Sunday, August 14, 2016

Bersiap Menghadapi Kemungkinan Buruk dari Berita Kerajaan Allah (Lukas 12:49-56)



Rancangan Khotbah Minggu, 14 Agustus 2016
Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo[1]

12:49   “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!
12:50   Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!
12:51   Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.
12:52   Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga.
12:53   Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”
12:54   Yesus berkata pula kepada orang banyak: “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi.
12:55   Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi.
12:56   Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?

Teks khotbah hari ini berbicara tentang 3 (tiga) serangkai misi Tuhan Yesus dalam rangka mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Untuk menyampaikan misi ini, Yesus (oleh Injil Lukas) menyampaikan pernyataan-pernyataan yang kontradiktif, menantang pendengar-Nya, membingungkan, menggelisahkan, bahkan mungkin mengganggu kenyamanan banyak orang. Pernyataan seperti ini tergambar jelas dalam teks khotbah ini, termasuk alur ceritanya, apalagi ketika Yesus berbicara tentang pertentangan atau pemisahan yang Dia bawa.

Karena itu, untuk memahami dengan lebih baik teks ini, maka kita harus sadar bahwa penulis Injil Lukas berusaha menjawab pergumulan komunitasnya sendiri (tentu pergumulannya juga). Realitas yang menjadi perhatian utamanya adalah isu tentang kekayaan dan kemiskinan, penguasa dan rakyat jelata, hidup mewah dan miskin, penundaan kedatangan Yesus kembali, dll. Berangkat dari konteks atau pergumulan seperti ini, oleh Lukas, Yesus memberi penegasan tentang misi-Nya dalam mewujudkan Kerajaan Allah tersebut, dan “nasib” yang akan dialami-Nya, sekaligus tentang realitas eskatologis di masa depan. Secara eksplisit Yesus menegaskan 3 (tiga) misi-Nya yang saling terkait (misi 3 serangkai), yaitu bahwa Dia datang untuk: (1) membawa (melemparkan) api; (2) menerima baptisan; dan (3) membawa pemisahan (pertentangan).

Misi I : Membawa (melemparkan) Api
Dalam Alkitab, api merupakan gambaran yang multivalen. Api dapat mewakili kehadiran Allah (tiang api, Kel. 13:21-22), lidah api pada saat pencurahan Roh Kudus (Kis. 2:1-4), gambaran dari penghakiman eskatologis, pemusnahan bala tentara Setan (Why. 20:7-10), menandakan penyucian/pemurnian (Za. 13:9; Mal. 3:2-3), dan Simeon menggambarkan maksud dari kedatangan Yesus di Luk. 2:34-35 “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri--,supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Jadi, maksud Yesus dengan pernyataan misi-Nya “membawa api” ini adalah bahwa kerajaan Allah yang Dia wujudkan itu menunjukkan kehadiran Allah yang sekaligus mendatangkan penghakiman dan pemurnian.

Misi II : Menerima Baptisan
Baptisan yang diterima oleh Yesus dalam teks ini tidak dalam pengertian baptisan secara umum. Melalui pernyataan-Nya ini, dan masih dalam konteks penghakiman dan penyucian (pemurnian), dengan bahasa kiasan Yesus hendak memberitahukan apa yang bakal terjadi dengan diri-Nya, yaitu tentang penyaliban-Nya, itulah sebabnya di ayat 50 dengan jelas Dia mengatakan bahwa hati-Nya susah sebelum baptisan itu berlangsung. Ini sangat menarik, sebab Orang yang mewujudkan kerajaan dan kehadiran Allah di dunia ini (yaitu Yesus) tidak sekadar memberitahukan api penghakiman dan pemurnian itu, tetapi diri-Nya sendiri sekaligus menanggung penghakiman dan pemurnian tersebut.

Misi III : Membawa Pemisahan (pertentangan)
Konsekuensi dari api + baptisan untuk penghakiman dan pemurnian yang ditanggung dan diberitakan oleh Yesus adalah terjadinya pertentangan atau pemisahan. Ini memang merupakan konsekuensi “buruk” yang tidak dapat dielakkan. Kerajaan Allah yang diberitakan-Nya menggambarkan “pemerintahan yang baru” yang diperjuangkan bukan dengan kekerasan melainkan dengan pengampunan (bnd. Luk. 11:4), bukan dengan ketakutan melainkan dengan keberanian (“jangan takut” – Luk. 1:13, 30, 2:10, 5:11, 8:50, 12:4, 7, 32,), dan bukan dengan kekuasaan duniawi melainkan dengan kerendahan hati (lih. nyanyian Maria, Luk. 1:46-55), bukan dengan segala kekayaan dan kemewahan duniawi melainkan dengan harta surgawi yang tidak dapat rusak (Luk. 12:13-34). Demikianlah gambaran pemerintahan yang baru itu, Kerajaan Allah, suatu gambaran yang berbanding terbalik dengan pemerintahan di dunia ini. Namun selalu ada risikonya: dibujuk oleh godaan kekayaan, status, dan kekuasaan; dan mereka yang memerintah saat ini (pemerintahan Romawi dan para pemimpin agama Yahudi) akan melawan/menentang kehadiran kerajaan Allah itu, sebab kerajaan Allah yang dihadirkan dan diberitakan oleh Yesus dengan segala kesederhanaannya itu (bahkan kemiskinannya) akan membawa perubahan radikal dalam kehidupan umat manusia, mulai dari keluarga; kerajaan Allah itu dengan sendirinya mendorong para “penduduknya” (pengikut Yesus) untuk memutuskan hubungan dengan semua yang selama ini mereka cintai, atau paling tidak mereka harus meninggalkan sebagian bahkan semua kebiasaan dan kenyamanan mereka selama ini, termasuk kekayaan, kenikmatan dan kesenangan hidup, serta kekuasaan duniawi. Oleh sebab itu, Yesus – walaupun secara prinsip hendak mewujudkan pemerintahan yang penuh dengan kedamaian – namun dalam faktanya juga “terpaksa” membawa pertentangan atau pemisahan, yang bisa saja berakibat pada terganggunya relasi dalam keluarga yang selama ini sudah sangat akrab (mis. selama ini ada keluarga yang sudah terbiasa nyaman dengan segala kemudahan dan kemewahan karena “berkat” Tuhan melalui pekerjaan sang suami/istri/ayah, lalu ybs mengambil keputusan untuk mencukupkan dirinya dengan gajinya, tidak lagi melakukan korupsi, dll, dan tentu hal ini berdampak pada penghasilan keluarga, berdampak lagi pada pemenuhan kebutuhan dan kemewahan seisi keluarga itu. Apakah itu tidak menjadi persoalan?).

Ketiga misi Yesus dalam rangka mewujudkan kerajaan Allah inilah yang tidak diketahui oleh orang banyak pada waktu itu, bahkan tanda-tandanya saja pun tidak diketahui, padahal mereka bisa melihat, menilai, atau membedakan tanda-tanda alam (hujan atau panas). Itulah sebabnya Yesus mengecam mereka, bahkan menyebut mereka sebagai orang-orang munafik, pura-pura tidak tahu dengan tanda-tanda kedatangan kerajaan Allah yang sudah ada di hadapan mereka, mereka masih berada dalam paradigma lama, mengharapkan pemerintahan baru dengan bendera atau senjata perang, padahal Yesus mewujudkan pemerintahan baru itu dengan jalan yang tidak biasa, jalan kesederhanaan, jalan penderitaan, dan jalan salib. Inilah yang tidak bisa diterima oleh akal manusia, apalagi pada zaman sekarang yang sudah terbiasa dengan segala kemudahan, kenyamanan, kesenangan dan kemewahan, sulit menerima dan menjalani kesederhanaan, kesulitan, penderitaan, dan sejenisnya. Mengikut Yesus, tidak hanya sekadar meninggalkan perangkap kekuasaan dan kenikmatan duniawi ini, tetapi juga sudah dapat menyiapkan diri untuk menghadapi suatu perlawanan, pertentangan, bahkan pemisahan karena tidak semua orang berkenan menerima kerajaan Allah seperti yang diberitakan oleh Yesus.
Selamat berefleksi, Tuhan memberkati.


[1] Khotbah Minggu, 14/08/2016, kebaktian siang BNKP Jem. Denninger

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...