Rancangan Khotbah Minggu, 21 Agustus 2016
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
58:9 Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,
58:10apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.
58:11TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.
58:12Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan “yang memperbaiki tembok yang tembus”, “yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni”.
58:13Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat “hari kenikmatan”, dan hari kudus TUHAN “hari yang mulia”; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong,
58:14maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya.
Dalam sejarahnya, bangsa Israel pernah mengalami kehancuran yang luar biasa, kota suci Yerusalem dan bait Allah yang dibangun oleh Salomo dihancurkan, termasuk tembok Yerusalem yang terkenal itu, dan banyak penduduknya yang dibuang ke Babel selama puluhan tahun. Namun, oleh kasih karunia Tuhan, mereka akhirnya kembali ke tanah leluhur mereka di Israel. Sayang sekali, sekembalinya di Yerusalem, mereka menghadapi berbagai permasalahan dan rintangan terutama kondisi kota Yerusalem dan sekitarnya yang telah menjadi reruntuhan. Mereka juga harus membayar upeti kepada Persia, sehingga kondisi perekonomian cukup memprihatinkan.
Di sisi lain, bangsa itu rajin melakukan kegiatan ibadah sebagaimana tradisi atau ritus-ritus keagamaan mereka. Mereka mencari Tuhan dan hukum-hukum-Nya serta melakukan ibadah puasa sebagai tanda perendahan diri dan memohon belas kasih Tuhan (ay 2-3), dan mereka merayakan hari Sabat (ay. 13-14). Sayang sekali, meskipun mereka giat melakukan kegiatan ibadah itu, namun Tuhan tidak mengindahkan ibadah mereka tersebut. Bahkan, Tuhan pun tidak memperhatikan doa dan permohonan mereka. Mengapa? Karena orang-orang Yahudi dan para pemimpinnya (yang tadinya rajin beribadah itu) melakukan tindakan ketidakadilan, penindasan, dan ketidakpedulian kepada orang lain, terutama mereka yang miskin. Benar bahwa mereka menaati segala tuntutan hukum keagamaan mereka termasuk hukum Sabat, namun itu hanya formalitas dan rutinitas saja, hanya ada di bagian luarnya, sementara wujud nyata dari “ibadah keagamaan” itu tidak nampak dalam kehidupan mereka. Tindakan mereka terhadap orang lain, penindasan, ketidakpedulian, suka mencemooh, suka menyalahkan orang lain, dll, justru telah menodai kehidupan keagamaan mereka, telah menjadi noda besar dalam perayaan hari Sabat mereka. Benar bahwa mereka berpuasa, menahan lapar, namun mereka tidak berbagi dan tidak peduli kepada orang-orang di sekitar mereka yang masih kelaparan, yang harus menahan lapar bukan karena puasa melainkan karena memang tidak ada makanan bagi mereka. Bagi Tuhan, ibadah yang tidak berdampak positif bagi sesama adalah ibadah yang palsu (58:1-5).
Oleh sebab itu Yesaya menyerukan pertobatan serius dari umat Tuhan, pertobatan yang berwujud pada penyelarasan antara ketaatan pada ritus dan hukum keagamaan dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Yesaya, doa dan permohonan mereka tidak dijawab oleh Tuhan karena pola kehidupan ibadah mereka yang palsu itu, sebab Tuhan sungguh-sungguh tidak menyenangi ibadat yang tidak diikuti dengan tindakan kebaikan terhadap sesama. Tuhan tidak berkenan terhadap ibadah puasa dan perayaan hari Sabat yang tidak diikuti dengan tindakan pengasihan terhadap mereka yang membutuhkan. Tuhan akan menghukum orang-orang yang dari luarnya seperti memuji Tuhan tetapi di tempat lain justru suka menindas, menekan, dan mempersulit orang lain.
Ibadah yang benar adalah ibadah yang pada satu sisi menunjukkan ketaatan pada ritus dan hukum keagamaan (perayaan, puasa, Sabat, dll) dan pada sisi lain mewujudnyatakannya dalam kehidupan sosial dengan sesama terutama mereka yang miskin, menderita, dan tertindas. Di ayat 9-10 Yesaya menyebutkan sejumlah tindakan ibadah yang sesungguhnya:
· Tidak mengenakan kuk kepada sesama, artinya tidak memaksa orang lain untuk tunduk/takluk/taat kepadanya, sebaliknya membebaskan mereka (ay. 9);
· Tidak lagi suka mencari-cari kesalahan/kelemahan orang lain sementara kesalahan/kelemahan diri sendiri tidak diperhatikan, tidak lagi suka memfitnah (ay.9);
· Berbagi dengan orang lapar dan memuaskan hati orang yang tertindas (ay. 10).
Ibadah yang benar itu tidak akan sia-sia, mereka sendiri akan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Teks khotbah hari ini menyebutkan sejumlah hasil positif yang mereka dapatkan kalau beribadah dengan benar, mulai dari jawaban Tuhan atas doa dan permohonan mereka (ay. 9), hingga berkat Tuhan yang berkelimpahan atas mereka bahkan dalam kegelapan sekalipun (ay. 10.14).
Apakah kita merindukan kehidupan yang lebih baik? Kehidupan yang menyenangkan? Kalau ya, maka langkah pertama dan utama adalah dengan menyenangkan Tuhan sendiri. Bagaimana caranya menyenangkan Tuhan menurut firman Tuhan pada hari ini? Yakni dengan ibadah yang benar, yaitu ibadah yang selalu diikuti dengan tindakan nyata yang positif terhadap orang lain di sekitar kita. Tidak mungkin kita mengharapkan sesuatu yang baik kalau kita sendiri pun tidak mau melakukan yang baik di hadapan Tuhan dan sesama. Jangan pernah bermimpi mendapatkan sesuatu yang menyenangkan kalau kita sendiri pun tidak rela menyenangkan hati Tuhan dan sesama. Memuji Tuhan dan bahkan berdoa setiap saat di gereja, di rumah, dan di mana saja, tidaklah cukup; kesempurnaan ibadah itu akan terlihat melalui aksi nyata kita terhadap sesama, terutama terhadap mereka yang membutuhkan. Kalau kita melakukan ini, menyelaraskan ibadah keagamaan dengan tindakan nyata, maka Tuhan berjanji: “Engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan” (Yes. 58:11c).
Tidak mau kecewa? Maka, jangan kecewakan Tuhan!
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?