Saturday, March 14, 2020

Mengeluh dalam Pengharapan (Roma 8:18-25)

Khotbah Minggu, 15 Maret 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo[1]


Dunia saat ini sedang dilanda wabah virus corona, yang diproklamasikan oleh WHO sebagai pandemi global. Beberapa negara sudah melakukan tindakan lockdown dengan maksud mencegah penyebaran virus yang semakin meluas dan begitu cepat. Di Indonesia sendiri sudah hampir 100 orang yang terinfeksi virus ini, termasuk menteri perhubungan. Beberapa kota, seperti Solo, Jakarta, dan Depok, meliburkan sekolah sekitar 2 minggu, dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang ditunda untuk sementara waktu. Tradisi bersalaman pun disarankan tidak dilakukan, sekali lagi ini dimaksudkan untuk mencegah penularan dan penyebaran virus. Kita masih belum melakukan tindakan lockdown, baru level slowdown dengan membatasi sebisa mungkin interaksi yang tidak terlalu penting, sebab penularan dan penyebaran virus ini paling banyak terjadi karena kontak dengan orang lain. Tindakan ini tidak dimaksudkan untuk selfish, tetapi dalam rangka self-care. Walaupun belum terjadi kepanikan yang luar biasa, tetapi muncul kegelisahan bahkan ketakutan dalam menghadapi situasi yang tidak pasti ini. Seluruh dunia mengeluh diliputi kecemasan, apalagi belum ditemukan vaksin yang paling ampuh untuk virus yang satu ini. Kita tidak tahu kapan situasi menggelisahkan ini berakhir. 

Sebenarnya, virus ini hanyalah salah satu dari sekian banyak sumber kecemasan dan ketakutan kita sehari-hari. Setiap orang memiliki masalah, setiap orang tidak bebas dari penderitaan. Tuhan Yesus dan para rasul pun, termasuk rasul Paulus mengakui bahwa manusia tidak luput dari berbagai persoalan dan penderitaan. Itu merupakan bagian dari kehidupan kita umat manusia, bahkan Yesus sendiri pun pernah mengalami penderitaan yang luar biasa sampai mati di kayu salib.

Bagaimana kita menyikapi itu semua? Ada berbagai sikap yang muncul: ada yang begitu takut dan cemas, ada juga yang terlalu yakin mengatakan bahwa orang beriman tidak akan terkena virus ini, atau, kita harus tetap percaya bahwa Tuhan akan meluputkan orang percaya dari setiap persoalan. Ada yang tidak peduli dengan apa pun yang sedang terjadi di sekitarnya, ada juga yang tidak tahu sama sekali apa yang sedang terjadi di dunia ini, dll.

Namun demikian, wabah/pandemi virus Corona dan apa pun persoalan hidup ini, mengingatkan kita bahwa manusia amatlah rapuh, tidak ada yang terlalu kebal terhadap berbagai macam virus, penyakit atau persoalan kehidupan. Kita ini terlalu rapuh untuk menghindari sakit dan penyakit. Sedapat mungkin kita harus menjaga kesehatan, namun di ujung hari itu, kita akan tergeletak di ambang hidup dan mati, entah karena virus Corona atau sebab lain. Kita tidak perlu menyangkal kerapuhan kita, sebab Allah sendiri di dalam Kristus pernah memasuki kerapuhan manusiawi kita sebagai manusia sejati yang rapuh pula. Kita memang menghadapi berbagai persoalan bahkan ancaman yang kadang amat menakutkan, dan itu semua bagian dari proses panjang kehidupan kita. Demikianlah hidup, kadang penuh kegembiraan dan tawa, tetapi kadang pula penuh dengan keluhan lirih, rintihan yang mungkin saja tak terucap dengan jelas, kita semua, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus tadi, sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Selama kita hidup di dunia ini, keluhan, rintihan, bahkan jeritan selalu muncul dari hati dan mulut kita, sebab persoalan dan penderitaan tidak pernah berakhir, namun apa yang terjadi saat ini bukanlah akhir segala-galanya.

Kembali pada kerapuhan manusia tadi, ini juga penting kita sadari. Manusia itu rapuh, rentan terhadap berbagai persoalan, virus dan penyakit, godaan dan jebakan. Kita ini rapuh, sadarilah itu, jangan terlalu percaya diri (over confidence), sebab suatu saat jatuh maka sulit menerima realitas itu, sulit untuk bangkit kembali. Kita ini rapuh, pekerjaan dan usaha kita pun rapuh … sadarilah itu … dan kesadaran akan kerapuhan ini harusnya mendorong kita untuk selalu berserah kepada Tuhan, menempatkan semua situasi kita dalam naungan pertolongan dan kekuasaan Tuhan. Dengan demikian, kita dapat bangkit kembali walaupun kadang-kadang mengalami aneka kesulitan dan penderitaan. Berserah penuh kepada Tuhan berarti setiap saat menyampaikan keluh kesah kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya. Berserah kepada Tuhan juga berarti takut akan Tuhan dan siap hidup menurut kebenaran Tuhan.

Bagaimana seharusnya keluhan, rintihan, dan jeritan orang-orang percaya? Menurut Paulus, sederhana saja, mengeluh dalam pengharapan, merintih dalam pengharapan, menjerit dalam pengharapan. Pengharapan yang bagaimana? Pengharapan yang memang tidak terlihat, tetapi dapat memberi kepastian kepada kita bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Dengan pengharapan yang seperti ini maka keluhan-keluhan tersebut tidak melemahkan kita tetapi justru mendorong kita untuk semakin bertekun dalam penantian akan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita di dalam Kristus Yesus.


[1] Khotbah Minggu, 15-03-2020, Kebaktian sore (kebaktian ke-4) BNKP Jemaat Kota Gunungsitoli

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...