27 mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua.
28 Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun.
29 Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua.
30 Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya.
31 Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.
32 Ingatlah akan isteri Lot!
33 Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.
34 Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.
35 Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan."
36 (Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.)
37 Kata mereka kepada Yesus: “Di mana, Tuhan?” Kata-Nya kepada mereka: “Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar.”
Pada teks khotbah ini, Yesus berbicara tentang kedatangan Anak Manusia kelak, dengan maksud supaya para pendengar-Nya tidak terjebak dalam berbagai tanda yang dianggap sebagai tanda kedatangan-Nya. Hal ini jelas terlihat pada perkataan Yesus di ayat 20, “… Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah”. Yesus mengingatkan para pendengar-Nya, dulu dan kini, bahwa kedatangan Anak Manusia tidak ditentukan oleh tanda apa pun, termasuk tanda-tanda yang tampaknya mengerikan, di luar akal manusia dan atau menakjubkan. Untuk mendukung peringatan-Nya ini, Yesus membandingkannya dengan dua peristiwa populer dalam perjanjian lama, yaitu Air Bah pada zaman Nuh (Kej. 6-7), dan kehancuran Sodom dan Gomora (Kej. 19).
Sama Seperti pada Zaman Nuh dan Lot (17:26-30)
Dengan sangat jelas, Yesus menceritakan bagaimana peristiwa Air Bah terjadi pada zaman Nuh. Cerita Air Bah ini sendiri selengkapnya dapat dibaca di kitab Kejadian 6-7. Yesus tidak menuturkan seluruh cerita Air Bah itu, Dia hanya menyebutkan bagian penting dari peristiwa tersebut yang relevan dengan pengajaran-Nya tentang kedatangan Anak Manusia. Dia meringkas seluruh cerita Air Bah tersebut dalam satu kalimat panjang, “sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua” (Luk. 17:26-27).
Tidak cukup hanya dengan satu contoh saja, Yesus pun kemudian melengkapi komparasi atas kedatangan-Nya tersebut dengan cerita tentang kehancuran Sodom dan Gomora. Cerita lengkap tentang Sodom dan Gomora ini dapat dibaca di kitab Kejadian 18:16 – pasal 19. Untuk keperluan pengajaran-Nya tentang kedatangan Anak Manusia kelak, Yesus pun meringkas seluruh peristiwa kehancuran Sodom dan Gomora tersebut dalam dua kalimat, “Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua” (Luk. 17:28-29).
Walaupun Yesus menggunakan dua cerita di sini, tetapi isi dari keduanya sama, kedua peristiwa tersebut memiliki dua elemen yang sama yang dapat dijadikan sebagai pembanding penting bagi kedatangan Anak Manusia kelak. Kedua elemen dimaksud adalah: (1) orang-orang (baik pada zaman Nuh maupun pada zaman Lot) menjalani kehidupan normal mereka, seolah-olah tidak ada yang akan terjadi, seolah-olah tidak akan ada peristiwa yang luar biasa; (2) dalam situasi normal tersebut, kehancuran dari Tuhan terjadi secara tiba-tiba tanpa didahului dan atau diikuti oleh tanda peringatan khusus.
Lalu, Yesus pun menyimpulkan bahwa kedatangan-Nya kelak sama seperti kedua peristiwa tersebut, “Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya” (Luk. 17:30). Di sini, Yesus menegaskan bahwa Dia datang atau Dia menyatakan diri kelak pada situasi dimana manusia sedang menjalani kehidupan normal mereka, berbagai kegiatan manusia tetap berjalan seperti biasa, tidak ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti dilakukan pada masa Pandemi Covid-19 ini, tidak ada penyekatan apalagi isolasi wilayah tertentu, tidak ada lockdown seperti dilakukan oleh beberapa negara karena penyebaran virus corona yang semakin masif. Semua berjalan normal, manusia masih makan dan minum, bekerja (membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun), bahkan kegiatan kawin dan dikawinkan tetap berjalan seperti biasa, tidak ada perlakuan istimewa pada masa-masa menjelang kedatangan Anak Manusia tersebut.
Tetapi, di sinilah sering muncul persoalan, manusia tidak siap menyongsong kedatangan Yesus kelak karena tidak ada peringatan dini atas kedatangan-Nya tersebut. Sama seperti pada zaman Nuh atau Lot, kebanyakan orang “mengolok-olok” Nuh atau Lot yang pada waktu itu mungkin terlihat cukup sibuk dengan kegiatan atau persiapan yang dianggap “lucu” oleh masyarakat banyak. Nuh yang sibuk dengan pembuatan bahteranya, dan Lot yang sibuk mengajak keluarganya pergi keluar dari Sodom, dapat saja dianggap sebagai orang yang paranoid, atau malah dianggap sebagai orang “gila”. Dalam masyarakat kita sekarang pun, orang-orang yang berusaha taat pada protokoler kesehatan karena pandemi Covid-19, sering dianggap paranoid (parno), mengada-ada, lucu, atau menggelikan. Nah, banyak orang yang “jatuh” bukan pada saat berada dalam situasi terjepit, melainkan ketika sedang menjalani dan menikmati kehidupan normalnya dengan nyaman. Demikianlah dengan kedatangan Anak Manusia kelak, terjadi secara tiba-tiba ketika manusia sedang menjalani kehidupannya secara normal, ketika kenormalan hidup itu “meninabobokan” manusia hingga jatuh ke dalam kehancuran, sama seperti orang banyak di sekitar Nuh atau Lot pada zaman dulu.
Ingatlah akan isteri Lot! (17:31-33)
Setelah membuat perbandingan kedatangan-Nya kelak dengan dua peristiwa populer dalam PL, Yesus kemudian meneruskan peringatan-Nya kepada murid-murid-Nya. Yesus mewanti-wanti para pendengar-Nya bahwa ketika Hari itu tiba-tiba muncul, mereka tidak perlu terburu-buru atau berpaling untuk mendapatkan atau membawa sesuatu. Yesus berkata: “Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. Ingatlah akan isteri Lot! Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya (Luk. 17:31-33).
Tidak dapat dipungkiri memang bahwa ketika suatu peristiwa besar terjadi, terutama peristiwa yang “mengerikan/menakutkan”, maka otomatis banyak orang yang panik, atau terburu-buru atau berpaling untuk mendapatkan atau membawa sesuatu yang dianggap berharga baginya. Dengan tetap berempati kepada keluarga para korban bencana alam di Nias beberapa tahun yang lalu, atau pun di tempat lain, dan tanpa bermaksud menyesali atau menyalahkan para korban tersebut, saya masih ingat bagaimana beberapa orang pada awalnya “selamat” dari peristiwa menakutkan itu, tetapi kemudian menjadi korban setelah kembali ke dalam bangunan atau masih belum keluar dari dalam bangunannya karena hendak mengambil sesuatu atau seseorang yang berharga baginya. Menurut Yesus, hal-hal seperti ini harus diperhatikan dengan cermat, supaya tidak ada penyesalan nanti, atau supaya kita tidak menjadi “korban” kecerobohan kita sendiri. Dalam perspektif yang lebih Injili, peringatan dari Yesus ini hendak mengatakan bahwa orang-orang yang hanya peduli dengan materi akan dimusnahkan, dan hanya mereka yang menantikan kedatangan Tuhan sepenuh hati yang akan diselamatkan.
Lalu, apa maksud Yesus mengaitkan peringatan-Nya tersebut dengan istri Lot? Baiknya, kita melihat bagian teks yang diacu oleh Yesus:
Sesudah kedua orang itu menuntun mereka sampai ke luar, berkatalah seorang: “Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap.” Matahari telah terbit menyinari bumi, ketika Lot tiba di Zoar. Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah. Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam (Kej. 19:17, 23-26).
Jadi, apa yang terjadi dengan istri Lot? Dia berhenti dan berbalik, terpaku oleh kehancuran yang menghujani kota kelahirannya. Kita memang tidak tahu berapa lama dia berhenti memandang kembali kota “kesayangannya” itu, kota dengan ribuan kesan bagi dirinya. Lot dan kedua anak perempuannya berangkat dengan cepat, tetapi istri Lot sendiri berhenti dan melihat ke belakang ke arah kota yang penuh kenangan itu baginya, rasanya sulit untuk melupakannya, sulit untuk meninggalkannya, tetapi tindakannya itu jelas melanggar perintah malaikat. Apakah tubuh istri Lot, karena berhenti melihat ke arah kota Sodom dan Gomora, menjadi berlapis dengan garam kimia yang biasanya turun ketika terjadi bencana alam seperti letusan gunung berapi? Bisa saja, tetapi penulis Alkitab memahaminya sebagai bagian dari hukuman Allah atas kota/orang yang tidak rela melepaskan kenikmatan duniawinya. Yesus pun mengingatkan para pendengar-Nya, bahwa setiap orang yang lebih “mencintai” atau lebih menautkan dirinya dengan materi, akan mengalami kebinasaan, dan hanya mereka yang lebih berfokus pada penantian kedatangan Tuhan yang akan diselamatkan. Bagi penulis injil Lukas sendiri, peringatan Yesus ini dianggap penting untuk memperingatkan orang-orang pada zamannya yang terlalu nyaman bahkan tenggelam dalam kenikmatan kekayaan dunia tanpa memedulikan orang-orang miskin di sekitar mereka. Ketidakrelaan mereka membebaskan diri dari “kenangan/kenikmatan” duniawi (seperti istri Lot) justru telah menjadi jerat yang tidak menyelamatkan mereka. Demikianlah hidup ini, apalagi menjelang kedatangan Yesus kembali, akan binasa kalau tidak ditautkan seutuhnya dengan Yesus. “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya” (Luk. 17:33).
Yang seorang akan diambil, yang lain akan ditinggalkan (17:34-36)
Setelah itu, Yesus menyajikan sesuatu yang yang cukup membingungkan. “Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan” (Luk. 17:34-35).
Bayangkanlah situasinya, pada malam hari, dua orang yang tidur di tempat tidur yang sama, begitu dekat dan akrab, tetapi kemudian akan “dipisahkan” ketika Anak Manusia itu datang. Demikian juga dengan dua perempuan yang sama-sama menggiling atau mengilang (mungkin biji-bijian), bekerja sambil mengobrol akrab, tetapi kemudian keduanya dipisahkan. Yang seorang akan diambil/dibawa, sedangkan yang satu lagi akan ditinggalkan. Kita tidak tahu siapa di antara mereka yang dibawa dan siapa yang ditinggalkan; keduanya pun sama-sama tidak tahu. Ketika peristiwa kedatangan Anak Manusia itu terjadi, keduanya (baik yang tidur maupun yang mengilang) sama-sama sedang melakukan kegiatan normal, sama seperti yang biasa terjadi sebelumnya. Tidak ada peringatan khusus atau pemberitahuan kepada keduanya atau salah satunya, sehingga tanpa terduga “yang seorang dibawa, dan yang lainnya ditinggalkan”. Diambil/dibawa ke mana? Lalu, ditinggalkan untuk tujuan apa? Tidak ada petunjuk yang jelas di sini, cukup membingungkan.
Namun demikian, kalau melihat konteksnya, secara khusus cerita tentang Banjir Bah dan Sodom-Gomora tadi, tampaknya yang satu dibawa ke dalam “bahtera Nuh”, atau dibawa “keluar dari kota Sodom dan Gomora”. Untuk apa? Ya, untuk menyelamatkannya, sementara yang satu tinggal dalam “kehancuran” (bnd. Mat. 24:37-41). Cukup menyedihkan kalau peristiwa itu terjadi, “yang satu dibawa (ke dalam keselamatan), sedangkan yang lain ditinggalkan (dalam kehancuran atau penghakiman ilahi)”. Pola yang sama juga terungkap di ayat 36 “(Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan)”, yang tampaknya teks tambahan kemudian.
Di sana Burung Nasar akan Berkerumun (17:37)
Bagian terakhir ini merupakan respons Yesus atas pertanyaan murid-murid-Nya, “Di mana, Tuhan?” Kata-Nya kepada mereka: “Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar.”
Harus diakui bahwa bagian ini sulit untuk dipahami, terutama generasi yang hidup di era kontemporer ini. Yesus tidak langsung memberi tahu “lokasi” yang ditanyakan oleh murid-murid-Nya. Yesus malah menyampaikan sebuah perumpamaan singkat tentang burung nasar, burung yang biasa terdapat di daerah Palestina dan sekitarnya pada zaman dulu. Burung ini memang terkenal sebagai burung pemakan bangkai, makanya sering disebut sebagai burung bangkai. Di Timur Dekat Kuno, burung elang dan burung nasar sama-sama memakan bangkai dan dianggap najis (lih. Imamat 11:13; Ulangan 14:12). Dalam perumpamaan singkat ini Yesus mengacu pada pola hidup burung nasar secara umum yang berputar-putar tinggi di atas bangkai. Burung-burung ini sangat besar, dengan lebar sayap enam kaki, dan terbang dengan luar biasa. Ketika satu burung nasar melihat hewan yang mati atau sekarat, dia akan terbang berputar-putar di atas tempat hewan yang mati/sekarat tersebut, dan dari jauh burung nasar yang lain akan melihatnya berputar-putar, kemudian mereka bergabung dengannya. Ketika hewan itu mati, burung nasar pun turun untuk memakannya.
Yesus memakai perumpamaan singkat tentang burung nasar ini untuk menjawab pertanyaan murid-murid-Nya. Dalam perumpamaan singkat ini, Yesus mengacu pada pengumpulan dan pengepungan burung nasar di mana mereka menemukan bangkai, menjadi tanda lokasi bangkai tersebut, tanda yang dapat dilihat dari jauh. Melalui perumpamaan ini Yesus hendak memberi tahu murid-murid-Nya bahwa kedatangan-Nya kelak pada akhirnya akan menjadi jelas, sama seperti kehadiran bangkai yang ditunjukkan oleh burung nasar yang terbang berputar-putar dan berkerumun di sekitar atau di atas bangkai tersebut. Ini agak bertentangan dengan ayat-ayat sebelumnya yang menegaskan bahwa tidak ada tanda-tanda lahiriah yang dapat dijadikan patokan dalam kedatangan Anak Manusia. Bagaimanapun juga, Yesus tidak membiarkan para pendengar-Nya tinggal dalam ketidaktahuan sama sekali, Dia masih tetap memberi sedikit petunjuk tentang kedatangan-Nya kelak, walaupun masih membingungkan.
Apa artinya bagi kita?
Yesus datang pada saat kehidupan sedang berjalan normal, mungkin juga ketika kita tidak “mengharapkan” Dia datang untuk saat ini. Kita sudah tahu bahwa Anak Manusia akan datang dengan tiba-tiba, tanpa pemberitahuan, tanpa peringatan dini. Tidak ada alat khusus yang mampu memberi peringatan dini kepada kita ketika Yesus datang seperti misalnya alat peringatan dini tsunami. Kenikmatan duniawi, atau apa pun yang kita miliki, tidak akan menjamin bahwa kita akan “dibawa” ke dalam keselamatan itu, bisa jadi malah menjadi “jerat” bagi kita. Kita tidak tahu kapan dan di mana lokasinya ketika Yesus datang kembali, tetapi toh kita sudah diperingatkan untuk menyiapkan diri, untuk waspada, dan jangan sampai terbuai dalam kehidupan spiritual yang semu, atau kekeringan kehidupan spiritual, apalagi di zaman yang amat maju ini. Apakah kita termasuk orang yang dibawa (ke dalam keselamatan) atau malah ditinggalkan (dalam kebinasaan)? Ah … entahlah …
--- selamat berefleksi ---
Amin
ReplyDeleteSyukur kepada Tuhan, amin.
DeleteLuar biasa penjelasan Firman yg bapak berikan. Semoga Firman ini menjadi perenungan yang baik buat kita.
ReplyDeleteTerima kasih pak, semoga menjadi berkat. Tuhan Yesus memberkati.
DeleteAMIN!!!
ReplyDelete