Khotbah Minggu Adven I, 27 Nopember 2016
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]
2:1 Firman yang dinyatakan kepada Yesaya bin Amos tentang Yehuda dan Yerusalem.
2:2 Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana,
2:3 dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.”
2:4 Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.
2:5 Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN!
Berbagai cara biasanya dilakukan oleh orangtua untuk mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik. Ketika anak-anak misalnya nakal, kadang-kadang orangtua membimbing mereka dengan marah, tujuannya supaya mereka takut dan kemudian berhenti dari kenakalannya. Namun, kadang-kadang juga orangtua memakai pendekatan lain, membimbing anaknya yang nakal itu dengan cara menjanjikan sesuatu yang menyenangkan, tujuannya adalah supaya anak tersebut berkenan meninggalkan kenakalannya karena berharap akan mendapatkan sesuatu yang menyenangkan sesuai dengan janji orangtuanya itu. Saya kira mendidik anak dengan pendekatan-pendekatan seperti ini sama-sama benar, dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah “punishment and reward”.
Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Allah kepada bangsa Israel pada zaman nabi Yesaya. Allah mendidik mereka dengan berbagai cara, supaya mereka menjadi baik sebagai umat pilihan TUHAN. Pada zaman nabi Yesaya ini tingkah laku bangsa Israel sebenarnya sangat menyusahkan hati TUHAN. Dalam pasal 1 kitab Yesaya ini misalnya, disebutkan dengan sangat jelas bagaimana perbuatan mereka yang sangat bobrok itu. Mereka melakukan berbagai tindakan ketidakadilan (bnd. Yes. 1:15-17, 21-23), dan melakukan ibadah yang palsu (Yes. 1:11-14). Saking jahatnya, bangsa Israel ini digambarkan lebih buruk dari binatang, “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya” (Yes. 1:3). Itulah sebabnya Yesaya memberitakan amarah dan kecaman TUHAN atas mereka, supaya bangsa itu bertobat dan kembali ke jalan TUHAN. Sama seperti yang kadang-kadang dilakukan orangtua tadi kepada anaknya yang nakal, TUHAN pun sangat marah ketika umat pilihan-Nya, anak kesayangan-Nya bertingkah laku jahat.
Namun, cara kedua pun dipakai oleh TUHAN untuk membimbing umat-Nya yang “nakal” itu, yaitu menjanjikan sesuatu yang sangat baik di masa depan, namun dengan ajakan mereka mau berjalan di dalam terang TUHAN (2:5). Itulah yang tergambar dalam teks renungan kita pada hari ini (2:1-5). Setelah TUHAN marah, sekarang Dia mengajak umat-Nya untuk melihat bahwa di masa yang akan datang tanah tempat mereka berada, secara khusus gunung tempat rumah TUHAN mereka akan menjadi semacam “pusat dunia”, dan mereka akan menikmati itu semua kalau mereka bertobat, kalau mereka berjalan di dalam terang TUHAN.
Disebutkan bahwa pada hari-hari terakhir, tanah Yehuda dan Yerusalem akan mengalami masa-masa keemasan, dimana semua orang dari berbagai belahan dunia akan mengarahkan dirinya ke tanah TUHAN itu, sebab mereka percaya bahwa dari TUHAN sajalah sumber pengajaran/hikmat yang benar (2:3), kebalikan dari perlakuan manusia yang suka membodoh-bodohi sesamanya terutama membodoh-bodohi yang lemah; sumber pengadilan yang sangat adil (hakim dan wasit, 2:4), menggantikan sistem pengadilan Israel yang pada zaman itu sangat tidak adil; dan sumber damai sejahtera yang abadi sampai-sampai alat-alat perang pun berubah fungsi menjadi alat-alat pertanian, menggambarkan kehidupan yang tenang, damai dan sejahtera (2:4). Diharapkan, dengan janji-janji yang sangat menggiurkan ini, umat Israel akan berjalan di dalam terang TUHAN, dan tidak lagi hidup dalam kebejatan mereka.
Penggenapan dari janji TUHAN ini masih belum terpenuhi pada zaman Yesaya, bahkan mungkin sampai sekarang; orang Yehuda pada masa Yesaya ini masih jauh dari zaman itu. Yerusalem sama sekali masih belum ditinggikan, malah tenggelam dan dikuasai oleh bangsa asing. Mengapa? Karena mereka tidak menjadi keturunan Yakub sebagaimana mestinya, tidak berjalan dalam terang TUHAN (bnd. ay. 5). Pada masa ini, mereka malah tetap pada kekerasan hatinya, memperlakukan diri dan bangsa mereka sebagai “keturunan yang jahat-jahat” (1:4). Walaupun demikian, Yesaya tetap semangat meyampaikan nubuat ini untuk memotivasi bangsanya supaya mereka hidup dalam terang TUHAN.
Firman Tuhan pada hari ini merupakan nubuatan tentang kehidupan yang sangat baik di masa yang akan datang, dengan harapan bahwa melalui janji kehidupan yang lebih baik ini kita pun segera berbenah, melakukan perbaikan diri, sehingga pada akhirnya kita dilayakkan menikmati kehidupan yang amat baik itu.
Kita pun akan menikmati kehidupan yang amat baik itu, akan menikmati “masa-masa kejayaan” itu kalau kita hidup di dalam terang TUHAN. Analoginya sederhana, kita hanya dapat menikmati terang listrik kalau kita berada di tempat yang ada aliran listriknya. Jadi, kalau ada pertanyaan kapan dan di mana kita dapat menikmati kehidupan yang amat baik seperti dijanjikan TUHAN itu? Jawabannya sederhana, kapan saja dan di mana saja, yang penting kita tetap hidup dan berjalan di dalam terang TUHAN. Jangan pernah bermimpi akan kehidupan yang lebih baik kalau kita sendiri justru sering menciptakan kehidupan yang buruk, buruk bagi diri sendiri, buruk juga bagi sesama. Jangan pernah bermimpi negeri ini atau daerah kita akan maju kalau kita sendiri pun malah menjadi “serigala” bagi sesama.
Hari ini, TUHAN mengajak kita dengan cara yang baik-baik, dengan pendekatan yang lembut, sama seperti orangtua yang “merayu” atau “membujuk” anaknya untuk berhenti dari kenakalannya, dengan menjanjikan sesuatu yang menyenangkan baginya. Anak yang tahu diri tentu akan segera meresponi ajakan/bujukan orangtuanya itu dengan berbuat baik, dan orangtuanya pun pasti memenuhi janjinya.
Maka, jangan tunggu TUHAN memakai cara “keras” untuk mengajak/membujuk kita ke jalan yang benar. Sekali lagi, hari ini Tuhan mengajak kita dengan cara yang lembut, membujuk kita dengan baik-baik, supaya menjalani kehidupan kita dengan cara yang benar, dan pada akhirnya pun kita akan menikmati kehidupan yang amat baik, jauh dari kepalsuan, jauh dari pembodohan, jauh dari ketidaknyamanan, dan jauh dari ancaman perang. Karena itu, selagi baik-baik, kita tidak perlu “jual mahal”, jangan seperti “kucing, semakin dielus semakin menjadi”. Mari kita sambut janji dan ajakan Tuhan yang amat baik itu dengan “berjalan di dalam terang TUHAN” (Yes. 2:5).