan takut akan Tuhan.