Sunday, November 29, 2020

Menyambut Raja Kemuliaan (Mazmur 24:7-10)

Rancangan Khotbah Minggu Adven I, 29 November 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

24:7 Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!
24:8 “Siapakah itu Raja Kemuliaan?” “TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan!”
24:9 Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!
24:10 “Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?” “TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!”

Mazmur 24 ini merupakan bagian dari trilogi mazmur (Mzm. 22, 23, 24), yang masing-masing menampilkan Tuhan sebagai Gembala, dan dalam PB semuanya berlaku untuk Yesus. Mazmur 22 menggambarkan Gembala yang Baik mati demi domba-dombanya. Dalam Yohanes 10:11 Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” Mazmur 23 menggambarkan Gembala Agung yang merawat domba-domba bahkan dalam lembah kekelaman. Dalam Ibrani 13:20, Yesus digambarkan sebagai “Gembala Agung segala domba.” Mazmur 24, teks khotbah hari ini, menyajikan Gembala Agung yang datang untuk domba-dombanya. 1 Petrus 5:4 mengatakan, “Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.”

Jadi, Mazmur 24 ini berbicara tentang kedatangan Gembala Agung. Tradisi Israel mengatakan Mazmur ini dibuat oleh Daud dan dinyanyikan ketika dia membawa tabut Tuhan dari rumah Obed-Edom di Kiryat-Yearim ke gunung Sion (2 Sam 6:12-23). Tabut, menurut tradisi, dibuat oleh Bezaleel untuk Musa di padang gurun Sinai (Keluaran 37:1-9), sebagai simbol kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. Dalam suatu pertempuran dengan bangsa Israel, orang Filistin merampas tabut tersebut, dan selama tujuh bulan (1Sam. 6:1) mereka menyimpan dan memindah-mindahkannya dari satu tempat ke tempat lain karena justru mendatangkan malapetaka atas mereka (lih. 1Sam. 4:1-10, 1Sam. 5:1-12), sampai pada akhirnya orang Filistin mengembalikan tabut itu kepada bangsa Israel (lih. 1Sam. 6).

Daud sendiri berupaya keras untuk membawa tabut tersebut ke Yerusalem setelah dia merebut benteng Sion dari orang Yebus. Ketika tiba waktunya untuk membawa pulang tabut itu, Daud cs amat bersukacita. Perjalanan tersebut diiringi dengan musik dan tarian, sukacita yang menandai masuknya tabut dengan kemenangan ke Yerusalem. Mazmur 24 ini menyajikan lagu kebangsaan Israel yang menunjukkan perjalanan dan kedatangan tabut di sepanjang jalan hingga memasuki kota (tua) Yerusalem. 

Pada permulaan ayat 7 dan ayat 9 ada kata-kata menarik: “Angkatlah kepalamu”. Apa maksudnya? Begini, perampasan tabut Tuhan dari bangsa Israel oleh orang Filistin merupakan suatu peristiwa yang amat memalukan bagi bangsa Israel, membuat mereka amat terpukul, sebab simbol kehadiran Allah telah dirampas, dan bagaimana mungkin mereka masih berharap kepada Allah yang simbol-Nya telah dirampas itu? Ini bukan sekadar kekalahan dalam perang, tetapi ‘kekalahan’ Allah yang selama ini mereka percayai. Tetapi, peristiwa memalukan itu telah memberikan mereka pelajaran berharga bahwa bukan Allah yang kalah dalam perang, tetapi bangsa itulah yang tidak setia kepada-Nya, dan Allah menghukum mereka melalui kekalahan yang memalukan tersebut. Allah tetap perkasa dalam perang, bahkan Dia adalah Tuhan semesta alam. Nah, kini, ketika tabut Tuhan dibawa ke dalam kota tua Yerusalem, dengan pintu-pintu gerbangnya, pemazmur menyerukan ‘angkatlah kepalamu’; dengan seruan ini pemazmur hendak menegaskan kepada bangsanya bahwa masa-masa yang amat memalukan itu telah berakhir, tidak perlu lagi terus tertunduk karena merasa kalah dan malu; Raja Kemuliaan, Gembala Agung, datang, dan kemenangan telah datang, maka ‘angkatlah kepalamu’, berdirilah semua secara bersama-sama, berdiri kokoh dalam sukacita kemenangan baru di dalam Tuhan.

Mazmur ini dinyanyikan dengan cara yang responsif, yaitu ada orang yang akan bernyanyi dan yang lainnya akan menanggapinya. Dalam tradisi liturgis, mazmur ini diterima sebagai bagian dari upacara keagamaan yang diadakan selama Tahun Baru Yahudi untuk menandai masuknya tabut Tuhan ke tempat suci. Upacara itu diadakan tahun demi tahun sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat mengambil bagian, dari raja hingga rakyat biasa, dalam pembaruan kesetiaan kepada Tuhan. Bagi orang Israel/Yahudi, lagu ini merupakan salah satu himne yang paling mulia dan agung dalam kitab Mazmur, dan kini orang Kristen mengambilnya sebagai suatu mazmur yang menggambarkan kedatangan Yesus Kristus yang dipercaya sebagai Raja Kemuliaan.

Pada zaman dulu, baik PL maupun PB, pintu gerbang berfungsi sebagai pintu masuk; pintu masuk ke sebuah rumah (Luk. 16:20), masuk ke kota (1Raj. 17:10), masuk ke istana (Est. 5:13), masuk bait Allah (Kis. 3:2), atau masuk ke dalam kehidupan seseorang (Yes. 60:11). Pada teks khotbah hari ini, di ayat 7 dan ayat 9, ada seruan yang ditujukan kepada ‘pintu-pintu gerbang’ dan ‘pintu-pintu yang berabad-abad’. Ini merupakan seruan kepada seluruh komunitas yang ada di dalam ‘kota’ atau ‘tempat’ tersebut untuk membuka ‘pintu-pintunya’ supaya ‘Raja Kemuliaan’ masuk ke dalamnya. Lalu, di ayat 8 dan 10 diajukan pertanyaan: “siapakah Raja Kemuliaan itu”? Raja Kemuliaan adalah TUHAN semesta alam yang jaya dan perkasa dalam peperangan (ay. 8, 10). Pada ayat-ayat sebelumnya, disebutkan bahwa “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai” (Mzm. 24:1-2). Raja Kemuliaan (seperti) itulah yang sedang dalam perjalanan dan kini semakin mendekat dan mau masuk ke dalam ‘kota’ di mana ada banyak ‘makhluk’ di dalamnya. Mazmur ini hendak mengatakan: “Sambutlah Raja Kemuliaan dalam Kehormatan Besar, bukalah pintu-pintumu supaya Dia dapat masuk dengan penuh kehormatan”. 

Hari ini merupakan minggu adven pertama, dengan tema: “Nubuat tentang Kedatangan Raja Kemuliaan” (Fama’ele’ö We’aso Razo Solakhömi). Minggu dengan tema yang luar biasa ini hendak mengajak kita untuk menantikan kedatangan Kristus Tuhan dalam pengharapan yang teguh. Sementara teks khotbah hari ini hendak mengajak kita untuk membuka ‘pintu-pintu gerbang’ kehidupan kita, baik secara personal maupun komunal, supaya Raja Kemuliaan, Yesus Kristus, yang kita nanti-nantikan itu, dapat masuk ke dalamnya, dan kita dapat merasakan sukacita yang besar karena kehadiran-Nya tersebut.

Sampai hari ini, dunia kita terus merintih kesakitan karena Pandemi Covid-19. Angka yang terkonfirmasi positif Covid-19 terus bertambah, tetapi tingkat kesembuhan juga jauh lebih menggembirakan. Artinya, dalam situasi sulit seperti itu, pengharapan akan penyembuhan dan pemulihan tetap ada, dan itu telah terbukti. Dua hari yang lalu (27/11/2020), kita dikejutkan dengan peristiwa pembunuhan sadis satu keluarga (4 orang) di Desa Lemba Tonga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dan telah menebar teror yang menyebakan ketakutan bagi warga, terutama yang tinggal di sekitar rumah korban. Ini merupakan peristiwa yang amat memilukan, tindakan teror yang tidak bisa diterima akal sehat. Dunia mencekam, dunia mengerang, dan kita pun hidup dalam kekuatiran dan ketidakpastian. Dalam situasi yang seperti itu, pemazmur membangkitkan optimisme kita bahwa Tuhan akan datang, Gembala Agung kita akan hadir dalam kehidupan kita, Dia datang dan hadir baik ketika kita sedang bersukacita maupun ketika kita sedang mengalami kegalauan yang luar biasa oleh karena berbagai beban hidup yang menghimpit kita. Oleh sebab itu, pemazmur mengajak kita untuk membuka ‘pintu-pintu gerbang’ kehidupan kita, membuka ‘pintu-pintu gerbang’ kota kita, membuka ‘pintu-pintu gerbang’ gereja kita, membuka ‘pintu-pintu gerbang’ kampung kita, membuka ‘pintu-pintu gerbang’ keluarga kita, … supaya Raja Kemuliaan, Gembala Agung yang rela menyerahkan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya, dapat masuk dengan leluasa. Dengan demikian, kita dapat merasakan kehadiran-Nya yang ‘merengkuh’ setiap orang yang membuka diri kepada-Nya, melawat kita dalam situasi apa pun.

Tentu saja, kita mesti bersukacita menyambut Raja Kemuliaan itu, walaupun kita mungkin saja sedang berada dalam situasi yang tidak baik. Ini tidak berarti bahwa, misalnya, kita pura-pura sehat (bagi yang sakit), atau pura-pura kenyang (bagi yang lapar), atau pura-pura kuat (bagi yang lemah), atau pura-pura berkecukupan (bagi yang kekurangan), dan lain sebagainya. Menyambut Raja Kemuliaan tidaklah manipulatif, dan tidak boleh seperti itu. Namun demikian, persoalan yang kita hadapi tidak boleh menghalangi kita untuk menyambut-Nya secara terhormat. Sebab, bagaimana mungkin Gembala kita itu dapat menolong kita kalau kita sendiri tidak bersedia membuka diri dan memperkenankan-Nya masuk ke dalam kehidupan kita? Mazmur ini merupakan ajakan bagi kita untuk bergerak bersama dalam iring-iringan ilahi memasuki dan menyambut kedatangan Raja Kemuliaan, Gembala Agung kita.

--- selamat berefleksi ---

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...